Alwi Johan Yogatama atau biasa dikenal dengan alias Alwijo adalah kreator konten yang tengah populer di Indonesia. Topik mengenai dunia literasi lekat dengannya sehingga ia dengan mudah diidolakan berbagai kalangan terutama bagi penggila buku.
Mendapuk diri sebagai orang pedalaman Temanggung, Jawa Tengah, Alwi memiliki minat besar terhadap bahasan sejarah. Kendati mengenyam bangku pendidikan tinggi Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran (Unpad), sejarah menjadi “senjata” baginya dalam membuat konten yang beruntungnya mendapat sambutan baik oleh masyarakat.
Namun, Alwi mulanya tidak langsung menyukai sejarah. Pengalaman semasa duduk di bangku sekolah di mana kemampuan bercerita (storytelling) guru yang minim justru mendorongnya lebih ingin tahu lebih dalam kesejarahan secara mandiri melalui buku bacaan.
Dan semenjak itu daftar buku bacaan yang sudah dibaca Alwi semakin banyak. Ia pun memiliki tiga buku favoritnya yang mana ada salah satunya difilmkan sesuai judul bukunya.
Tiga Buku Favorit Alwijo
“Al-Quranul Karim, eh tidak buku saja yang di luar Al-Quran,” jawab Alwi dengan canda ketika ditanya Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk mengenai tiga buku favoritnya.
Untuk pertama-tama, Alwi menempatkan buku novel Sang Alkemis karya penulis Brasil, Paulo Coelho di posisi tiga. Bagi Alwi buku tersebut mampu mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan lewat menyaksikan pertanda.
Lalu buku kedua ia menyebut buku Victor E. Frankl yaitu Man’s Search for Meaning. Buku itu mengisahkan mengenai pengalaman pahit sang penulis saat dijebloskan ke kamp konsentrasi oleh pasukan Nazi.
“Dia itu dipenjara, tinggal di sana. Teman-temannya pada suicide, enggak betah, si orang ini psikolog malah mencari makna hidup dan nemu melalui logoterapi. Baca itu saya yakin itu the best self improvent atau self development book ever written,” ungkap Alwi.
Kemudian buku terakhir yang menjadi paling disukainya ialah buku biografi yang ditulis Jon Krakauer, Into theWild. Isi dari buku itu menceritakan pemuda Amerika Serikat cemerlang bernama Christopher Johnson McCandless yang berhasrat hidup di alam liar dan jauh dari peradaban.
Buku tersebut berpredikat bestseller dan diterjemahkan ke dalam 30 bahasa dan berbagai format. Dan pada 2007, adaptasi filmnya yang disutradarai aktor ternama, Sean Penn muncul di layar lebar pertama kalinya di Festival Film Roma.
Bagi Alwi sendiri apa yang dilakukan Christopher sebagai tokoh utama dari buku Into the Wild adalah kenekatan tapi bisa menginspirasi dirinya.
“Dia punya ATM digunting-gunting terus dia pergi ke Alaska, hidup berdasarkan insting, eh mati. Kalau mengutip Chairil Anwar dia benar-benar hidup 1.000 tahun lagi. Bahkan ketika dia sudah lama meninggal saya masih terinspirasi cara hidupnya,” ucap Alwi.
Chairil Anwar
Adapun mengenai Chairil Anwar, Alwi sebelumnya mengaku tokoh satu ini adalah tokoh sejarah nasional favoritnya.
Chairl Anwar sendiri adalah penyair Indonesia yang aktif pada era 1940-an. Banyak dari puisinya yang mendapat label mahakarya di antaranya “Aku” dan “Karawang-Bekasi”.
Kecemerlangan Chairil di dunia sastra Indonesia sayangnya tak bertahan lama. Ia kalah oleh penyakitnya dan meninggal dunia dalam usia muda, yakni 26 tahun. Kendati demikian, karya Chairil tetap abadi dalam bentuk tulisan sehingga namanya tidak mati dalam ingatan orang Indonesia.
Jauh setelah kematiannya, Chairil tetap dipuja. Alwijo sebagai penikmat kisah-kisah sejarah adalah salah satu yang mengidolakannya. Ia melihat sang penyair memiliki kepribadian anti-kemapanan yang menurutnya sama seperti dirinya.
“Aku tuh lihat, baca Chairil Anwar, aku melihat refleksi diriku sendiri, ‘Wah, ini orang aku banget nih! Anti-kemapanan’,” ujar Alwi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News