pemisahan pemilu dan pilkada disebut bisa buat demokrasi jadi lebih terkonsolidasi kenapa - News | Good News From Indonesia 2025

Pemisahan Pemilu dan Pilkada Disebut Bisa Buat Demokrasi Jadi Lebih Terkonsolidasi, Kenapa?

Pemisahan Pemilu dan Pilkada Disebut Bisa Buat Demokrasi Jadi Lebih Terkonsolidasi, Kenapa?
images info
  • MK memutuskan bahwa pemilu nasional dan pemilu lokal dipisah.
  • Keputusan ini dianggap sebagai angin segar bagi partai politik agar dapat mempersiapkan kader yang mumpuni selama jeda dua tahun pasca-pemilu nasional.
  • Dosen Ilmu Pemerintahan UMY menjelaskan bahwa pemisahan pemilu nasional dan lokal adalah cara untuk membuat demokrasi Indonesia menjadi lebih terkonsolidasi.

Pemilihan umum (Pemilu) nasional dan pemilihan kepala daerah (pilkada)—disebut juga pemilu lokal—resmi dipisah lewat Putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024. Pemisahan ini membuat pelaksanaan pemilu nasional dan pilkada tidak dilaksanakan dalam tahun anggaran yang sama, tetapi berjarak selama dua tahun.

Ada beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi pemisahan pesta demokrasi rakyat itu, salah satunya mempertimbangkan pemilih yang jenuh akibat waktu pemilihan yang berdekatan antara pemilu nasional dan daerah.

Selain itu, isu pembangunan daerah juga terabaikan akibat isu nasional yang terus digoreng—dalam hal ini pemilu presiden dan legislatif. Kemudian, terdapat sinyal pelemahan pelembagaan partai politik karena waktu untuk menyiapkan kader yang ideal dianggap kurang, serta beban kerja penyelenggaraan pemilu yang berat.

Dalam skema aturan baru ini, pemilu nasional tetap akan dilaksanakan terlebih dahulu, sama seperti sebelumnya. Namun, pilkada hanya dapat dilaksanakan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan sejak tanggal pelantikan presiden dan wakil presiden, DPR, dan DPD.

Lalu, bagaimana dampak putusan ini bagi partai politik (parpol)? Apakah parpol akan diuntungkan atau justru dirugikan dengan adanya aturan itu?

Putusan MK: Pemilu dan Pilkada Resmi Dipisah, Ini Alasan dan Skemanya

Pemisahan Pemilu dan Pilkada Jadi Angin Segar untuk Parpol

Kabar baiknya, pemisahan pemilu nasional dan lokal disebut menjadi angin segar untuk parpol. Hal ini dikarenakan ada jeda selama dua tahun antara antara pemilu nasional dan lokal, sehingga parpol punya waktu lebih banyak untuk mempersiapkan kader di tingkat daerah setelah sebelumnya bersaing di level nasional.

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, M.A., menjelaskan jika pemisahan pemilu memungkinkan sorotan masyarakat akan bergeser. Selama ini, dominasi pemilihan presiden (pilpres) memang kerap menyita perhatian dan membuat pemilu lokal luput dari perhatian publik.

“Dengan keputusan ini, mesin parpol tidak lagi dihabiskan hanya untuk satu momen. Setelah pilpres dan pileg nasional, ada jeda dua tahun untuk mempersiapkan kader-kader yang akan maju di tingkat daerah,” terang Ridho dalam keterangan resminya di umy.ac.id.

Selain itu, pemisahan ini juga bisa menjadi ajang evaluasi untuk parpol terhadap koalisi yang terbentuk di level nasional. Parpol yang kecewa dengan hasil atau dinamika internal koalisi nasional dapat membentuk formasi baru saat menghadapi pemilu daerah.

“Dengan dinamika nasional dan lokal yang berdiri sendiri, parpol punya fleksibilitas. Pemilu serentak sebelumnya terlalu melelahkan, dan banyak partai kehabisan energi,” imbuhnya.

Sisi Positif Pemilu Tak Lagi Serentak: Edukasi Politik ke Masyarakat Bisa Lebih Sering

Parpol Tetap Harus Evaluasi

Di sisi lain, Ridho menyatakan jika putusan MK ini juga bisa menjadi alarm bagi parpol yang mengecewakan masyarakat. Dalam kurun waktu dua tahun, masyarakat yang merasa dikhianati oleh pilihannya di pemilu nasional bisa saja “menghukum” si parpol lewat pemilu lokal nanti.

Dari sinilah pemisahan pemilu dapat menjadi ajang untuk membangun kembali citra dan kepercayaan publik. Parpol diminta agar tidak hanya muncul tiap lima tahun sekali, tapi disarankan untuk terus aktif dalam menjalin kedekatan bersama masyarakat.

“Dengan skema ini, mesin partai akan terus berjalan. Dulu partai mati suri selama lima tahun. Sekarang, mereka harus terus aktif. Menurut saya, model ini lebih sehat untuk demokrasi,” katanya.

Ridho juga menerangkan jika semua pihak jelas tidak akan semata-mata setuju dengan keputusan ini, salah satunya penolakan dari DPR. Akan tetapi, menurutnya pemisahan pemilu dan pilkada adalah cara membuat demokrasi menjadi lebih terkonsolidasi.

Ia menyarankan agar Undang-Undang Pemilu segera direvisi agar kewenangan dalam menentukan calon kepala daerah tidak sepenuhnya tersentralisasi pada partai elit saja. Tak ketinggalan, UU yang mengatur kekosongan kursi di DPRD karena mekanisme baru ini juga wajib segera dibahas.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firda Aulia Rachmasari lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firda Aulia Rachmasari.

FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.