- Sanggar Belajar Wayang adalah komunitas pendidikan nonformal di Desa Wayang, Ponorogo, yang berdiri sejak 2022.
- Mengusung pembelajaran kontekstual yang menyenangkan, relevan dengan kehidupan sehari-hari anak.
- Fokus pada pendampingan belajar, peningkatan literasi, pengembangan karakter, dan ruang curhat anak.
- Menyelenggarakan kelas pengasuhan bulanan agar orangtua dan anak bisa tumbuh bersama.
- Menjadi ruang belajar bebas gadget untuk menjawab tantangan era digital di desa.
- Tergabung dalam Gerakan 100 Komunitas Bermain Tanpa Gadget bersama GNFI dan Kampung Lali Gadget.
Di tengah hiruk pikuk digitalisasi, di sebuah desa kecil bernama Wayang di Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, berdiri sebuah tempat yang hangat, sederhana, dan penuh cinta. Namanya Sanggar Belajar Wayang.
Bukan bangunan megah, bukan juga ruang belajar berfasilitas lengkap, namun dari tempat inilah harapan-harapan kecil tumbuh besar. Harapan agar anak-anak kembali mencintai belajar, bermain dengan imajinasi, dan tumbuh dengan karakter kuat, tanpa kecanduan gawai.
Belajar Tak Harus Serius, Asal Bermakna
Didirikan pada 25 Oktober 2022, Sanggar Belajar Wayang merupakan komunitas pendidikan nonformal yang lahir dari keresahan sekaligus cinta.
Keresahan karena banyak anak di desa ini sejak kecil sudah akrab dengan gadget, berkumpul untuk “mabar” (main bareng) menggunakan Wi-Fi publik, sementara interaksi sosial dan semangat belajar mereka perlahan memudar.
Namun dari keresahan itu, tumbuh cinta. Cinta yang kemudian menjelma dalam bentuk sebuah sanggar, tempat anak-anak belajar dengan cara yang menyenangkan, kontekstual, dan dekat dengan kehidupan nyata.
Bukan Sekadar Belajar, Tapi Juga Bertumbuh
Kini, lebih dari 100 anak aktif belajar di Sanggar Belajar Wayang setiap minggunya. Mereka datang bukan karena kewajiban, tapi karena merasa ini adalah rumah kedua.
Yang membuat sanggar ini unik adalah pendekatan belajarnya, di mana anak tidak hanya fokus mengejar nilai akademik, tetapi juga didampingi dalam pembentukan karakter melalui pendampingan belajar harian dari jenjang PAUD hingga SMA.
Selain itu, ada kelas literasi dan kreativitas gratis untuk mengasah imajinasi, sesi “curhat anak” sebagai ruang aman untuk berbagi, serta kelas pengasuhan bulanan bagi orangtua agar keluarga dapat tumbuh dan belajar bersama.
“Kami percaya pendidikan bukan tugas sekolah semata. Pendidikan pertama dan utama tetap di keluarga. Maka kami ajak orangtua untuk terus belajar bersama,” ujar salah satu penggagas sanggar.
Ruang Curhat, Tempat Anak Didengar Tanpa Diadili
Salah satu program penting di sanggar ini adalah sesi “Curhat Anak”. Di sini, anak-anak bebas bercerita tentang apa pun yang mereka rasakan, tentang rumah, sekolah, teman, bahkan luka-luka kecil yang selama ini mereka pendam.
Dari curhatan-curhatan inilah, sanggar belajar mendampingi mereka lebih dalam, memulihkan anak yang dibully, mendekati anak yang membully, bahkan membantu membangun kembali hubungan antara anak dan orangtua.
“Setelah curhat, saya merasa ringan. Terima kasih sudah mendengarkan,” ujar salah satu anak seusai sesi tersebut.
Dan dari sesi-sesi sederhana itu, perubahan karakter mulai terlihat. Anak-anak menjadi lebih tenang, bertanggung jawab, dan merasa dicintai tanpa syarat.
Saat ini, sanggar juga rutin mengadakan:
- Kelas kreativitas dan literasi (gratis)
- Skrining tumbuh kembang anak bersama psikolog (tahunan)
- Kelas pengasuhan bulanan untuk 50+ orangtua
- Bantuan sosial dua kali setahun bagi siswa dan warga sekitar
Kegiatan ini bukan sekadar program, tapi bentuk nyata dari filosofi Jawa yang mereka pegang teguh:
“Nresnani iku ngopeni, mencintai itu merawat,” ujar salah satu pendiri Sanggar.
Bersama Gerakan 100 Komunitas Bermain Tanpa Gadget
Sanggar Belajar Wayang kini menjadi bagian dari Gerakan 100 Komunitas Bermain Tanpa Gadget, kolaborasi antara GNFI dan Kampung Lali Gadget. Gerakan ini bertujuan membangun lebih banyak ruang bermain sehat, bebas dari kecanduan layar, dan dekat dengan nilai-nilai kehidupan.
Dengan bergabung dalam gerakan ini, sanggar semakin semangat menyuarakan satu pesan, yaitu nak-anak berhak tumbuh dengan sehat. Baik secara fisik, emosional, dan sosial.
Sampai hari ini, Sanggar Belajar Wayang belum punya deretan penghargaan formal. Namun, mereka telah memenangkan hati anak-anak dan kepercayaan warga sekitar. Dan bukankah itu pencapaian yang paling berharga?
Sebuah ruang sederhana di pelosok Ponorogo, kini menjadi cahaya kecil yang menginspirasi cara baru dalam mendampingi anak-anak belajar, bertumbuh, dan bermimpi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News