dilema susah dapat kerja mungkinkah kita perlu ubah cara memandang karier - News | Good News From Indonesia 2025

Dilema Susah Dapat Kerja: Mungkinkah Kita Perlu Ubah Cara Memandang Karier?

Dilema Susah Dapat Kerja: Mungkinkah Kita Perlu Ubah Cara Memandang Karier?
images info

Mungkin bagi sebagian besar orang, bekerja di ruang kantor ber-ACmemakai pakaian formal, dan mendapatkan gaji tetap adalah impian yang masih mereka kejar hingga hari ini.

Tak terkecuali saya, yang baru beberapa bulan lalu menamatkan kuliah. Dengan pengalaman organisasi, beberapa kali magang, dan mengajar di sekolah, saya pikir akan cukup menjadi bekal untuk terjun langsung ke dunia kerja. Kenyataannya, tidak semudah itu. 

Pertanyaan-pertanyaan klise dari orang-orang terdekat pun mulai terdengar akrabdi telinga.

"Udah kerja?"

"Kok masih di rumah aja?"

"Kan udah lulus, ya?"

Terus seperti itu bagai tidak ada pertanyaan lain. Berkali-kali dijelaskan pun rasanya percuma.

Puluhan lamaran telah dikirim, dari cara konvensional hingga digital. Beberapa kali masuk tahap wawancara, tapi ujungnya... sunyi. Tidak ada kabar lanjutan, seperti diberi harapan lalu dibiarkan menunggu dalam hening.

Mengalami hal tersebut, terkadang saya merasa tidak cukup pintar, tidak cukup beruntung, atau bahkan... tidak cukup berguna. Sekalipun orang tua mengatakan rezeki sudah diatur Tuhan, tetap saja rasa bersalah itu ada.

Berbekal ilmu yang saya miliki, sempat saya terpikir untuk mengikuti pelatihan kerja di luar negeri, bersamaan dengan maraknya tagar #KaburAjaDulu, beberapa waktu lalu. Memantik semangat saya untuk bermimpi bekerja di negeri orang. Namun, tetap saja uang menjadi penghalang.

Mendapatkan pekerjaan di negara sendiri bagai mencari jarum di tumpukan jerami. Sangat sulit dan butuh kesabaran tinggi. Persyaratan gono-gini namun gaji tidak mencukupi.

Berkali-kali saya habiskan untuk memikirkan apa yang perlu saya siapkan agar mendapatkan pekerjaan. Haruskah saya magang lagi untuk menambah pengalaman? Memperindah portofolio? Atau mencari pekerjaan serabutan yang sekiranya bisa menambah pengalaman meskipun hanya sebentar?

Ada begitu banyak faktor mengapa anak muda banyak belum mendapatkan kerja. Mulai dari tuntutan ekspektasi gaji sempurna, harapan keluarga, hingga tekanan sosial dari lingkungan sekitarnya pun mendukung diskursus ini.

Dan sayangnya, Indonesia tidak pernah terlepas dari stigma masyarakatnya. Tua maupun muda, memungkinkan mereka terkurung di dalam dilema cara pandang orang lain dengan dirinya sendiri.

Lalu, bagaimana kita bisa bertumbuh jika terus hidup berdasarkan paksaan standar hanya untuk memenuhi ekspektasi yang bukan milik kita?

Standar Sukses yang Terlalu Sempit

Keresahan ini ternyata bukan hanya saya yang merasakannya. Banyak teman juga mengalami hal serupa. Bingung, khawatir, bahkan hampir putus asa.

Kalau direnungkan, mungkin masalahnya bukan pada kita, melainkan pada cara pandang masyarakat terhadap kerja dan karier.

Sejak kecil, kita dicekoki satu gambaran sukses yang itu-itu saja: lulus kuliah, dapat pekerjaan tetap, punya penghasilan stabil. Seolah, jika belum mencapai itu, berarti belum sukses. Padahal kenyataan dunia kerja tidak sesederhana itu.

Kita hidup di era yang berubah sangat cepat. Banyak jenis pekerjaan baru bermunculan, banyak jalan karier yang tidak harus diawali dari meja kantor. Namun, pola pikir masyarakat kita masih terjebak pada standar lama.

Akibatnya, saat belum mendapatkan pekerjaan "seideal" itu, kita langsung merasa gagal. Padahal mungkin kita hanya perlu sedikit menggeser sudut pandang kita.

Susahnya mendapatkan pekerjaan juga disebabkan oleh tekanan untuk mengejar bentuk karier yang dianggap "paling benar" oleh lingkungan, sehingga membuat kita enggan memulai dari hal-hal kecil sebab takut dicap "nganggur".

Terkadang masyarakat terlalu sibuk untuk menilai orang lain. Padahal bisa jadi kita sedang belajar, membangun portofolio, atau berproses. Jika belum bekerja tetap, berarti tidak bekerja. 

Mereka lupa bahwa kita bisa menciptakan peluang sendiri. Hanya saja prosesnya mungkin butuh waktu yang tidak sebentar. Kita perlu siap dengan segala tantangan agar bisa tumbuh. 

Fakta, Pengangguran Anak Muda di Indonesia Masih Tinggi

Di balik stigma dan tekanan itu, ada fakta yang lebih menyedihkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) usia 15 - 24 tahun mencapai 16,16%, jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 4,76%.

Bahkan lulusan sarjana pun belum tentu aman, tingkat pengangguran mereka mencapai 6,23% lebih tinggi dari lulusan SMA atau SMK.

Ini menunjukkan bahwa bukan hanya kita yang "salah langkah", sistem yang dimiliki negara ini pun belum sepenuhnya berpihak. Banyak lulusan muda terjebak dalam status NEET (Not in Employment, Education, or Training).

Generasi Z di Lingkar Kerja dalam Adaptasi Komunikasi untuk Era Baru

Angkanya bisa mencapai hampir 24% dari total usia muda, dan merupakan cerminan dari generasi yang belum mendapatkan ruang untuk berkembang.

Kita menghadapi tantangan serius, terutama bagi generasi muda. Bukan hanya soal jumlah lowongan terbatas, namun tekanan dari berbagai sisi pun ikut memperparah situasi.

Standar kesuksesan dan stigma masyarakat, tuntutan perusahaan yang mengharuskan rekruter memiliki pengalaman kerja minimal setahun, belum lagi mereka yang ingin switch career kerap dipandang "tidak sesuai latar belakang", turut menjadi faktor banyaknya pengangguran di Indonesia.

Padahal semuanya membutuhkan proses. Seorang fresh graduate tentunya tidak akan memiliki pengalaman bekerja jika tidak diterima perusahaan, dan orang yang switch career pun pastilah tengah berjuang belajar adaptasi dengan dunia baru.

Dari berbagai tekanan tersebut membuat proses pencarian kerja terasa semakin berat. Belum lagi harapan tinggi dari keluarga dengan pertanyaan berulang "kapan kerja?" terdengar semacam alarm kegagalan.

Mungkin Sudah Saatnya Kita Ubah Cara Pandang

Jika sampai hari ini kamu belum mendapat pekerjaan, mungkin bukan karena kamu malas atau kurang usaha. Bisa jadi karena dunia memang sedang berubah, tetapi cara kita menilai belum ikut bergeser.

Karier tidak selalu soal jabatan tinggi atau gaji besar. Ia bisa dimulai dari hal kecil: menulis, membuat konten, ikut proyek komunitas, atau membangun usaha sendiri.

Yang penting adalah terus belajar dan bergerak. Karena terkadang, langkah kecil yang kamu ambil hari ini adalah pondasi besar untuk masa depanmu nanti.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.