Di balik peta kendaraan listrik dunia yang terus bergerak, Indonesia sedang mengukir babak baru. Bukan sekadar sebagai pasar atau penyedia bahan mentah, melainkan sebagai pusat pabrik baterai kendaraan listrik (EV) yang siap bersaing secara global.
Laporan terbaru PwC bertajuk Electric Vehicle Sales Review Q1 2025 menunjukkan sinyal yang menjanjikan, yakni penjualan EV di Indonesia melonjak 43,4% dalam satu kuartal.
Bukan hanya itu, penjualan kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) bahkan meningkat hingga 152,5%. Di tengah tekanan ekonomi global, ini bukan sekadar statistik, tapi juga jadi momentum.
Membangun Rantai Pasok EV yang Terintegrasi
Indonesia punya "kartu truf", cadangan nikel terbesar di dunia.
Tapi, seperti yang disampaikan Lukmanul Arsyad dari PwC Indonesia, keunggulan itu tidak cukup jika hanya berhenti di tambang.
“Pemerintah menargetkan menjadi produsen baterai listrik terbesar ketiga di dunia pada 2027, dan memproduksi 600.000 unit EV secara domestik pada 2030,” ujarnya.
Langkah nyata mulai terlihat. Pemerintah menghapus PPnBM untuk EV sepanjang 2025, memperpanjang pembebasan PPN, dan mendorong produksi lokal. Harapannya jelas, bukan hanya mengurangi impor kendaraan, tapi menciptakan industri baterai nasional yang utuh dari hulu ke hilir.
“Indoneia menargetkan tidak hanya menjadi produsen EV, tetapi juga pemain utama baterai listrik dunia,” ujar Edy Junaedi dari BKPM.
Ini lebih dari sekadar proyek industri. Ini adalah strategi untuk mengubah arah ekonomi nasional, dari komoditas mentah menuju manufaktur bernilai tinggi. Industri ini membuka peluang investasi, memperkuat ekspor, menciptakan lapangan kerja baru, dan mempercepat transformasi energi.
Tantangannya Tak Kecil, Tapi Jalan Sudah Dibuka
Tentu saja, jalannya tak mudah. Kenaikan PPN di awal 2025, suku bunga tinggi, dan daya beli yang menurun menjadi ganjalan.
Namun segmen EV terbukti lebih tangguh dibanding kendaraan konvensional. Pangsa pasar EV di Indonesia naik dari 9% pada 2023 menjadi 15% di 2024, dan diproyeksikan menyentuh 29% pada 2030.
Yang dibutuhkan sekarang adalah ekosistem, seperti pelatihan tenaga kerja, riset, insentif produksi, dan perluasan infrastruktur pengisian daya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News