menempa tanah menjadi harapan kisah pembuat batu bata dari desa banuayu - News | Good News From Indonesia 2025

Menempa Tanah Menjadi Harapan: Kisah Pembuat Batu Bata dari Desa Banuayu

Menempa Tanah Menjadi Harapan: Kisah Pembuat Batu Bata dari Desa Banuayu
images info

Desa Banuayu, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan, adalah sebuah desa yang menyimpan kekayaan tak kasat mata. Bukan karena emas atau tambang, tetapi karena tangan-tangan terampil warganya yang mampu mengubah tanah liat menjadi batu bata merah berkualitas. Batu bata yang menjadi fondasi rumah-rumah tangguh, sekolah, dan bangunan di kota-kota besar.

Banuayu bukan sekadar desa agraris biasa. Desa ini menyimpan tradisi turun-temurun, yaitu kerajinan batu bata yang digeluti sebagian besar warganya sejak puluhan tahun silam. Tak ada pabrik besar, tak ada mesin modern. Hanya tangan, semangat, dan peluh yang terus menetes di bawah terik matahari.

Berikut ini beberapa hal yang menarik dari Desa Banuayu.

Baca juga: Patut Dibanggakan, Batu Bata Jadi Potensi Utama di Sukajadi Induk

Warisan Leluhur yang Terus Menyala

Tradisi membuat batu bata di Banuayu telah berlangsung sejak zaman kakek buyut. Dulu, para pembuat bata melakukannya untuk keperluan sendiri, seperti membangun rumah atau lumbung padi. Karena kualitas tanah liat di wilayah ini tergolong unggul, permintaan dari luar desa pun mulai berdatangan.

Pak Mujito (65), salah satu perajin senior, bercerita, “Kalau dulu, kita hanya buat seratus-dua ratus biji buat rumah sendiri. Sekarang bisa sampai puluhan ribu per bulan. Tapi tetap pakai cara tradisional.”

Cara tradisional yang dimaksud bukan sekadar romantika masa lalu. Di sinilah letak kekhasan Banuayu.

Prosesnya dimulai dengan mengambil tanah liat dari lahan tertentu yang disebut “tanah merah tua”. Tanah ini kemudian dicampur air dan diinjak-injak hingga halus dan lentur. Setelah itu, adonan tanah dicetak dengan tangan menggunakan balok kayu berbentuk kotak.

Setelah dicetak, batu bata mentah dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari. Baru kemudian dibakar dalam tungku besar selama seminggu lebih, menggunakan kayu bakar dan sekam padi. Proses ini menghasilkan bata yang merah merona, kuat, dan tahan lama.

Bukan Sekadar Batu

Bagi para pembuatnya, batu bata bukan hanya komoditas. Ia adalah simbol ketekunan dan kebersamaan. Hampir semua proses dikerjakan secara gotong royong.

Para ibu membantu mencetak adonan di pagi hari, sementara anak-anak sepulang sekolah membantu menata bata di halaman untuk dijemur. Pada saat pembakaran, para lelaki berjaga bergantian semalaman, memastikan api tetap menyala sempurna.

Tantangan dari Alam dan Zaman

Namun, jalan tak selalu mulus. Musim hujan menjadi tantangan berat. Proses pengeringan yang biasanya selesai dalam dua hari bisa molor sampai seminggu. Belum lagi, batu bata yang belum kering bisa pecah atau hancur jika terguyur hujan deras.

Di sisi lain, persaingan dengan pabrik batu bata modern di luar daerah juga semakin ketat. Mesin mampu mencetak ribuan bata per jam, dengan bentuk seragam dan harga miring.

Akan tetapi, pembuat batu bata Banuayu tetap bertahan dengan keunikan produk mereka: kekuatan, warna alami, dan sentuhan manusia. Banyak arsitek lokal yang justru mencari batu bata tradisional untuk proyek-proyek rumah bergaya tropis atau eco-living. Mereka percaya bahwa bata buatan tangan memiliki karakter estetika dan kekuatan yang berbeda dibanding bata pabrik.

Baca juga: Trip dan Trik Perjalanan Pulang Kampung: Nyaman, Aman, dan Penuh Cerita

Cerita Indonesia yang Sesungguhnya

Di tengah gempuran teknologi, kisah para pembuat batu bata di Banuayu menjadi pengingat bahwa kemajuan tak selalu berarti meninggalkan akar. Bahwa ada nilai yang jauh lebih dalam dari sekadar hasil produksi: nilai kebersamaan, ketekunan, dan cinta pada pekerjaan.

Jika Kawan GNFI suatu hari melintas di jalanan beton atau berdiri di bangunan megah, mungkin ada bagian dari rumah itu yang berasal dari tangan warga Banuayu. Selain itu, jika Kawan GNFI mampir ke desa itu, jangan ragu untuk menyapa mereka karena di sanalah, kita akan melihat Indonesia yang sesungguhnya: sederhana, hangat, dan penuh harapan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RP
AF
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.