Madura merupakan salah satu pulau besar yang ada di Provinsi Jawa Timur. Terdapat sebuah legenda yang menceritakan tentang asal usul dari Pulau Madura tersebut dulunya.
Menurut kisah dalam legenda tersebut, Pulau Madura merupakan tempat yang dituju oleh Putri Tunjung Sekar yang terusir dari istana. Bagaimana kisah lengkap dari legenda asal usul Pulau Madura tersebut?
Legenda Asal Usul Pulau Madura
Dinukil dari buku Wahyu Setyorini dan Tim Wong Indonesia Nulis yang berjudul 78 Legenda Ternama Indonesia, pada zaman dahulu di Pegunungan Tengger terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Medangkamulan. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Gilingwesi.
Raja Gilingwesi dikenal sebagai seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Semua rakyat yang ada di kerajaan tersebut sangat mencintai dan menghormati sang raja.
Sehari-hari, Raja Gilingwesi tinggal bersama putri kesayangannya, Tunjung Sekar. Selain itu, dia juga sering meminta pendapat kepada saudaranya, yakni Ki Patih Pranggulang.
Pada suatu hari, Raja Gilingwesi dirisaukan dengan suatu hal dalam pikirannya. Dia merasa gelisah karena Tunjung Sekar masih belum menikah juga.
Padahal sang putri memiliki paras yang cantik jelita. Akan tetapi, semua lamaran yang datang kepada dirinya selalu ditolak.
Raja Gilingwesi kemudian memanggil Ki Patih Pranggulang untuk menyampaikan kerisauan hatinya. Ki Patih hanya bisa memberikan saran agar semua keputusan diserahkan kepada sang putri.
Sekembalinya dari ruangan sang raja, Ki Patih ternyata berpapasan dengan Tunjung Sekar. Ki Patih kemudian menyampaikan kerisauan sang raja kepada keponakannya tersebut.
Tunjung Sekar kemudian ingin mengabulkan keinginan sang ayah. Setiap hari dia berdoa agar bisa menemukan suami yang tepat bagi dirinya kelak.
Pada suatu malam, Tunjung Sekar bermimpi sedang pergi untuk menghirup udara segar di taman yang ada di istana. Pada saat itu, bulan purnama tengah menyinari langit dengan terangnya.
Tiba-tiba bulan purnama tersebut turun dan masuk ke dalam perutnya. Saat hal ini terjadi, Tunjung Sekar langsung terbangun dari tidurnya.
Sesaat kemudian, dia mendapati perutnya membesar selayaknya orang yang tengah hamil. Kabar ini kemudian menggemparkan seluruh isi istana.
Raja Gilingwesi yang mengetahui hal ini menjadi kecewa dengan Tunjung Sekar. Dia merasa sang putri sudah melakukan perbuatan yang tidak pantas hingga bisa hamil.
Sang raja kemudian memutuskan untuk mengusir Tunjung Sekar dari istana. Dia memerintahkan Ki Patih Pranggulang untuk mengantarkan Tunjung Sekar ke sebuah hutan bakau yang jauh dari daerahnya.
Ki Patih kemudian mengantarkan Tunjung Sekar sesuai perintah sang raja. Sesampainya di sana, Ki Patih menurunkan Tunjung Sekar dan hendak meninggalkannya di sana.
Sebelum Ki Patih pergi, Tunjung Sekar kemudian berkata kepada pamannya. Dia berkata bahwa dirinya tidak pernah melakukan kesalahan hingga bisa menjadi hamil seperti yang tengah dialaminya.
Untuk membuktikan perkataannya, Tunjung Sekar menantang Ki Patih menusuk pedang ke perutnya. Jika pedang tersebut menembus perut Tunjung Sekar, maka dia memang sudah melakukan sebuah kesalahan.
Sebaliknya jika pedang tersebut tidak berhasil melukainya, maka perkataan yang dia sampaikan benar adanya. Dengan ragu-ragu, Ki Patih kemudian menghunuskan pedang ke perut keponakannya tersebut.
Ajaibnya pedang Ki Patih langsung terpental begitu saja. Akhirnya Ki Patih percaya bahwa Tunjung Sekar tidak melakukan kesalahan.
Akhirnya Ki Patih membawa Tunjung Sekar ke sebuah pantai. Dia kemudian mempersiapkan sebuah rakit untuk sebagai kendaraan sang putri.
Ki Patih berpesan agar Tunjung Sekar pergi berlayar menuju ke arah timur Pulau Jawa. Selain itu, Ki Patih berpesan agar Tunjung Sekar kelak memberi nama anaknya Raden Sagara yang berarti anak laut.
Tunjung Sekar kemudian berpisah dengan rombongan Ki Patih. Di tengah lautan tepat saat bulan purnama, Tunjung Sari melahirkan seorang putra di atas rakit tersebut.
Sesuai pesan sang paman, dia memberi nama anak tersebut Raden Sagara. Setelah mengarungi lautan, akhirnya Tunjung Sekar sampai di sebuah pulau.
Dia bertekad untuk membesarkan sang anak di sana. Ajaibnya ketika sampai di daratan tersebut, Raden Sagara bisa langsung berjalan selayaknya anak kecil.
Sesampainya di sana, Tunjung Sekar dan Raden Sagara beristirahat di bawah sebuah pohon. Ternyata di sana terdapat banyak sarang lebah yang berisi madu.
Raden Sagara kemudian mengusir lebah-lebah yang ada di sana dan mengambil madunya. Akhirnya pulau tersebut diberi nama Madura.
Penamaan ini berasal dari dua suku kata, yakni madu dan ara-ara yang berarti tanah lapang. Kelak Raden Sagara juga menjadi raja di Pulau Madura nantinya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News