Kawan GNFI, ketika merasa lapar, makanan yang dicari cenderung yang simple dan lengkap kan? Lazimnya, pilihan favorit yang selalu muncul adalah nasi Padang yang tetap jadi juaranya!
Restoran Padang menjadi salah satu pilihan kuliner yang wajib dicoba, terutama saat waktu makan siang. Dikenal karena rendangnya yang diakui sebagai salah satu makanan terlezat di dunia, restoran Padang juga memiliki cara unik dalam penyajiannya yang pasti menarik perhatian pelanggan.
Kawan GNFI mungkin sudah pernah melihat bagaimana pelayan di restoran Padang mengantarkan banyak piring berisi makanan khasnya ke meja pelanggan dengan cekatan. Cepat, tepat, presisi, dan unik, ya, Kawan?
Tak hanya memberikan daya tarik tersendiri, ternyata keterampilan yang ditunjukkan oleh pramusaji di Restoran Padang ini memiliki makna dan filosofi mendalam, loh, Kawan. Apa sih sebenarnya?
Yuk, simak penjelasannya!
Bacajuga: Nasi Padang Jadi Makanan Terenak di Asia versi TasteAtlas
Awal Mula Tradisi Manatiang Piriang
Dikenal sebagai Manatiang Piriang, istilah “Manatiang” atau “Manatiang Piriang” merujuk pada tindakan mengangkat atau menyusun piring. Keahlian yang khas ini telah lama diakui sebagai warisan budaya dari Ranah Minang, Minangkabau.
Manatiang piriang berasal dari budaya masyarakat Minangkabau, terutama dalam perayaan budaya ketika menerima tamu. Dalam dunia rumah makan Padang, metode ini telah menjadi bagian dari karakter dan ikon restoran.
Dalam praktiknya, manatiang piriang biasanya dilakukan oleh laki-laki pada acara perjamuan. Seseorang yang melakukan “Manatiang” disebut “Tatiang,” di mana orang tersebut harus mampu berkonsentrasi dan memiliki kemampuan tinggi dalam menata serta membawa banyak piring secara bersamaan dengan kecepatan dan ketelitian.
Berkat tradisi inilah, cara penyajian khas Minang ini tetap berlanjut hingga saat ini, terutama di restoran Padang.
Di mana untuk dapat melakukannya dengan cara yang unik, seorang pelayan perlu berlatih sekitar dua sampai tiga tahun sebelum bisa melakukan manatiang piriang dengan handal. Waktu yang cukup lama, bukan, Kawan GNFI?
Yang menarik, cara penyajian khas Minang ini bukan sekadar atraksi belaka, tetapi juga mengandung filosofi yang mendalam.
Filosofi Manatiang Piriang
Seorang ahli tatiang dapat mengangkat 25 piring dengan kedua tangan tanpa mengurangi kelincahan dan kemampuan bergerak mereka. Ini bertujuan untuk menunjukkan kecepatan dan kesigapan dalam pelayanan yang menjadi ciri khas restoran Padang.
Namun, mengangkat piring tidak hanya melibatkan teknik membawa makanan. Cara ini mencerminkan pula akan efisiensi, ketangkasan, dan filosofi pelayanan yang menghargai tamu.
Budaya ini juga merupakan suatu bentuk manifestasi dari keahlian otentik yang menjadi ciri rumah makan Padang pada saat ini.
Dalam praktiknya, seorang pramusaji akan menggunakan lengan kiri untuk mengangkat tumpukan piring yang berisi berbagai jenis lauk.
Ini mencapai hingga 13 variasi dalam 2 sampai 3 lapisan. Sementara itu, tangan kanan mereka dipakai untuk menyusun piring dengan cepat dan tepat di atas meja.
Setiap kali Kawan memasuki rumah makan Padang, tidak hanya menyaksikan berbagai lauk yang menggoda dan aroma rempah yang wangi. Namun, manatiang piriang juga menjadi tanda keaslian masakan Padang, memberikan pengalaman makan yang lebih nyata dan otentik.
Hal ini menjadi salah satu daya tarik utama dari kekayaan kuliner daerah Minang, ya, Kawan GNFI!
Baca juga: Ada Nasi Padang-Klepon, Makanan Indonesia Laris Manis di Pameran Budaya San Fransisco
Setiap orang pula memiliki kesempatan untuk memilih lauk yang diinginkan, tanpa adanya batasan saat berkunjung ke restoran Padang ini. Kecepatan dalam penyajian juga mencerminkan penghormatan, agar tamu tidak perlu menunggu terlalu lama.
Hal inilah yang dapat menjadi contoh bagaimana rumah makan Padang mengajarkan prinsip egaliter (kesetaraan).
Makna filosofis lainnya adalah ketika piring-piring itu diletakkan di meja, sambal merah cerah, gulai kuning, rendang coklat tua, dan daun hijau segar. Hal yang menggugah selera sekaligus mencerminkan keragaman rasa khas dari Sumatra Barat.
Teknik manatiang piriang ini menciptakan citra restoran Padang yang responsif dan profesional. Selain itu, cara ini juga menunjukkan bahwa makanan tetap higienis meskipun ditumpuk, karena bagian bawah piring selalu bersih.
Manatiang piriang lebih dari sekadar teknik membawa piring dan hal ini dapat menjadi suatu warisan budaya yang mencerminkan nilai, disiplin, kecepatan, dan kesetaraan.
Meski sudah semakin jarang dilakukan dan digantikan dengan rak beroda, penting untuk menyadari bahwa tradisi manatiang piriang ini layak untuk dijaga. Tradisi ini juga melambangkan keramahan dan keragaman kuliner Indonesia.
Sangat unik, otentik, dan menarik kan, Kawan GNFI?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News