DBS Asian Insights Conference 2025 hadir dengan mengusung tema ‘Growth in a Changing World’ pada (21/5/2025) di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. Hal ini untuk menghadapi dinamika global yang semakin kompleks.
Pada acara ini menghadirkan para pakar terkemuka, seperti Chief Economist DBS Group Research Taimur Baig dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi untuk mengupas tuntas empat fenomena besar. Diskusi ini memahami arah perubahan ekonomi dan politik menjadi kunci bagi pelaku usaha, pembuat kebijakan, dan masyarakat luas.
Data oleh World Trade Organization (WTO) menunjukkan bahwa perdagangan AS berkontribusi sekitar 11 persen terhadap perdagangan dunia. Tidak hanya itu, jika ditilik berdasarkan jumlah utang negara, utang AS mencapai 65 persen ketika dibandingkan dengan negara-negara lain (35 persen).
Ini menunjukkan kehadiran dunia yang semakin multipolar dan tidak lagi hanya berorientasi pada AS, ditandai dengan sebagian besar populasi, Produk Domestik Bruto (PDB), dan perdagangan global berada di luar negara tersebut.
Misalnya, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang kini menempati peringkat pertama berdasarkanPurchasing Power Parity (PPP) menurut International Monetary Fund (IMF), hingga menguatnya aliansi negara-negara yang tergabung dalam BRICS.
Untuk itu, respons yang tepat, seperti diversifikasi yang strategis menjadi kunci guna memaksimalkan potensi pertumbuhan sehingga Indonesia dapat tetap bertumbuh dengan atau tanpa AS.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat di kuartal pertama 2025, yakni sebesar 4,87 persen secara tahunan (yoy) ketika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024 sebesar 5,11 persen. Kendati demikian, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indonesia masih menempati posisi kedelapan dalam daftar 10 negara dengan pertumbuhan tertinggi di dunia.
Ke depannya, salah satu faktor ketidakstabilan yang masih perlu dihadapi adalah kebijakan tarif dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump 2.0. Menyikapi fenomena tersebut, Chief Economist DBS Group Research Taimur Baig mengatakan Indonesia masih berada dalam posisi yang relatif tangguh berkat eksposur perdagangan yang terbatas ke Amerika Serikat dibanding negara lain.
“Untuk menghadapi dinamika tarif ini, penting untuk membangun rekonsiliasi dan menyelaraskan respons dengan negara-negara tetangga,” jelasnya.
Kepercayaan kepada pemerintah
Lebih dari itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyampaikan bahwa faktor lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Beberapa program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Danantara akan jadi sorotan.
“Yang pertama adalah soal Makan Bergizi Gratis (MBG) yang implementasinya masih sangat sentralistik. Yang kedua adalah Danantara. Pemerintah perlu memberi keyakinan bahwa program ini berada pada lajur yang tepat, terutama di tengah isu perlambatan ekonomi dunia,” tambahnya.
Burhanuddin menyoroti bahwa empat sampai lima tahun terakhir, jumlah individu dari kelas menengah terus menurun secara signifikan. Baginya ini cukup merisaukan karena 71 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia datang dari kelas menengah.
“Apabila angka ini terus menurun, akan berimplikasi terhadap kondisi ekonomi dan menentukan arah politik Indonesia,” kata Burhanuddin Muhtadi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News