Ekonom dan Menteri Keuangan RI periode 2013–2014, Chatib Basri menyoroti keterlibatan kelompok kelas menengah. Baginya peran kelas menengah sangat penting, sehingga tak boleh hanya menjadi penonton.
Hal ini disampaikan pria yang kerap disapa Dede ini saat peluncuran Platform Bijak Memantau tanggal 20 Mei lalu. Dalam sesi diskusi peluncuran itu, dia menekankan urgensi suara dari kelompok kelas menengah dalam menjaga arah kebijakan publik.
“Demokrasi sebetulnya adalah cara kita membatasi kekuasaan negara. Dalam hal ini, peran masyarakat menjadi sangat penting. Salah satu inti cerita kelas menengah adalah bagaimana mereka bersuara dan memengaruhi kebijakan publik,” jelasnya.
Chatib menekankan fungsi dari kelompok kelas menengah adalah seorang complainer. Baginya hal ini penting sebagai upaya untuk mengubah kondisi yang ada di suatu negara.
Dia menilai kekuatan kelompok ini juga semakin kuat dengan adanya sosial media. Sehingga keluhan mereka bisa langsung terdengar oleh petinggi negara.
“Di sisi lain, kelas menengah juga sering disebut sebagai professional. complainer atau certified complainer—dan menurut saya itu justru baik, mereka bisa menjadi agent of change. Dulu perubahan selalu diasosiasikan dengan gerakan buruh,” paparnya.
“Tapi sekarang berbeda: dengan adanya media sosial, ada saluran untuk bersuara. Kita bisa lihat contohnya dalam peringatan darurat Agustus 2024 lalu, di mana kelas menengah memainkan peran penting,” tegas Dede.
Membangun dialog terbuka
Chatib mendukung penuh lahirnya Platform Bijak Memantau. Karena baginya, kehadiran platform ini bisa menjadi wadah saluran komunikasi antar kelompok masyarakat, khususnya kelas menengah.
“Tantangannya adalah bagaimana mereka mendapatkan informasi yang baik agar tahu apa yang perlu diperjuangkan. Di sini, Bijak Memantau punya peran penting dalam menyediakan konteks dan informasi yang akurat.”
Hal yang sama diucapkan oleh Bramantyo Suwondo, Anggota DPR RI yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menjembatani komunikasi serta memperkuat pemahaman politik di kalangan masyarakat.
“Saya menyadari masih besarnya kesenjangan pemahaman masyarakat terhadap sistem politik. Kesenjangan ini perlu diisi, tidak hanya oleh para pelaku politik seperti anggota DPR dan pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat sipil,” jelasnya.
“Kehadiran Bijak Memantau, menurut saya, dapat mengisi ruang pemahaman tersebut,dan hal ini perlu kita perkuat bersama,” ungkapnya.
Sejalan dengan prinsip keterbukaan
Sebagai Wakil Ketua BKSAP, Bramantyo juga menyoroti bahwa semangat yang diusung oleh Bijak Memantau sejalan dengan prinsip keterbukaan yang didorong oleh Open Government Partnership (OGP), program yang turut diinisiasi oleh Panja Open Government-Parliament BKSAP.
Ia menegaskan bahwa sinergi multipihak sangat krusial dalam membangun ruang dialog yang terbuka dan inklusif antara
masyarakat dan para pembuat kebijakan. Peluncuran platform ini juga merupakan bagian dari rangkaian Open Government Week 2025, yang didukung oleh Open Government Indonesia.
Maharani Wibowo, Direktur Hubungan Luar Negeri, Bappenas dan juga selaku perwakilan dari Open Government Indonesia menyatakan keterbukaan bukan sekadar prinsip pemerintahan, tetapi juga ekosistem yang perlu dirawat bersama.
“Keterlibatan publik hanya bisa tumbuh jika tersedia ruang yang aman, informatif, dan inklusif untuk bertanya, belajar, dan bertindak,” ujar Maharani.
“Inisiatif-inisiatif yang mendorong pemahaman dan partisipasi warga dalam proses kebijakan, termasuk melalui pendekatan digital, merupakan bagian penting dalam memperkuat demokrasi yang terbuka,” ujar Maharani.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News