Rajungan (Portunus pelagicus) kini menjadi komoditas perikanan unggulan Indonesia yang semakin diminati pasar global.
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa menunjukkan permintaan tinggi terhadap rajungan Indonesia karena kualitas dagingnya yang lembut dan bernilai jual tinggi.
Pada tahun 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat rajungan dan kepiting sebagai komoditas ekspor utama keempat setelah udang, tuna-cakalang, dan cumi-sotong-gurita. Nilai ekspor rajungan mencapai USD 513,35 juta atau sekitar 8,6 persen dari total nilai ekspor perikanan nasional.
Angka ini menandakan peran besar rajungan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Ancaman Overfishing dan Urgensi Budidaya
Di balik peluang ekonomi yang besar, sektor rajungan juga menghadapi tantangan serius berupa penangkapan berlebih (overfishing) di alam liar. Hal ini dikhawatirkan akan mengancam populasi rajungan di perairan Indonesia jika tidak dibarengi dengan upaya konservasi dan budidaya.
“Budidaya rajungan adalah langkah strategis agar ekosistem rajungan tetap terjaga, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian bagi masyarakat pesisir secara berkelanjutan,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, dalam siaran resmi KKP, Selasa (13/5/2025).
Menurutnya, membangun ekosistem budidaya bukan hanya untuk menopang ekspor, tapi juga untuk menjamin keberlangsungan mata pencaharian nelayan lokal dan pelestarian habitat.
Inovasi Teknologi Pembenihan Rajungan
Sebagai respon atas tantangan tersebut, KKP melalui Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara menggandeng Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) untuk mengembangkan teknologi pembenihan rajungan.
Kolaborasi ini berfokus pada peningkatan keberhasilan benih dari fase zoea ke megalopa, lalu menjadi crablet. Hasilnya, sekitar 250 ribu crablet telah berhasil diproduksi dan direstok ke perairan Situbondo sebagai bagian dari program konservasi dan restocking.
“Budidaya rajungan dengan pengembangan teknologi pembenihannya menjadi peluang menjanjikan untuk keberlanjutan menuju ekonomi biru," Wita Setioko, Board of Director APRI.
Senada dengan itu, Kepala BBPBAP Supito mengatakan target dari kolaborasi ini adalah agar unit hatchery milik APRI dapat menghasilkan crablet rajungan secara rutin dan berkelanjutan.
Distribusi Crablet ke Sentra Budidaya
Program pembenihan rajungan oleh BBPBAP Jepara sebenarnya telah dimulai sejak 2004.
Sejak tahun 2016, balai ini berhasil memproduksi sekitar 3,5 juta crablet yang didistribusikan ke berbagai daerah budidaya, seperti Jepara, Demak, Pati, Lamongan, Pangandaran, Cilacap, Brebes, Pekalongan, dan Semarang.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa dukungan teknologi, pelatihan teknis, dan kolaborasi dengan asosiasi industri dapat memperkuat rantai pasok rajungan dari hulu ke hilir.
Arah Kebijakan: Ekonomi Biru yang Berkelanjutan
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono secara khusus mendorong budidaya perikanan berkelanjutan untuk lima komoditas ekspor unggulan, termasuk rajungan.
Pengembangan budidaya tidak hanya dilihat sebagai langkah bisnis, tetapi sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan laut.
Dengan kolaborasi multipihak, investasi dalam teknologi pembenihan, serta dukungan pasar ekspor yang kuat, rajungan Indonesia memiliki potensi besar untuk tumbuh menjadi salah satu primadona ekonomi biru nasional.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News