Isu perubahan iklim tengah menjadi fokus perhatian dunia dekade belakangan. Indonesia sendiri telah menetapkan komitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) atau emisi nol bersih di tahun 2060 untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Berbagai cara ditempuh untuk mewujudkan NZE 2060, salah satunya penggunaan Electronic Vehicle/EV atau kendaraan listrik. Menariknya, penggunaan kendaraan ramah lingkungan ini menunjukkan tren positif di Indonesia.
Data dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), per Maret 2025, terdapat 3.558 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di seluruh Indonesia. Hal ini tentu menjadi angin segar untuk mendukung target dikarbornisasi nasional.
Penggunaan kendaraan listrik yang semakin masif ini dapat diintegrasikan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Hal ini dikemukakan oleh Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Machmud Effendy, S.T., M.Eng..
Integrasi antara PLTS dengan EV dianggapnya ideal dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Ditambah lagi, Indonesia memiliki potensi sumber energi surya yang sangat besar—mencapai 207,8 GW.
Akan tetapi, meskipun potensinya sangat besar, pemanfaatannya masih tergolong rendah. Penggunaan energi surya untuk mendukung kelistrikan di Indonesia masih berada di kisaran 573,8 MW atau 0,28 persen dari total potensi.
“PLTS dapat menjadi sumber energi terbarukan untuk mengisi daya baterai EV, sehingga mampu untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan keberlanjutan,” jelas Machmud dalam keterangannya.
Besar dan Canggih, PLTS di Depok Ini Bisa Suplai Listrik untuk Pabrik Bayer
PLTS Bisa Tingkatkan Efisiensi Rumah Tanga
Dalam penjelasannya, Machmud menyebut perkiraan konsumsi EV rata-rata adalah 1 kWh untuk menempuh jarak 5-7 km. Pada penggunaan harian sekitar 40 km, perlu energi sekitar 6-8 kWh. Artinya, penggunaan PLTS berkapasitas 3-5 kWp dinilai cukup untuk menyuplai kebutuhan rumah tangga dan charging EV.
Inovasi seperti smart inverter dan smart charging memungkinkan interkoneksi antara PLTS, baterai, dan jaringan PLN. Surplus listrik dari PLTS juga bisa disimpan atau digunakan untuk pengisian daya EV, di mana ini dapat meningkatkan efisiensi energi rumah tangga.
Machmud menjelaskan, pemasangan PLTS di rumah dapat disesuaikan dengan jenis sistem yang digunakan, misalnya penggunaan On-Grid (tanpa baterai) yang cocok untuk rumah dengan sambungan PLN.
Biayanya berkisar antara Rp10 juta per 1 kWp dan dapat menghasilkan 120-140 kWh/bulan. Ada juga Off-Grid (dengan baterai) yang cocok dipakai pada daerah tanpa akses PLN. Perkiraan biaya yang dibutuhkan adalah Rp13juta.
Selain itu, terdapat sistem Hybrid yang menggabungkan antara dengan dan tanpa baterai. Sistem ini menjadi yang paling fleksibel. Namun, biayanya pun lebih mahal, yakni sekitar Rp15 juta.
“Untuk penghematan signifikan, sistem 2 kWp on-grid dapat mengurangi tagihan listrik rumah hingga 70–80%. Sementara untuk kemandirian penuh, dibutuhkan sistem 2,5–3 kWp plus baterai 5–10 kWh,” terang Dosen Teknik Elektro UMM tersebut.
Machmud menjelaskan jika PLTS berperan strategis dalam mempercepat transisi energi nasional. Belum lagi, panel surya juga memikiki umur pakai antara 25-30 tahun dengan perawatan minimal. Tak hanya itu, baterainya juga hanya perlu diganti setiap empat tahun dan dibersihkan secara berkala.
Dukung Energi Hijau, PLTS Ground-Mounted Terbesar di Indonesia Resmi Beroperasi
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News