Semua berawal dari buka puasa bersama. Tidak ada sirine. Tidak ada kentongan. Hanya piring-piring kosong, gelas-gelas penuh, dan tawa renyah di ruang IKALUM UMJ sore itu.
Di tengah kepulan nasi kotak dan obrolan receh, tiba-tiba satu pertanyaan datang begitu saja “Setelah ini, kita bisa bikin kegiatan apa ya untuk bareng-bareng?”
Pertanyaan itu tidak langsung dijawab. Namun, seperti nasi padang yang pedasnya baru terasa saat-saat terakhir, ide itu pelan-pelan membuat semua orang berpikir. Akhirnya bidang Sosial Kesehatan dan Penanggulangan Bencana IKALUM UMJ pun mulai saling tengok dan duduk melingkar.
Bukan untuk tadarus, tetapi untuk FGD dadakan. Forum diskusi yang lahir dari rasa kenyang dan keinginan membuat sesuatu yang bukan hanya sekedar ceremonial.
Setelah lembar ide, dan ide tersebut dilempar ke sana sini, tercetuslah satu usulan randomKenapa tidak ikut meramaikan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB)?
Kota Bekasi, Menapaki Usia ke-28 di Tengah Tantangan Banjir dan Upaya Mitigasi
Namun, tentu saja, dimulai dari yang paling mungkin dulu. Paling gampang, paling murah, dan paling bisa ramai-ramai yakni membunyikan kentongan serentak, Seperti yang dicanangkan BNPB tiap 26 April.
Persiapan Kilat, Mirip Deadline Ujian Mendadak
Turut hadir Perwakilan Lembaga Langkah Awal Dari Menyatukan Potensi & Merangkul Semua. (Dokumentasi Pribadi)
Kata orang, ide bagus itu butuh waktu. Namun, ternyata, ide bagus juga bisa lahir dari waktu yang mepet. Persiapan peringatan Hari Kesiapsiagaan di UMJ ini bisa dibilang mirip tugas kelompok yang baru dikerjakan H-3 presentasi.
Semua pengurus organisasi yang niatnya tinggi, tetapi waktunya minim. Jadwal kuliah padat, kegiatan lembaga tumpang tindih, dan satu-satunya yang longgar cuma semangat.
Namun, justru dari kekacauan itu, semua jadi efisien. Pertemuan singkat tapi padat. Pembagian tugas dibikin cepat. Bahkan, produksi video pun dikebut dari skrip, pengambilan gambar, sampai editing. Tidak pakai sewa studio, hanya memakai ruangan seadanya serta baterai kamera yang tertinggal lupa untuk dibawa.
Namun hasilnya? Jauh dari kata asal-asalan. Video kampanye “Kesiapsiagaan adalah Tanggung Jawab Bersama” berhasil dirilis. Ada suara kentongan.
Ada wajah-wajah perwakilan organisasi kampus. Ada pesan yang disampaikan dengan gaya sederhana tapi dijamin akan teringat terus di kepala.
Bikin Simulasi, Bikin Kompak, dan Bikin Ngakak
Para Mahasiswa Dari Berbagai Bidang Sedang Melakukan Simulasi Aksi & Evakuasi Dalam Memperingati Hari Kesiapsiangan Bencana. (Dokumentasi Pribadi)
Selain video, kegiatan HKB juga diisi dengan simulasi evakuasi. Sekilas mirip kegiatan pramuka. Namun, lebih serius, dan tentu saja, lebih riuh.
Para mahasiswa dari lintas fakultas hingga program studi dari Agroteknologi, Kesehatan, Sosial, Administrasi hingga Keorganisasian ikut ambil bagian.
Ada yang menjadi korban luka-luka, ada yang sok panik, ada juga yang terlalu menikmati peran jadi pemandu evakuasi, sampai lupa jalur keluar hingga dibantu dengan navigasi.
Namun, justru di situ lucunya dan di situ juga kekuatannya. Simulasi ini bukan sekadar latihan, tetapi jadi ajang mempererat antarorganisasi. Yang tadinya tidak pernah mengobrol, jadi saling tukar nomor. Yang tadinya cuma tahu nama, sekarang bisa bercanda soal “luka palsu” di dahi.
Semua tertawa, tapi juga belajar. Karena ternyata, meski di kampus, risiko bencana itu nyata. Dari kebakaran kecil sampai gempa besar, semua bisa terjadi. Ketika itu datang, bukan IPK yang menyelamatkan, tapi kesiapan kita.
Pemuda Indonesia, Garda Terdepan dalam Mewujudkan Mitigasi Bencana
Salah satu kekuatan utama dari kegiatan ini adalah kolaborasinya. Tidak hanya melibatkan mahasiswa kesehatan, tapi juga dari pertanian, sosial, keorganisasian, hingga Ortom seperti Hizbul Wathan dan STACIA. Semua hadir, semua berkontribusi.
Forum ini jadi titik awal lahirnya ekosistem kampus siaga. Dalam pertemuan singkat itu, semua sepakat untuk tidak berhenti di HKB. Akan ada pelatihan lanjutan, simulasi rutin, hingga rencana jangka panjang untuk menyisipkan prinsip kesiapsiagaan ke dalam budaya organisasi kampus.
Dari Sejarah Kentungan yang menjadi Simbol
Setiap 26 April, ada suara kentongan yang menggema di penjuru negeri. Bukan karena maling, tetapi karena peringatan. Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) lahir sebagai inisiatif Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejak tahun 2017.
Tanggal 26 April dipilih karena bertepatan dengan momen disahkannya Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Landasan hukum yang mengubah pendekatan kita dari respon panik ke siaga aktif.
Tujuan HKB sederhana tapi krusial menyebarkan budaya sadar risiko. Supaya warga sipil, mahasiswa, bahkan tukang parkir pun paham harus lari ke mana saat sirine berbunyi. Dari simulasi evakuasi sampai edukasi media sosial, semua digencarkan.
Dan soal kentongan? Itu simbol yang dipilih karena tidak pernah lowbat dan tidak perlu sinyal. Sebuah suara lokal yang tetap lantang, bahkan ketika dunia terlalu sibuk.
Kami Memang Belum Sempurna, Tapi Sedang Menuju ke Sana
Gerakan Kampus Tangguh Bencana di UMJ bukan lahir dari proyek besar. Meski masih awal dan belum sempurna, kegiatan ini nantinya akan membuka ruang kolaborasi lintas organisasi mahasiswa untuk saling menguatkan dalam menghadapi risiko bencana.
Dalam video ini ditampilkan pembunyian kentongan pada pukul 10 pagi, mengikuti instruksi simbolik dari BNPB sebagai bagian dari peringatan nasional Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB).
Video berdurasi singkat ini menampilkan representasi berbagai organisasi di UMJ yang bersatu membawa pesan. Kesiapsiagaan adalah tanggung jawab bersama. Langkah kecil ini diharapkan terus bergulir menjadi gerakan yang lebih besar. Karena kesadaran bersama adalah fondasi paling awal dari ketangguhan yang sebenarnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News