Halo Kawan GNFI! Siapa yang tidak mengenal Makassar? Sebuah kota yang dijuluki sebagai gerbangnya Indonesia Timur. Bukannya tanpa alasan, nyatanya sebutan itu dibangun di atas proses sejarah yang panjang.
Makassar adalah pusat dari salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia, yaitu Kerajaan Gowa-Tallo. Kerajaan ini menghubungkan jalur perdagangan rempah yang melibatkan pedagang dari luar negeri, termasuk VOC.
Kemampuan Kerajaan Gowa-Tallo dalam memanfaatkan lokasi yang strategis, mampu membawanya menguasai beberapa wilayah di luar Sulawesi, termasuk Ternate dan Sumbawa.
Dalam proses perluasan wilayah tersebut, Kerajaan Gowa-Tallo juga perlu menghadapi tantangan monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC, dan berakhir pada berbagai konflik pertarungan antara keduanya.
Lalu, bagaimana kerajaan yang menaungi sebagian besar Indonesia Timur ini tumbuh dan berkembang?
Kerajaan Gowa Tallo: Kesultanan Islam Penguasa Maritim di Sulsel
Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo: Dari Pelabuhan Niaga hingga Perlawanan terhadap VOC
Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang bergabung dan membentuk Kerajaan Gowa-Tallo yang berbasis di Makassar. Dilansir dari Jurnal Pemikiran Kesejarahan dan Pendidikan Sejarah tahun 2021, Kerajaan ini mulai berkembang saat Raja Gowa ke-9, Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tumapa'risi Kallonna, naik takhta.
Salah satu perubahan besar yang dilakukan adalah mengubah fungsi pelabuhan yang awalnya sebagai persinggahan menjadi pelabuhan berbasis niaga. Mengingat lokasi Makassar yang strategis bagi kapal-kapal dagang yang hendak mencari rempah-rempah di Indonesia Timur.
Pelabuhan ini makin ramai, seiring Portugis menguasai pelabuhan niaga di Malaka pada tahun 1511. Sebagian besar pedagang memilih untuk singgah di Makassar. Selain itu, pada masa beliau, benteng pertahanan Kerajaan Gowa-Tallo mulai dibangun di sepanjang pesisir pantai Makassar.
Seiring masuknya Islam ke Nusantara, Kerajaan Gowa-Tallo resmi berubah menjadi kesultanan pada abad ke-17. Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin, menjadi Raja pertama yang menganut islam, diikuti dengan para petinggi kerajaan dan masyarakatnya. Hal ini menandai perubahan keyakinan masyarakat Sulawesi yang sebelumnya adalah animisme.
Tak berhenti di situ, Sultan Alauddin menyebarkan agama Islam ke beberapa kerajaan lainnya, termasuk Kerajaan Tellumpoccoe (Bone, Soppeng, dan Wajo).
Kerajaan Gowa-Tallo mencapai puncak kekuasaan ketika Raja Gowa ke-16, yaitu Sultan Hasanuddin, memegang takhta dan berhasil memperluas kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo hingga ke luar Sulawesi.
Selain itu, di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Gowa-Tallo mampu melakukan perlawanan atas monopoli perdagangan yang dilakukan VOC. Dengan kemampuan pertahanannya yang apik, Sultan Hasanuddin mampu mengalahkan VOC dan mempertahankan kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo.
Yuk, Ziarah ke Makam-Makam Raja Tallo dan Gowa
Siapa Tokoh-Tokoh yang Terkenal dari Kerajaan Islam Gowa-Tallo?
1. Sultan Alauddin I (1593-1639 M)
Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin I, merupakan salah satu raja Gowa yang membawa perubahan signifikan. Mulai dari aspek politik, ekonomi, hingga perihal kebudayaan dan agama yang berubah seiring masuknya islam di Sulawesi.
Kakek dari Sultan Hasanuddin ini memeluk islam dan menjadikannya sebagai agama resmi Kerajaan Gowa-Tallo. Hal ini disebabkan karena keterbukaan Sultan Alauddin terhadap pengetahuan dan budaya luar, sehingga Islam dapat diterima dengan baik di tengah-tengah Kerajaan Gowa-Tallo.
Tidak hanya di Kerajaannya, Sultan Alauddin juga memiliki ambisi untuk menyebarkan agama Islam ke beberapa kerajaan di Sulawesi. Salah satu penaklukannya yang terkenal adalah Kerajaan Tellumpoccoe, yaitu Bone, Soppeng, dan Wajo. Prosesnya yang pelik, mendorong kerajaan-kerajaan tersebut untuk menolak dan mengobarkan peperangan kepada Kerajaan Gowa-Tallo.
Namun, dengan kekuatan yang besar dan taktiknya yang strategis, Sultan Alauddin mampu menundukkan tiga kerajaan tersebut dan menandai kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo terhadap kerajaan-kerajaan bugis di Sulawesi.
2. Sultan Malikussaid (1639-1653 M)
I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape atau Sultan Malikussaid melanjutkan perjuangan Sultan Alauddin dalam memperluas wilayah politik dan pengaruh Kerajaan Gowa-Tallo.
Menurut Buku Ayam Jantan dari Timur terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Sultan Malikussaid dikenal sebagai raja yang bijak dan berani, serta penuh tata krama. Selain itu, beliau dijuluki sebagai raja yang memanusiakan rakyatnya karena mampu berbaur tanpa membeda-bedakan antara para petinggi dan masyarakat.
Selain itu, kepandaiannya dalam bergaul telah terlihat sejak muda, saat beliau menjadi pedagang dan aktif berdiplomasi dengan orang-orang dari kebudayaan yang berbeda. Keterampilan ini membawanya pada berbagai kerja sama, tidak hanya lokal, tetapi juga internasional.
Beberapa sahabat Sultan Malikussaid antara lain, Gubernur Spanyol di Manila, Raja Muda Portugis di Goa India, Presiden di Keling (India), Saudagar di Masulipatan (India). Juga dengan Raja Inggris, Portugal, Spanyol, dan berteman dekat dengan Mufti di Mekkah.
Selain itu, perjuangan Kerajaan Gowa-Tallo untuk tidak tunduk di bawah pengaruh VOC masih terus berjalan di bawah kekuasaan Sultan Malikussaid. Atas kegigihan dan strategi pertahanannya mampu membawa Kerajaan Gowa-Tallo tetap bertahan dengan dominasi perdagangannya.
Sultan Hasanuddin, Perjuangan Raja Gowa dan Pahlawan dari Makassar Sulsel
3. Sultan Hasanuddin (1653-1669 M)
Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo tidak akan terlepas dari sosok Raja Gowa ke-16, yaitu I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe atau lebih dikenal sebagai Sultan Hasanuddin.
Sultan Hasanuddin memiliki kegigihan yang tiada tara sebagai hasil didikan dari ayahnya, Sultan Malikussaid. Sejak kecil, Sultan Hasanuddin terbiasa melihat perundingan politik, berdiplomasi, dan berteman dengan beragam orang, termasuk dengan putra-putra Raja Bone yang menjadi tawanan perang.
Saat usianya masih 20 tahun, Sultan Hasanuddin telah diberi kepercayaan untuk mewakili ayahnya dalam pertemuan dengan beberapa kerajaan yang bersahabat dengan Gowa-Tallo, dengan misi mempersatukan Nusantara. Di usia 21 tahun, Sultan Hasanuddin telah dipercayai untuk menyusun taktik perang melawan Belanda.
Hal ini yang membentuk Sultan Hasanuddin menjadi raja paling tangguh yang pernah dimiliki Kerajaan Gowa-Tallo, terlebih dalam perlawanan terhadap VOC. Tekniknya melawan Belanda adalah menggabungkan kekuasaan dari kerajaan-kerajaan di Indonesia Timur agar dapat menghimpun kekuatan dalam melawan penjajah.
Walaupun berhasil mempertahankan dominasi dalam jangka waktu yang panjang, Belanda mampu mengalahkan Kerajaan Gowa-Tallo setelah Benteng Somba Opu yang merupakan pusat kerajaan jatuh di tangan Belanda.
Namun, Sultan Hasanuddin tetap memegang teguh spiritnya untuk tidak tunduk pada penjajah. Alhasil, beliau memilih mundur dari jabatannya dan menepi. Setelahnya, Kerajaan Gowa-Tallo mulai kehilangan taringnya di bawah penundukan Belanda.
Dengan demikian, tokoh-tokoh yang terkenal dari Kerajaan Islam Gowa-Tallo. Dari kisah ini, Kawan bisa mengambil pelajaran betapa besarnya pengaruh Kerajaan Gowa-Tallo terhadap kebudayaan masyarakat di Indonesia Timur, khususnya Sulawesi Selatan. Selamat menyelami sejarah dan meminum inti sari kehidupannya!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News