Hari Buku Sedunia atau World Book Day merupakan agenda tahunan yang diperingati setiap tanggal 23 April. Peringatan ini juga dikenal dengan nama lain, yaitu Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia serta Hari Buku Internasional.
Membicaran terkait buku tentu tidak lepas dari penulis atau orang di balik terciptanya buku itu sendiri.
Tanpa adanya penulis, maka buku itu sendiri tidak akan pernah ada. Oleh karena itu, yuk, berkenalan dengan beberapa penulis muda Indonesia yang menghidupi dunia kepenulisan dan sastra Indonesia.
Tentang Hari Buku Sedunia
Sebelum mengenal penulisnya, perlu diketahui apa itu Hari Buku Sedunia. Dilansir dari Amazing K, Hari Buku Sedunia adalah upaya mengajak dan mendorong agar anak-anak dapat menemukan kesenangan dari kebiasaan membaca serta bentuk penyebaran terkait pentingnya literasi di dalam kehidupan.
UNESCO menetapkan tanggal 23 April sebagai hari peringatan karena banyak peristiwa penting, seperti kematian atau kelahiran seorang penulis terkenal, di tanggal tersebut.
Setelah mengetahui bahwa Hari Buku Sedunia erat kaitannya dengan profesi penulis, mari berkenalan dengan penulis-penulis muda Indonesia yang telah menghidupi dunia kepenulisan dan sastra Indonesia.
1. Faisal Oddang
Faisal Oddang lahir di Wajo, Sulawesi Selatan pada 18 September 1994. Ia memiliki hobi membaca sejak kecil dengan buku bacaannya seperti buku Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Kasih Tak Sampai karya Tulis Sutan Sati.
Ayahnya juga senang mengajak Oddang untuk mendengarkan sandiwara di radio seperti Saur Sepuh dan Tutur Tinular yang ikut turut andil menumbuhkan hobi membaca dan minat menulisnya.
Pria lulusan Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin ini telah menorehkan banyak prestasi, seperti Cerpen Terbaik Kompas tahun 2014, ASEAN Young Writers Award 2014, dan finalis Kusala Sastra Khatulistiwa 2018.
Rekomendasi Jenis Buku Fiksi Thriller untuk Mengisi Hari Libur
2. Okky Madasari
Okky Puspa Madasari lahir di Magetan, Jawa Timur pada 30 Oktober 1984 dan merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Ayahnya merupakan seorang pegawai negeri, sedangkan ibunya merupakan ibu rumah tangga yang aktif berkegiatan organisasi sosial di lingkungannya. Okky merupakan seorang wartawan hukum sebelum akhirnya tahun 2009 menjadi seorang penulis.
Okky Madasari merupakan penulis termuda yang pernah mendapatkan penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa di usianya yang ke-28 dengan novel berjudul Maryam. Tahun 2017 Okky juga mendapatkan Honorary Fellow in Writing serta dinobatkan sebagai salah satu 'Kartini Masa Kini' oleh detik.com.
3. Bernard Batubara
Bernard Batubara merupakan pria kelahiran Pontianak, 9 Juli 1989 yang memiliki hobi menulis sejak kecil. Latar belakang pendidikan tingginya di teknik informatika tidak memadamkan semangat Bara, panggilan akrabnya, untuk berkarya.
Bara mengakui bahwa ia awalnya tidak mengerti apa-apa terhadap dunia kepenulisan dan terus berlatih menulis dengan bergabung komunitas daring terkait kepenulisan, dilansir dari Viva.co.id.
Hal itu menunjukkan bahwa siapa pun bisa menjadi penulis, termasuk Kawan GNFI, tentu dibersamai dengan ketekunan untuk terus menulis. Beberapa karya dari Bernard Batubara, yaitu Radio Galau FM (2011) dan Kata Hati (2012) yang keduanya berhasil diadaptasi menjadi film.
4. Intan Paramaditha
Nah, penulis satu ini erat dengan genre tulisannya yang perpaduan antara horor, budaya, dan gender. Perempuan kelahiran Bandung, 15 November 1979 ini terkenal dengan sederet karyanya berjudul Sihir Perempuan (2005), Gentayangan: Pilih Sendiri Petualangan Sepatu Merahmu (2017),Malam Seribu Jahanam (2023).
Ia memiliki sederet prestasi, seperti 5 besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2005 dan karya sastra prosa terbaik TEMPO 2017.
Peringati Hari Buku Sedunia, Ini 7 Tips untuk Meningkatkan Minat Baca di Era Digital
Karya-karyanya telah diterjemahkan ke luar negeri sehingga semakin membanggakan kualitas karya sastra Indonesia. Selain menjadi penulis, Intan juga seorang pengajar Kajian Media dan Film di Macquarie University, Sydney.
5. Dewi Lestari
Penulis ini pasti paling tidak pernah Kawan GNFI dengar salah satu karyanya, yaitu Perahu Kertas (2009) yang digandrungi adaptasi filmnya oleh para remaja. Dewi Lestari Simangunsong, atau akrab dengan nama pena Dee Lestari, lahir di Bandung pada 20 Januari 1976. Penulis yang juga aktif di seni musik ini memiliki perjalanan panjang sebelum karyanya dikenal seperti sekarang.
Dee telah menekuni hobi menulisnya sejak ia duduk di bangku sekolah dengan terus berusaha mengikuti lomba atau mengirimkan karyanya ke media. Kegagalan yang ia alami tidak mematahkan semangatnya hingga karyanya berjudul Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (2001) laris terjual 17 ribu dalam kurun waktu 2 minggu, dilansir dari blog pribadinya.
Setelah itu, karya-karyanya yang telah ia tulis sejak dulu satu persatu semakin melambungkan nama Dee Lestari sebagai penulis berbakat di dunia kepenulisan.
Bagaimana Kawan GNFI? Membanggakan sekali bukan, penulis-penulis muda dari Indonesia yang kita punya ini?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News