Tegal sebelum terkenal sebagai daerah penghasil warung makan di daerah Indonesia pernah dijuluki sebagai Jepang-nyq Indonesia. Hal ini karena menjamur industri logam di kota tersebut.
Dimuat dari laman resmi Desa Talang, Masyarakat Tegal dikenal memiliki kemampuan di bidang industri logam. Hal ini memang tidak lepas dari peran pemerintah kolonial Belanda dan Jepang saat itu.
Pada awal abad 20, pemerintah kolonial membutuhkan pasokan suku cadang untuk pabrik gula, perkapalan, kereta api dan juga tekstil. Karena itu di tahun 1918, dibangunlah Pabrik Logam NV Barat yang sekarang menjadi PT. Barata, dan NV Nrunger/PT. Dwika (PT. Dwika sekarang sudah tutup).
Industri logam yang tadinya dibangun untuk memasok suku cadang dan peralatan kemudian berubah setelah masa penjajahan Jepang. Karena pabrik ini dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan peralatan perang bagi tentara Jepang.
Hal itu dikarenakan pada tahun 1940-an, masa penjajahan Belanda di Indonesia berakhir dan digantikan oleh Jepang. Sehingga Belanda harus angkat kaki dari wilayah Tegal.
Dipekerjakan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, orang-orang pribumi banyak dipekerjakan di perusahaan-perusahaan logam yang memproduksi senjata, mesin-mesin di pabrik gula, komponen kereta api, komponen kapal, dan lain-lain.
Sistem kerja paksa yang dilakukan oleh tentara Jepang ini ternyata tak sepenuhnya berpengaruh buruk. Hal ini karena masyarakat Tegal mendapatkan keterampilan, belajar kedisiplinan, dan ketelitian.
Berkat keterampilan yang dimiliki, banyak pekerja yang memilih keluar dari pabrik untuk mendirikan bengkel mereka sendiri, yang sederhana dan sesuai dengan keahlian masing-masing.
Bengkel-bengkel ini lalu tersebar di beberapa kecamatan Tegal, pusatnya ada di Kecamatan Adiwerna dan Talang. Sekarang, daerah-daerah tersebut dikenal sebagai sentra atau pusat industri logam di Kabupaten Tegal.
Kembalikan kejayaan
Pada tahun 1982, bisa dikatakan sebagai masa kejayaan industri logam di Kabupaten Tegal. Pada masa ini, industri logam di Tegal sudah bisa memenuhi kebutuhan di berbagai sektor.
Saat itu juga diresmikan LIK Takaru yang sekilas mirip dengan perusahaan Jepang. Padahal LIK Takaru atau Lingkungan Industri Kecil Talang Cempaka Baru adalah sentra Industri logam Tegal yang sudah ada sejak Indonesia belum merdeka.
Tetapi saat ini, julukan Tegal sebagai kota industri logam mulai terancam. Hal ini tidak lepas dari era globalisasi dengan kebijakan perdagangan bebas dalam dua tahun belakangan.
Ketua Kelompok Usaha Bersama Logam Tegal, Sukamto (50) mengakui, terpuruknya industri logam di Tegal akibat kurang bergairahnya perekonomian global. Selain itu, banyak beredarnya hasil-hasil industri dari luar negeri yang membanjiri pasar domestik membuat produk lokal pun tak mampu bersaing juga jadi faktor lain.
"Bukannya tidak mampu bersaing karena teknologi hasil produksi logamnya, tapi industri lokal di sini tidak mampu mengikuti harga hasil industri dari luar negeri. Ya meskipun kualitas bahan di sini lebih bagus, tapi kalau barang dari luar itu harganya lebih murah dari pada harga lokal," ucap Sukamto belum lama ini.
Karena itu, dirinya berharap adanya dukungan dari pemerintah kepada industri logam di Tegal. Sehingga bisa kembali mencapai kejayaan pada era 80-an.
"Harapannya pemerintah berikan solusi atau ya dicarikan investor yang bisa bantu mengembangkan industri logam lokal. Karena sejak setahun belakangan ini kami order hanya sesuai permintaan dan pesanan saja. Karena nggak berani nyetok dulu yang berisiko rugi," dia menambahkan.
Sumber:
- Asal-usul Tegal Dijuluki Sebagai Jepangnya Indonesia
- Tak Sekedar Istilah, Ternyata Begini Alasan Tegal Dijuluki Jepangnya Indonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News