Lutung Sentarum (Presbytis chrysomelas cruciger) adalah salah satu subspesies lutung endemik yang hanya ditemukan di Pulau Kalimantan, khususnya di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat.
Primata ini termasuk dalam keluarga Cercopithecidae dan merupakan bagian dari kelompok lutung berwarna hitam.
Lutung Sentarum memiliki peran penting dalam ekosistem hutan sebagai penyebar biji dan penjaga keseimbangan alam. Namun, populasinya semakin terancam akibat deforestasi dan perburuan liar.
Ciri Fisik Lutung Sentarum
Lutung Sentarum memiliki ciri fisik yang khas. Tubuhnya ditutupi bulu berwarna hitam pekat, dengan bagian wajah yang berwarna abu-abu gelap. Sementara bulu di bagian kepala dan kakinya, berwarna oranye.
Bulu di sekitar kepala dan bahu kadang terlihat lebih panjang, menyerupai surai. Ekornya panjang, biasanya lebih panjang dari tubuhnya, dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan saat bergerak di antara pepohonan.
Lutung ini memiliki mata yang besar dan bulat, yang membantu mereka melihat dengan baik di lingkungan hutan yang gelap. Ukuran tubuhnya relatif kecil dibandingkan primata lain, dengan panjang tubuh sekitar 50-60 cm dan berat antara 5-7 kg.
Penemuan Lutung Sentarum
Lutung Sentarum pertama kali dideskripsikan secara ilmiah pada awal abad ke-20. Penemuan ini dilakukan oleh para peneliti yang menjelajahi hutan Kalimantan, khususnya di kawasan Danau Sentarum.
Kawasan ini dikenal sebagai salah satu daerah dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Lutung Sentarum ditemukan hidup di hutan rawa gambut dan hutan dataran rendah, yang menjadi habitat utama mereka.
Penelitian lebih lanjut tentang primata ini terus dilakukan untuk memahami perilaku, ekologi, dan status konservasinya.
Baca juga Lutung Simpai, Surili Endemik Sumatra dan Kehidupannya di Alam Liar
Makanan dan Habitat Lutung Sentarum
Lutung Sentarum adalah hewan herbivora yang makanan utamanya terdiri dari daun muda, buah-buahan, bunga, dan biji-bijian. Mereka memiliki sistem pencernaan yang khusus untuk memproses daun yang berserat tinggi.
Primata ini menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon, bergerak dengan lincah dari satu dahan ke dahan lainnya.
Habitat utama Lutung Sentarum adalah hutan rawa gambut dan hutan dataran rendah di sekitar Danau Sentarum. Mereka hidup dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5-15 individu, dengan satu jantan dominan sebagai pemimpin kelompok.
Perbedaan dengan Lutung Lain
Lutung Sentarum memiliki beberapa perbedaan mencolok dibandingkan subspesies lutung lainnya. Warna bulu yang hitam pekat, oranye, dan abu-abu di bagian muka, serta panjang ekor yang melebihi tubuhnya adalah ciri khas yang membedakannya dari lutung lain seperti Lutung Jawa (Trachypithecus auratus).
Selain itu, Lutung Sentarum memiliki adaptasi khusus untuk hidup di hutan rawa gambut, yang tidak dimiliki oleh subspesies lutung lainnya. Perilaku sosialnya juga unik, dengan pola komunikasi yang kompleks melalui suara dan gerakan tubuh.
Lutung Sentarum Terancam Punah
Lutung Sentarum termasuk dalam kategori terancam punah (Endangered) menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN). Ancaman utama terhadap populasi mereka adalah deforestasi, perburuan liar, dan fragmentasi habitat.
Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum, yang menjadi habitat utama mereka, juga menghadapi tekanan dari aktivitas manusia seperti pembalakan liar dan konversi lahan untuk perkebunan. Upaya konservasi yang dilakukan meliputi perlindungan habitat, penegakan hukum terhadap perburuan, dan program edukasi untuk masyarakat lokal.
Baca juga Menjaga Kelestarian Lutung Budeng, Satwa Endemik Indonesia yang Terancam Punah
Referensi
- Nijman, V., & Meijaard, E. (2008). "Conservation of the Bornean Langur (Presbytis chrysomelas) in Danau Sentarum National Park, West Kalimantan, Indonesia." Primate Conservation, 23, 1-8.
- IUCN Red List of Threatened Species. (2023). "Presbytis chrysomelas." Diakses dari (https://www.iucnredlist.org).
- Bennett, E. L., & Gombek, F. (1993). "The Ecology and Conservation of the Proboscis Monkey and Other Primates in Danau Sentarum National Park, Indonesia." Borneo Research Bulletin, 24, 45-52.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News