Bekantan (Nasalis larvatus) adalah primata endemik yang menjadi kebanggaan Indonesia, khususnya Kalimantan. Dikenal dengan hidung panjang khasnya, bekantan menjadi ikon yang melekat dengan identitas Banjarmasin dan bahkan dijadikan maskot berbagai acara dan tempat wisata.
Namun, di tengah maraknya pembangunan, termasuk proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), bagaimana nasib populasi bekantan ke depan?
Bekantan sebagai Ikon Banjarmasin
Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan, menjadikan bekantan sebagai lambang kota. Patung raksasa bekantan yang berada di tepian Sungai Martapura menjadi daya tarik wisata dan simbol kepedulian terhadap fauna lokal.
Hewan ini erat kaitannya dengan ekosistem lahan basah, terutama hutan mangrove dan hutan rawa, yang banyak ditemukan di daerah Kalimantan Selatan. Sayangnya, urbanisasi yang terus berkembang menekan habitat alami bekantan, membuat mereka semakin terancam.
Maskot Dunia Fantasi (Dufan) dan Hari Pers Nasional
Selain sebagai ikon Banjarmasin, bekantan juga diangkat menjadi maskot Dunia Fantasi (Dufan), salah satu taman hiburan terbesar di Indonesia. Karakter ini dikenal dengan nama "Dufan" dan telah menjadi bagian dari hiburan anak-anak sejak taman ini berdiri pada 1985. Keberadaannya di Dunia Fantasi tidak hanya sebagai daya tarik wisata, tetapi juga sebagai bentuk edukasi tentang pentingnya pelestarian satwa endemik.
Bekantan juga memiliki peran penting dalam dunia jurnalistik Indonesia. Hewan ini diangkat menjadi maskot Hari Pers Nasional, yang diselenggarakan setiap 9 Februari. Pemilihan bekantan sebagai simbol pers mencerminkan sifatnya yang ekspresif dan berkomunikasi aktif dalam kelompoknya, seperti halnya pers yang menjadi sarana komunikasi dalam masyarakat.
Populasi Bekantan di Tengah Pembangunan IKN
Pembangunan IKN di Kalimantan Timur membawa tantangan besar bagi ekosistem alami, termasuk habitat bekantan. Hutan-hutan yang selama ini menjadi tempat tinggal mereka kini terancam oleh deforestasi dan alih fungsi lahan.
Hal ini memunculkan kekhawatiran akan nasib bekantan di kawasan ini. Bahkan bekantan saat ini berstatus terancam punah (Endangered) menurut IUCN, akibat perusakan habitat dan perburuan liar.
Beberapa langkah konservasi telah dilakukan, termasuk pemantauan dan perlindungan habitat yang masih tersisa. Beberapa pihak mengusulkan pemindahan bekantan ke lokasi yang lebih aman, seperti Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah atau Suaka Margasatwa Pulau Kaget di Kalimantan Selatan sebagai wilayah konservasi alami bekantan, ada juga Taman Safari Indonesia (TWA Sultan Adam), sebagai salah satu lokasi untuk edukasi dan pelestarian bekantan. Namun, pemindahan bukanlah solusi mudah karena bekantan memiliki ikatan kuat dengan habitat aslinya.
Asli Indonesia atau Banyak Ditemukan di Negara Lain?
Bekantan merupakan primata endemik Kalimantan, tetapi tidak hanya ditemukan di wilayah Indonesia. Mereka juga tersebar di bagian Kalimantan yang termasuk wilayah Malaysia dan Brunei Darussalam. Namun, populasi terbesar berada di Indonesia, terutama di kawasan konservasi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
Di Malaysia dan Brunei, populasi bekantan relatif lebih kecil dan cenderung lebih terlindungi karena luasnya kawasan konservasi. Di Indonesia, meskipun ada berbagai upaya perlindungan, ancaman seperti deforestasi dan perburuan liar masih menjadi masalah besar. Oleh karena itu, perhatian serius terhadap keberlangsungan hidup bekantan sangat diperlukan.
Bekantan bukan sekadar primata biasa, tetapi juga simbol budaya dan ekologi yang sangat penting bagi Indonesia. Sebagai ikon Banjarmasin, maskot Dufan, dan lambang Hari Pers Nasional, keberadaannya memiliki nilai yang lebih dari sekadar satwa liar.
Di tengah pembangunan IKN dan ekspansi manusia ke wilayah habitatnya, upaya konservasi menjadi krusial agar bekantan tetap lestari. Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga konservasi, diharapkan primata unik ini tetap bisa hidup berdampingan dengan perkembangan zaman.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News