Beberapa tahun silam, saya menghadiri pertemuan pimpinan Universitas Airlangga Surabaya di Banyuwangi. Saat itu, saya mendapatkan informasi (saya lupa siapa yang memberi informasi) bahwa di Kabupaten Banyuwangi ada peraturan yang mengharuskan semua bangunan baru menampilkan arsitektur tradisional Osing, suku mayoritas di kabupaten ini. Arsitektur tradisional Osing merupakan salah satu cermin kebudayaan Osing yang berkaitan dengan adat istiadat yang telah dianut secara turun-temurun oleh penduduk asli Banyuwangi. Unsur rumah tradisional Osing memiliki karakteristik tertentu yang meliputi tipologi bangunan, struktur ruang, organisasi ruang, ornamen, prasarana, dan sarana.
Perlu diketahui, Suku Osing diyakini berasal dari keturunan Kerajaan Blambangan yang berada di wilayah Banyuwangi pada masa lalu. Bahasa Osing, sebagai dialek dari Bahasa Jawa, memiliki beberapa variasi kosakata dan aksen yang membedakannya. Bahasa ini masih aktif digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh komunitas Suku Osing. Pewaris kultural Blambangan masa lalu dan pembentuk identitas Kabupaten Banyuwangi saat ini adalah Suku Osing. Layaknya suku-suku lainnya, Suku Osing memiliki warisan budaya dan keunikannya sendiri.
Informasi yang saya dapatkan di atas terbukti benar adanya. Setelah kami rombongan dari Surabaya masuk ke salah satu hotel ternama di Banyuwangi, terlihat bangunan berarsitektur Osing di pintu masuk hotel yang luas itu. Media juga melaporkan bahwa ornamen khas Rumah Adat Osing, bersanding dengan simbol batik Gajah Oling dan ditambah sentuhan material modern, dapat dilihat di Stasiun Kota Banyuwangi.
Ternyata, di Banyuwangi terdapat Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2009 tentang Arsitektur Osing yang ditetapkan pada 25 Februari 2009 dan ditandatangani oleh Bupati H. Abdullah Azwar Anas. Dalam Pasal 2 peraturan ini disebutkan bahwa maksud Peraturan Bupati ini adalah untuk menumbuhkan kecintaan serta upaya melestarikan arsitektur Osing pada bangunan gedung di kabupaten. Selain itu, peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap budaya Osing sebagai budaya asli kabupaten serta menjamin kepastian hukum bagi penerapan arsitektur Osing pada bangunan gedung di Kabupaten Banyuwangi.
Peraturan ini mensyaratkan bahwa bangunan berarsitektur Osing harus dapat menampilkan unsur rumah tradisional Osing yang selaras, seimbang, dan terpadu dengan lingkungan setempat dengan memperhatikan bentuk dan karakteristik yang menambah nilai estetika pada bangunan. Unsur rumah tradisional Osing bisa berupa penerapan seluruh atau sebagian karakteristik rumah tradisional Osing, yang dapat diterapkan pada bangunan utama, prasarana, maupun sarana bangunan.
Arsitektur bangunan yang khas suatu daerah atau wilayah memang dapat kita temui di mana-mana, misalnya bangunan khas di negara Cina, Jepang, Afrika, Timur Tengah, dan sebagainya. Di negeri kita juga banyak ditemukan arsitektur bangunan yang khas budaya lokal, misalnya rumah Joglo di Jawa, rumah panggung di Pulau Sumatra, Sulawesi, dan lain-lain. Namun, nampaknya Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah yang memiliki peraturan daerah yang mensyaratkan semua arsitektur bangunan di kabupaten ini harus menampilkan budaya lokal Osing.
Ada baiknya daerah-daerah lain di Nusantara yang kaya akan budaya lokalnya mengadopsi peraturan seperti yang diterapkan di Kabupaten Banyuwangi agar keagungan budaya lokal dapat dilestarikan.
Pelestarian budaya lokal di Nusantara sebaiknya tidak hanya sebatas imbauan dalam pidato-pidato, tetapi harus dituangkan dalam sebuah peraturan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News