Jawa Barat adalah salah satu daerah yang kaya akan cerita rakyat. Setiap sudut wilayahnya memiliki ceritanya tersendiri yang diwariskan secara turun temurun yang kemudian menjadi ciri khas unik bagi masyarakat setempat. Legenda-legenda yang ada di Jawa Barat memiliki genre yang beragam, mulai dari kisah mistis hingga kisah romantis.
Salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki legenda menarik adalah Pangandaran. Tak hanya dikenal dengan keindahan pantai dan wisata alamnya, Pangandaran juga memiliki legenda yang cukup tersohor yang mengisahkan sang putri cantik dan pemberani yaitu Dewi Rengganis.
Legenda Dewi Rengganis
Mengutip artikel dari Jurnal Artefak milik Kuswandi dan Dwi Novi, legenda ini bermula pada abad ke-16 di Ujung Pananjung, Pangandaran. Di tempat ini berdiri satu kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Raden Anggalarang dengan permaisurinya yaitu Dewi Siti Samboja atau yang dikenal dengan nama Dewi Rengganis. Mereka juga dibantu oleh seorang patih bernama Aria Kidang Pananjung.
Raden Anggalarang mendirikan Kerajaan di Ujung Pananjung atas kehendak sendiri dengan meminta kepada ayahnya, Prabu Haur Kuning, yang pada saat itu jadi pemimpin kerajaan di daerah Galuh. Namun, ayahnya meragukan kehendak Raden Anggalarang dan mengatakan bahwa kerajaan yang didirikannya tidak akan bertahan lama.
Singkat cerita, Kerajaan Pananjung pun akhirnya berdiri dengan kehidupan rakyatnya yang maju dan makmur khususnya bidang perikanan laut dan pertanian karena menterinya, Aria Sapi Gumarang, sangat menguasai bidang tersebut. Namun, tampaknya perkataan ayah Raden Anggalarang benar. Tidak lama kemudian, para Bajo datang menyerang Kerajaan Pananjung secara diam-diam. Patih Kidang Pananjung dilumpuhkan sehingga Kerajaan pun diporak porandakan. Raden Anggalarang merasa kalah dan akhirnya pergi ke suatu tempat yang sekarang disebut sebagai Babakan.
Keberadaan sang raja di Babakan tercium oleh para Bajo. Mereka kemudian mengejar ke Babakan untuk memburu sang Raja. Untungnya, Raden Anggalarang berhasil kabur bersama wadia rombongannya menuju ke arah Barat yang sekarang disebut Cikembulan. Dari Cikembulan berangkat lagi menyusuri pantai dan melihat situasi dari Batu Hiu.
Usaha Raden Anggalarang dan rombongannya kabur dari para Bajo terus dilakukan dengan berpindah dari satu tempat ke tempat lain hingga akhirnya para Bajo berhasil menyusul dan terjadilah peperangan di tempat yang disebut Pasir Eurih. Dalam peperangan tersebut Raden Anggalarang kalah dan mayatnya diarak oleh para Bajo.
Meski tak lagi didampingi sang suami, Dewi Rengganis tetap melanjutkan perjalanannya dengan ditemani oleh mama lengser. Akhirnya mereka tiba di sungai Citanduy, tempat sang Dewi bertemu dengan Jajaka tukang rakit yang bisa menyeberangkan orang-orang di jalan itu. Jajaka tersebut kemudian membantu Dewi Rengganis menyeberangi sungai. Namun, betapa malangnya nasib sang Jajaka, keesokan harinya ketika Dewi Rengganis sampai di sebuah anak sungai Citanduy, ia menemukan mayat sang Jajaka tukang rakit yang menyebrangkan Dewi Rengganis dan mama lengser. Tempat menemukan mayat itu disebut Patimuan.
Baca Juga: Legenda Putri Mambang Linau dari Riau, Kisah Bidadari yang Turun dari Kahyangan
Dewi Rengganis meneruskan perjalanannya lagi menuju arah selatan dan sampai di pegunungan Tunggilis. Sang Dewi menangis karena kelelahan dan merasa sengsara. Ia pun menyepi dan bertapa. Ketika itu, ia mendengar suara tanpa wujud yang mengatakan bahwa untuk menyelamatkan dirinya, maka ia harus menyamar dan membuat rombongan seni doger (ketuk tilu). Mendengar hal tersebut, ia pun akhirnya mengajak pemuda setempat membentuk rombongan seni doger yang mana ia berperan sebagai Waranggana (ronggeng). Sejak inilah nama aslinya, Dewi Siti Samboja, berubah menjadi Dewi Rengganis.
Dewi Rengganis Pencetus Kesenian Ronggeng Gunung
Setiap malam mereka mengadakan pertunjukan seni doger (ronggeng gunung) dari satu tempat ketempat lainya. Sedangkan pada siang hari tetap bersembunyi menghindari para Bajo.
Sementara itu, setelah mendengar Kerajaan anaknya diporak porandakan, Prabu Haur Kuning mengutus seorang kepercayaannya yaitu Raden Sawung Galing untuk membantu putranya menyelamatkan diri. Dalam pencariannya, Raden Sawung Galing sempat melihat pertunjukan kesenian yang belum pernah dilihatnya yaitu Ronggeng Gunung. Ia pun curiga kepada mama lengser yang saat itu jadi ketua rombongan karena perilakunya yang lucu dan suka melawak. Akhirnya setelah mencari tahu, kecurigaan Raden Sawung Galing pun terbukti bahwa mereka memang rombongan Permaisuri Raja yang sedang menyamar.
Setelah Raden Sawung Galing memberitahukan bahwa dirinya adalah utusan dari Raja Galuh Pangauban, mama lengser mulai menceritakan kejadian yang dialami sampai terbunuhnya Raden Anggalarang hingga rombongannya menyamar menjadi Ronggeng Gunung. Akhirnya Raden Sawung Galing pun menggabungkan diri dengan rombongan seni tersebut.
Setelah lama hidup bersama, Raden Sawung Galing mempersunting Dewi Rengganis. Walaupun Dewi Rengganis telah menikah dengan Raden Sawung Galing, rombongan seni mereka tidak bubar malah terus mengadakan hiburan tiap malamnya bersama para pemuda yang ada di pegunungan itu.
Baca Juga: Tari Ronggeng Blantek, Tarian Kreasi Dari Betawi
Selain menyamar sebagai rombongan seni, Dewi Rengganis juga menyamar sebagai petani. Ia bercocok tanam bersama dengan masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan seninya, Dewi Rengganis dan mama lengser pun menyusun jalannya pertunjukan beserta lagu-lagunya yang disesuaikan dengan keadaan biografi Dewi Rengganis semenjak berangkat dari Kerajaan Pananjung Pangandaran. Pada saat itu, kegiatan cocok tanamnya berpindah-pindah yang akhirnya sampai di daerah Bagolo sekarang.
Di tempat itu, rombongan mama lengser bercocok tanam dan pada malam harinya tetap menampilkan hiburan seni yang disebut Mamarung. Susunan jalannya pertunjukan itu merupakan kesiapsiagaan melawan musuh-musuh yang mungkin akan masuk dan memboyong sang Waranggana (Ronggeng).
Begitulah legenda bagaimana Dewi Rengganis akhirnya mencetuskan kesenian bernama Ronggeng Gunung. Asal mula kesenian Ronggeng Gunung juga diperkuat dengan ditemukannya bukti Arkeologis pada 1997 berupa reruntuhan candi di Kampung Sukawening, Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Pangandaran. Masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan Candi Ronggeng, karena di lokasi Candi ditemukan Arca Nandi dan Batu berbentuk Kenong, Goong kecil serta dipercaya mempunyai kaitan erat dengan kesenian Ronggeng Gunung.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News