Dusun Sambeng, Desa Gondang, Kecamatan Kebonarum, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, menjadi saksi bisu kemeriahan pentas seni wayang kulit pada tanggal 14 Februari 2025. Acara yang dimulai pukul 20.00 WIB ini berhasil memukau ratusan warga dan tamu undangan yang hadir.
Pagelaran wayang kulit ini menampilkan dalang ternama, Ki Anom Sutiyo, yang piawai memainkan karakter-karakter wayang dengan iringan gamelan yang khas. Lakon yang dibawakan oleh Ki Anom Sutiyo malam itu adalah Baratayuda, yang mengisahkan perang besar antara Pandawa dan Korawa.
Hadir dalam acara tersebut Kepala Desa Gondang, beserta perangkat desa, Babinsa, Babinkamtibmas, serta tamu undangan lainnya. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan terhadap pelestarian seni dan budaya tradisional di tingkat desa.
Kepala Desa Gondang, Susanta, S.Pd, dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini. Beliau berharap kegiatan ini dapat menjadi agenda rutin sebagai upaya melestarikan kesenian wayang kulit sekaligus menjadi hiburan bagi masyarakat.
"Kami sangat bangga dengan antusiasme warga terhadap acara ini. Semoga kegiatan ini dapat terus berlanjut dan menjadi agenda rutin di desa kita," ujar Susanta.
Salah satu warga Dusun Sambeng, Sarti, mengaku sangat terhibur dengan pertunjukan wayang kulit tersebut. "Saya sangat senang bisa menonton wayang kulit lagi. Sudah lama saya tidak melihat pertunjukan seperti ini," katanya.
Pentas seni wayang kulit ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi antar warga dan sebagai upaya untuk mempererat tali persaudaraan. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi wadah untuk memperkenalkan kesenian wayang kulit kepada generasi muda.
Dengan suksesnya acara ini, diharapkan kesenian wayang kulit dapat terus berkembang dan diminati oleh masyarakat, khususnya generasi muda.
Ringkasan Alur Lakon Baratayuda
Lakon Baratayuda mengisahkan perang besar antara Pandawa dan Korawa, dua kelompok saudara sepupu yang memperebutkan takhta Kerajaan Hastinapura. Pandawa, yang terdiri dari lima bersaudara (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa), adalah putra dari Raja Pandu.
Sementara itu, Korawa, yang berjumlah seratus bersaudara, adalah putra dari Raja Dretarastra.
Konflik bermula ketika Korawa, yang dipimpin oleh Duryudana, merasa iri dan dengki terhadap Pandawa. Mereka berusaha untuk menyingkirkan Pandawa dengan berbagai cara, termasuk melalui permainan dadu yang curang. Akibatnya, Pandawa harus terusir dari kerajaan dan hidup dalam pengasingan selama 13 tahun.
Setelah masa pengasingan berakhir, Pandawa menuntut hak mereka atas takhta Hastinapura. Namun, Korawa menolak untuk menyerahkan kekuasaan. Hal ini memicu perang besar yang dikenal sebagai Baratayuda.
Kedua belah pihak mencari dukungan dari kerajaan-kerajaan lain. Pandawa bersekutu dengan Kerajaan Dwarawati yang dipimpin oleh Prabu Kresna, sementara Korawa didukung oleh Kerajaan Angga yang dipimpin oleh Adipati Karna.
Perang Baratayuda berlangsung selama 18 hari di medan Kurusetra. Pertempuran sengit terjadi antara kedua belah pihak. Banyak ksatria yang gugur di medan perang, termasuk tokoh-tokoh penting seperti Bisma, Drona, Karna, dan Gatotkaca.
Setiap hari pertempuran memiliki episodenya sendiri, dengan berbagai strategi dan taktik yang digunakan oleh kedua belah pihak. Pandawa, dengan bantuan dari Prabu Kresna, berhasil mengungguli Korawa dalam beberapa kesempatan.
Setelah melalui pertempuran yang panjang dan melelahkan, Pandawa akhirnya keluar sebagai pemenang. Korawa hampir seluruhnya tewas dalam perang tersebut. Yudistira kemudian dinobatkan sebagai raja Hastinapura yang baru.
Meskipun menang, Pandawa merasa sedih dan menyesal atas banyaknya nyawa yang hilang akibat perang saudara tersebut. Mereka menyadari bahwa perang hanya membawa penderitaan dan kehancuran.
Kisah Baratayuda mengajarkan tentang pentingnya keadilan, kebenaran, dan persatuan. Selain itu, kisah ini juga menggambarkan akibat buruk dari keserakahan, iri hati, dan dendam.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News