Di tengah menjamurnya restoran kekinian dengan menu beragam, masih ada restoran legendaris yang eksis hingga sekarang. Beberapa restoran tertua di Indonesia ini bahkan ada yang dijadikan cagar budaya daerah setempat. Apa saja deretan restoran tertua di Indonesia? Yuk, simak artikel berikut!
1. Toko Oen
Restoran yang berlokasi di Jalan Pemuda Semarang ini awalnya dibangun di Yogyakarta pada tahun 1910. Pemilik Toko Oen kemudian membuka cabang di kota lain seperti Jakarta, Semarang, dan Malang.
Sayangnya, cabang di Jakarta terpaksa ditutup dan cabang di Semarang akhirnya digabung dengan Yogyakarta. Sementara, cabang di Malang yang beroperasi hingga saat ini diakui sudah bukan di bawah kepemilikan Toko Oen Semarang.
Awalnya, restoran ini hanya menjual kue kering dan es krim. Seiring berjalannya waktu, hidangan perpaduan Belanda, Tionghoa, dan Indonesia mulai dimasukkan ke dalam menu. Uniknya, selain menggunakan resep yang sama sejak awal berdiri, nama-nama hidangan yang ada juga masih menggunakan istilah Belanda.
Braga Permai, Restoran Jadul Bernuansa Eropa Klasik di Bandung
2. Braga Permai
Dari namanya, Kawan GNFI pasti sudah bisa menebak lokasi restoran ini. Awalnya restoran yang dibangun pada tahun 1918 ini berada di Jalan Lembong dengan nama Moison Bogerijen. Baru pada tahun 1923 restoran berpindah ke Jalan Braga untuk menampung jumlah tamu yang lebih banyak.
Nama restoran pun beralih menjadi Braga Permai pada tahun 1960-an karena pada saat itu Soekarno melarang penamaan menggunakan istilah barat. Sama seperti Toko Oen, restoran ini juga masih mempertahankan menunya dari dulu. Restoran yang memiliki ciri khas meja dengan payung merah di bagian depan ini ditetapkan menjadi cagar budaya sejak tahun 2018.
3. Wong Fu Kie
Sesuai namanya, restoran yang berada di kawasan Glodok Jakarta ini menjual hidangan khas Hakka. Wong Fu Kie sudah eksis sejak tahun 1925 dan nama restoran diambil dari pemilik awalnya.
Sekarang, restoran yang eksis hingga sekarang ini dijalankan oleh generasi ketiga. Menu dengan citarasa bawang putih khas Hakka yang disajikan juga masih sama dari awal berdiri.
4. Graha Es Krim Zangrandi
Restoran es krim asal Surabaya ini awalnya bernama Ijspaleisje Tutti Frutti dan didirikan sejak tahun 1930 oleh orang Italia yang mencari peruntungan di Hindia Belanda, Roberto Zangrandi.
Resep es krim yang masih eksis hingga sekarang merupakan kreasi istri Roberto. Sayangnya, gejolak politik membuat Roberto harus kembali ke negara asalnya.
Restoran ini akhirnya diserahkan pada sahabat Roberto, Andi Tanumulia yang mengubah namanya menjadi Graha Es krim Zangrandi. Varian es krim yang dijual juga bertambah dari 4 macam menjadi 11 macam.
Uniknya, es krim Zangrandi terkenal tidak menggunakan pengawet dalam proses pembuatannya. Sama seperti Braga Permai, Zangrandi juga ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tahun 2009.
Es Krim Ragusa : Es Krim Iconic Kota Jakarta
5. Ragusa Es Italia
Sama seperti Zangrandi, Ragusa juga didirikan oleh dua bersaudara asli Italia yang belajar menjahit di Jakarta pada tahun 1930-an. Seiring berjalannya waktu, restoran ini dijalankan bersama tiga orang saudara yang lain dan satu orang teman dari sekolah menjahit.
Awalnya, restoran ini buka di Bandung dan setahun sekali di Pasar Gambir atau sekarang lebih dikenal dengan Pekan Raya Jakarta. Karena banyaknya peminat, restoran ini akhirnya pindah ke Jakarta pada tahun 1947.
Setelah masa kemerdekaan tepatnya tahun 1970-an, penjualan mulai menurun dan lima bersaudara ini kembali ke Italia. Kepemilikan Ragusa kemudian dialihkan ke salah satu pegawainya.
Ciri khas es krim yang eksis hingga sekarang ini juga tidak menggunakan pengawet. Hanya ada 7 jenis rasa dan beberapa kombinasi lain yang ditawarkan dari dulu hingga sekarang.
6. Kikugawa
Restoran Jepang tertua di Indonesia ini mulai dibuka sejak tahun 1969 di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Kikugawa didirikan oleh mantan tentara Jepang dan istrinya yang asli Indonesia.
Menu-menu otentik Jepang yang disajikan tidak hanya menarik pengunjung dari Jepang, tetapi juga masyarakat lokal. Hal ini juga yang menyebabkan bahan utama babi dikeluarkan dari menu sejak tahun 2000-an.
Keontetikan rasa yang tidak pernah berubah sejak awal berdiri menjadi alasan utama deretan restoran di atas bisa eksis hingga sekarang. Hal ini juga membuat restoran-restoran tersebut bisa memiliki pelanggan lintas generasi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News