Terletak di ketinggian 1.200 mdpl di kaki Gunung Lawu, Magetan, Telaga Sarangan memiliki luas 30 hektar, dengan kedalaman yang mencapai 28 meter. Telaga ini menawarkan panorama memukau dengan air jernih kebiruan dikelilingi pegunungan hijau. Karena pemandangan alamnya yang indah, telaga ini sering disandingkan dengan Danau Geneva di Swiss.
Namun, di balik pesonanya, Telaga Sarangan tidak terlepas dari cerita rakyat setempat. Meskipun terbentuk secara alami, konon, terbentuknya Telaga Sarangan erat kaitannya dengan legenda Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Legenda ini begitu terkenal di masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Lawu.
Pesona Indah Telaga Sarangan, Kabupaten Magetan
Kyai dan Nyai Pasir yang Menginginkan Keturunan
Di masa lalu, di tengah hutan belantara Gunung Lawu. Di sana, hiduplah Kyai Pasir dan Nyai Pasir, pasangan yang harmonis namun diliputi duka karena belum dikaruniai anak. Tahun berganti tahun, doa mereka seakan tak terjawab. Hingga suatu hari, mereka memutuskan nglaku (bertapa) di tengah hutan, memohon pada Sang Hyang Widhi.
Usaha itu tak sia-sia. Para dewa akhirnya mengabulkan permohonan mereka. Kemudian, lahirlah Joko Lelung, anak laki-laki yang membawa kebahagiaan. Untuk menghidupi keluarga, Kyai dan Nyai Pasir bekerja keras melakukan kegiatan bercocok tanam di lereng gunung, berburu, dan mengumpulkan kayu. Tapi, siapa sangka, kehidupan sederhana ini akan berubah drastis karena sebuah telur misterius.
Menemukan Sebuah Telur
Suatu hari, saat mencari kayu untuk membangun rumah, Kyai Pasir dan Nyai Pasir menemukan telur berukuran besar di semak belukar. Karena lapar, mereka pun memasaknya. Tapi, setelah memakannya, tubuh keduanya tiba-tiba terasa terbakar. Kulit mereka gatal-gatal bagai ditusuk ratusan jarum. Dalam kepanikan, mereka berlari ke kubangan air dekat rumah dan menceburkan diri.
Di situlah keajaiban terjadi. Tubuh Kyai dan Nyai Pasir berubah menjadi sepasang naga bersisik emas dan perak. Mereka berenang mengitari kubangan, dan setiap putarannya membuat air semakin meluas. Kubangan itu pun menjelma menjadi telaga yang kini kita kenal sebagai Sarangan.
Sementara itu, anak mereka yang bernama Joko Lelung, kebingungan karena orang tuanya tak kunjung pulang ke rumah. Ia berusaha untuk mencari keberadaan mereka, tapi hasilnya nihil.
Agar tidak khawatir, malam itu melalui mimpi, Kyai dan Nyai Pasir memberi pesan kepada Joko Lelung untuk tidak mencari lagi keberadaan ayah dan ibunya. Karena Ki Pasir dan Nyi Pasir sudah kembali ke alam baka.
Selain itu, mereka berpesan untuk merawat sebuah telaga sebagai warisan. Sejak itu, masyarakat percaya roh kedua naga Kyai dan Nyai Pasir masih menjaga Telaga Sarangan.
Penyebutan Telaga Pasir
Telaga Sarangan sering disebut sebagai Telaga Pasir. Nama ini diambil karena mengacu pada nama tokoh dari cerita legenda Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Seperti yang disebutkan dalam legenda, Kyai dan Nyai Pasir adalah tokoh utama dalam cerita asal usul Telaga Sarangan.
Mereka adalah pasangan suami istri yang pada akhirnya berubah menjadi naga besar yang mendiami telaga tersebut. Nama "Pasir" ini menjadi salah satu nama alternatif dari Telaga Sarangan sebagai penghormatan dan pengingat akan kisah legendaris ini.
Ayo Berkunjung ke Gunung Lawu di Jawa Timur!
Legenda ini mengisahkan bahwa Kyai dan Nyai Pasir akhirnya berubah menjadi naga besar yang mendiami Telaga Sarangan. Cerita ini tidak hanya menambah daya tarik sejarah Telaga Sarangan, tetapi juga mencerminkan keindahan dan keajaiban alam yang ada di sekitar telaga. Bisa dikatakan, cerita legenda ini menjadi simbol harmonisasi antara manusia dan alam.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News