Setelah mendatangkan Patrick Kluivert sebagai pelatih baru Timnas Indonesia, yang akan dibantu Alex Pastoor dan Denny Landzaat sebagai asisten, PSSI kembali membuat kejutan. Pada Jumat (24/1) silam, PSSI resmi mendatangkan Gerald Vanenburg sebagai pelatih Timnas Indonesia U-23.
Dalam rilis resminya, PSSI menyebut, selain bertugas sebagai pelatih Timnas U-23, pelatih asal Belanda kelahiran tahun 1964 ini juga akan membantu di Timnas Indonesia U-20 dan U-17. Boleh dibilang, Vanenburg akan memegang tugas khusus sebagai asisten Patrick Kluivert di tim kelompok umur.
Kalau melihat rekam jejaknya di dunia kepelatihan, pelatih berlisensi UEFA Pro ini terbilang punya pengalaman bagus di tim usia muda. Transfermarkt mencatat, Vanenburg pernah melatih tim junior PSV Eindhoven (tahun 2000-2006) dan menjadi pelatih spesialis teknik di tim junior Ajax Amsterdam (tahun 2020-2023).
Dengan reputasi kedua klub sebagai dua tim besar dengan akademi pemain muda kelas satu di Belanda, pengalaman melatih Vanenburg di kedua klub itu bisa berguna untuk Garuda Muda. Jadi, Alex Pastoor dan Denny Landzaat bisa sepenuhnya fokus bertugas di tim senior, yang sedang berjuang di Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Di Balik Saga Pergantian Pelatih Tim Garuda
Menariknya, selain punya pengalaman melatih di tim kelompok umur PSV dan Ajax, pelatih berdarah Suriname ini juga punya rekam jejak oke sebagai pemain. Boleh dibilang, ia termasuk pemain legendaris di Belanda.
Predikat ini tak berlebihan, karena eks gelandang serang Ajax Amsterdam dan PSV Eindhoven ini meraih total 8 gelar juara Liga Eredivisie Belanda, dan 5 gelar Piala KNVB selama memperkuat kedua tim antara tahun 1980-1993. Di tim nasional, trofi Piala Eropa 1988 juga mampu diraihnya. Inilah gelar pertama (dan masih satu-satunya) Tim Oranye di level senior.
Di Ajax Amsterdam, Vanenburg dikenal sebagai pemasok bola matang bagi Marco Van Basten, dan bekerja sama dengan Frank Rijkaard di lini tengah. Menariknya, di klub ibukota Belanda ini, ia juga sempat dilatih Johan Cruyff, yang dikenal sebagai maestro "Total Football" Belanda.
Hadirnya Nuansa Modern di Area Teknis Tim Garuda
Bersama PSV, Vanenburg menjadi pilar lini tengah tim yang meraih gelar Liga Champions pertama (dan masih satu-satunya) dalam sejarah klub di musim 1987-1988. Selain Vanenburg, tim ini juga diperkuat Ronald Koeman, yang kelak menjadi pelatih Timnas Belanda.
Di tim nasional, jebolan akademi Ajax Amsterdam ini menjadi pilar lini tengah, saat meraih gelar Piala Eropa 1988. Tim yang diasuh Rinus Michels, sang penemu "Total Football" ini menjadi salah satu tim generasi spesial di Belanda, dengan Trio Milan (Ruud Gullit, Marco Van Basten, dan Frank Rijkaard) sebagai figur paling populer.
Dengan profil seperti ini, Gerald Vanenburg sekilas berpotensi menghadirkan aroma kental "Total Football" di Timnas Indonesia. Maklum, ia adalah satu dari sedikit pemain yang pernah dilatih Johan Cruyff dan Rinus Michels, dua figur dedengkot "Total Football".
Meski begitu, rekam jejak eks pemain FC Utrecht ini, baik sebagai pemain dan pelatih tim muda, justru bisa menjadi indikasi menarik. Tidak menutup kemungkinan, peran sebagai "penarik minat" pemain diaspora Indonesia (khususnya pemain tim muda) di Belanda, juga akan menjadi tugas lain yang sudah menunggu.
Kebetulan, dalam beberapa tahun terakhir, PSSI gencar mencari bakat pemain diaspora Indonesia (kebanyakan terpusat di Belanda). Meski awalnya cenderung mencari pemain untuk tim nasional senior, PSSI belakangan juga gencar mencari bakat pemain diaspora Indonesia, untuk memperkuat tim kelompok umur.
Terbukti pemain diaspora Indonesia seperti Jens Raven dan Welber Jardim dapat ditemukan. Nama-nama pemain diaspora ini masih akan bertambah, karena penelusuran terus dilakukan.
Karena itulah, keberadaan sosok seperti Gerald Vanenburg menjadi satu langkah strategis, khususnya bagi proyek pemain diaspora PSSI. Dengan progres yang terlihat di level senior, logis jika PSSI mengharapkan situasi serupa di level junior.
2024, Tahun Petualangan Tim Garuda di Level Asia
Di sisi lain, adanya pemain diaspora di Timnas Indonesia menunjukkan, ada potensi nyata yang bisa dioptimalkan, untuk membuat Tim Garuda lebih kompetitif. Meski begitu, masih ada PR besar yang menanti, berupa pembenahan sistem pembinaan pemain muda di dalam negeri.
Sejauh ini, mencari bakat pemain diaspora memang mampu menghasilkan dampak positif. Strategi ini memang bagus, dan sudah menjadi fenomena umum juga di banyak negara, tapi strategi ini akan semakin ampuh dalam menghasilkan tim nasional yang kompetitif, jika didukung sistem pembinaan pemain muda berkualitas di dalam negeri.
Semoga, PSSI memang sedang berjalan ke arah sana.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News