Tiap April, dari pesisir hingga aspal kota Pagatan di kawasan pantai ramai dikunjungi tamu-tamu dari dalam dan luar kota. Berbagai macam stan jualan berjejer mengapit jalan, panggung musik didirikan di lapangan, dan suara lagak tawa memeriahkan kerumunan. Seperti itulah suasana pesta adat Mappanre Ri Tasi’e yang dirayakan suku Bugis Kabupaten Tanah Bumbu, provinsi Kalimantan Selatan, secara turun temurun tiap tahunnya.
Pesta ini merupakan acara syukuran akbar atas hasil panen nelayan sekaligus menyambut Hari Jadi Kabupaten Tanah Bumbu pada tanggal 8 April. Biasanya, Mappanre Ri Tasi’e berlangsung sepanjang dua minggu. Selama festival berlangsung, kota Pagatan dibanjiri lautan manusia yang menjual dagangan mereka, muda-mudi yang hangout bersama teman, hingga keluarga tamasya dari luar kota.
Sebetulnya, Mappanre Ri Tasi’e itu pesta macam apa? Apa pentingnya acara ini bagi warga Tanah Bumbu? Simak tulisan ini untuk mengenal lebih lanjut salah satu festival wisata ikonik Kalimantan Selatan.
Dulunya Bernama Mappanretasi
Sebelumnya, Mappanre Ri Tasi’e disebut dengan Mappanretasi. Nama yang terdengar serupa, tetapi memiliki makna yang amat berbeda. Dalam bahasa Bugis, Mappanre Ri Tasi’e diartikan dengan “makan bersama-sama di laut”, sementara Mappanretasi berarti “memberi makan laut”.
Tradisi ini konon dipelopori oleh Arung Abdul Rahim Andi Sallo, raja Pagatan terakhir, pada sekitar abad ke-19. Beliau melarungkan sesajen ke laut sebagai persembahan untuk Sawerigading, sosok yang saat itu diyakini sebagai penguasa laut timur Nusantara.
Akan tetapi, ada juga sejarawan yang menyatakan bahwa tidak ada bukti sejarah tentang kapan tepatnya Mappanretasi pertama dilaksanakan. Ujarnya, warga setempat berkisah bahwa tradisi ini justru merupakan tradisi keluarga Muhammad Saleh alih-alih adat suku.
Ritual Mappanretasi sendiri biasanya dipimpin oleh seorang sandro (pemimpin adat) dan didampingi para dayang. Sandro menaiki kapal nelayan bersama para dayang. Sambil membawa beberapa sajen serta sepasang ayam Jantan dan betina, mereka menuju titik laut yang sudah ditentukan malam sebelumnya. Tiba di sana, mereka melakukan upacara pemotongan ayam dan pelarungan sajen seraya membaca doa selamat.
Nama Mappanretasi diubah jadi Mappan Ri Tasi’e pada tahun 2022 atas Keputusan Bupati Tanah Bumbu saat itu, HM Zairullah Azhar. Tutur beliau, istilah tersebut beserta upacaranya mengandung unsur syirik dalam agama Islam sementara mayoritas penduduk Tanah Bumbu memang Muslim. Proses ritualnya pun diganti menjadi seperti acara syukuran pada umumnya, yaitu makan-makan dan membaca doa. Namun demi menjaga adat istiadat yang sudah ada, acara makan tersebut tetap dilakukan di atas laut.
Perayaan Semua Kalangan
Walaupun Mappanre Ri Tasi’e merupakan adat suku Bugis Pagatan, acara ini disambut dan dimeriahkan oleh seluruh warga dari suku dan agama mana saja. Pesta tersebut menjadi simbol harmoni masyarakat setempat sekaligus pusat wisata yang membuka kesempatan para pelaku UMKM meramaikan jualan mereka. Bahkan, ribuan wisatawan luar Pagatan juga banyak yang ikut menghadiri asyiknya Mappanre Ri Tasi’e.
Tidak hanya itu, pemerintah Tanah Bumbu juga sering mengadakan rangkaian lomba hingga mengundang banyak artis dari ibu kota untuk membuat acara semakin meriah. Pemerintah setempat memang sangat mendukung dan menghargai budaya-budaya yang menjadi ciri khas daerah ini. Hal ini dibuktikan lebih lanjut dengan diadakannya Expo Tanah Bumbu atau pameran yang memperkenalkan produk lokal sebagai salah satu highlight acara Mappanre Ri Tasi’e. Produk-produk tersebut berupa fesyen seperti kain tenun dan pakaian adat Pagatan, suvenir, hingga kuliner atau makanan ringan setempat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News