Bagus Putra Muljadi adalah akademisi Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sosoknya menarik, karena ia lulus telat waktu dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tidak menembus angka tiga.
Namun, Bagus membuktikan nilai akademik yang kecil bukanlah tolok ukur dalam mengejar kesuksesan. Seusai mendapat gelar sarjana, ia justru lebih tekun belajar dan sanggup menyelesaikan gelar master dan doktornya di bidang mekanika terapan di National Taiwan University (NTU).
Kini Bagus menjadi asisten profesor di Departemen Teknik Lingkungan dan Kimia Universitas Nottingham, Nottingham, Inggris. Tugasnya tidak hanya mengajar, tapi juga menjembatani dosen dan peneliti Indonesia dengan instansi luar negeri.
Bagus turut terjun dalam dunia digital demi mencerahkan masyarakat Indonesia. Lewat tayangan YouTube-nya, ia beserta rekan-rekannya membuat segmen Chronicles di mana sejumlah tokoh pemikir diundang dan mengajak penonton melakukan diskursus bersama.
Tiga Tokoh
Saat ditemui Good News From Indonesia, Bagus ditanya tiga tokoh yang ingin ia ajak diskusi. Pertama ia menyebut Sir Roger Penrose.
Siapa sih Sir Roger Penrose itu?
Tokoh asal kelahiran Inggris tersebut adalah fisikawan dan profesor dari Universitas Oxford yang pernah meraih Penghargaan Nobel Fisika pada 2020. Usia Roger Penrose sendiri saat ini sudah 94 tahun, sehingga Bagus berharap bisa mengundangnya sebelum sang ilmuwan ternama itu meninggal dunia.
“Sir Roger Penrose is a rather famous physicist. Kelihatannya punya insight yang sangat luar biasa terhadap consciousness,” kata Bagus kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Kedua, Bagus menyebut nama Lee Kuan Yew di mana ia ingin melihat cara pandang sosok tersebut saat membangun Singapura. Sayang, mimpi itu tidak bisa ia wujudkan karena tokoh pembangunan Singapura itu sudah wafat pada 2015 lalu.
“Saya melihat Singapura itu mikrokosmos Indonesia dari segi diversitas dan Indonesia adalah mikrokosmos dunia sebenarnya. Dan saya ingin bertanya tentang apa yang bisa dilakukan Singapura untuk membuat diversitas mereka menjadi kekuatan yang bisa saya upscale dalam konteks Indonesia,” ucap Bagus.
Ketiga, Bagus tidak menyebut nama secara spesifik, tapi yang jelas tokoh itu harus dari Indonesia dengan wawasan ke-Indonesia-an yang kental.
“Orang yang mengerti tentang Indonesia lebih bagus dari saya. Saya ingin bicara dengan orang yang mengerti apa filosofi di balik keris, filosofi di balik subak di Bali, atau di balik kain ulos atau batik, seperti itu. Karena saya mau tahu, saya ini siapa?” terang Bagus.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News