Sejak zaman kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, Indonesia merupakan negara yang menganut nonblok atau politik bebas aktif.
Menurut Penjelasan Atas Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri, definisi “bebas aktif” adalah politik luar negeri yang hakikatnya bukan politik netral. Namun, politik luar negeri yang bebas menentukan sikap terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri pada satu kekuatan blok dunia.
Sejarah Indonesia menganut politik bebas aktif dilatarbelakangi oleh semangat perjuangan para pahlawan nasional dalam melawan kolonialisme Belanda. Politik Indonesia tersebut sejalan dengan politik negara-negara blok timur yang menentang kolonialisme dan imperialisme.
Pada tahun 1945-1947, Andrew Gromyko selaku Pemimpin Uni Soviet menentang keras terhadap Belanda yang mau tetap menjajah bumi Nusantara di PBB.
Kemudian, Mesir juga menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara de jure pada tanggal 22 Maret 1946 di mana pada saat itu Mesir dipimpin oleh Presiden Gamal Abdel Nasser yang pemikiran politiknya lebih condong ke blok timur.
Sambut Keanggotaan Resminya di BRICS, Ini Deretan Ambisi Indonesia
Selanjutnya diikuti oleh Uni Soviet atau sekarang disebut Rusia mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto pada tahun 1948. Pada tanggal 3 Februari 1950 menjadi tonggak pertama secara de jure dalam hubungan diplomatik antara Indonesia dan negara besar blok timur (Uni Soviet atau Rusia).
Selama Presiden Ir. Soekarno memimpin Indonesia, hubungan Uni Soviet dan Indonesia sangat erat. Uni Soviet memberikan banyak bantuan terhadap Indonesia termasuk pembebasan Papua dari kolonialisme Belanda dan pembangunan infrastruktur (proyek mercusuar).
Proyek mercusuar di Indonesia yang dibangun dengan bantuan Pemerintah Uni Soviet termasuk Masjid Istiqlal, Monas, Hotel Indonesia, Stadion Gelora Bung Karno, Waduk Jatiluhur, Bandara Internasional Juanda, Industri Baja Krakatau Steel, dan lain-lain.
Hubungan diplomatik dengan Uni Soviet membawa dampak positif yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 1963, pertumbuhan ekonomi Indonesia -2,25%, lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat tajam hingga 12% hingga tahun 1969.
Sebagai amanah politik bebas aktif yang dianut oleh Indonesia dan Konferensi Asia Afrika, Indonesia beserta 4 negara mendirikan organisasi internasional yaitu Gerakan Non Blok pada tanggal 1 September 1961 di Kota Beogard, Yugoslavia. Empat negara pendiri Gerakan Non Blok terdiri dari Ghana, Mesir, India, dan Yugoslavia.
Seiring semangatnya negara bekas jajahan dalam melawan imperialisme, Gerakan Non Blok semakin berkembang anggotanya menjadi 25 anggota negara tetap termasuk Afghanistan, Arab Saudi, Myanmar, Kuba, Kongo, Aljazair, Sri Lanka, Kamboja, Ethiopia, Cyprus, Guinea, Irak, Maroko, Nepal, Sudan, Somalia, Tunisia, Republik Persatuan Arab, dan Yaman. Adapun, tiga negara yang hadir sebagai pengamat, yaitu Bolivia, Brazil, dan Ekuador.
Tujuan didirikan Gerakan Non Blok lebih fokus kepada penghormatan terhadap kedaulatan antar negara dan perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, rasisme, apartheid, dan pelucutan senjata.
5 Keuntungan Indonesia Bergabung BRICS
Dulu, penjajahan lebih mengarah kepada ancaman dan/atau serangan senjata api atau senjata tajam antar negara serta antar manusia dengan maksud menguasau teritorial tertentu. Namun, sekarang penjajahan lebih mengarah kepada ekonomi yang paling dominan.
Pada tahun 2009, BRICS didirikan oleh negara Brazil, Rusia, India, dan Afrika Selatan. Alasan BRICS didirikan dilatarbelakangi oleh ketidakadilan kerja sama khususnya bidang ekonomi dari organisasi internasional yang terlalu didominasi oleh blok barat sehingga negara berkembang cenderung tidak memiliki dampak positif yang signifikan.
Indonesia Jadi Mitra BRICS Per Januari 2025, Apa Bedanya dengan Anggota Tetap?
Seiring perkembangan organisasi tersebut, anggota negara tetap semakin berkembang. Salah satu negara yang baru bergabung BRICS pada tahun 2025 adalah Indonesia. Indonesia baru saja menjadi anggota tetap BRICS secara resmi.
Adapun, lima keuntungan Indonesia bergabung BRICS, antara lain sebagai berikut:
Pertama, kemudahan akses investasi dari Rusia dan China dalam membangun infrastruktur di Indonesia sehingga hal tersebut mampu meningkatkan devisa negara Indonesia.
Kedua, memangkas utang Indonesia terhadap luar negeri agar tidak bergantung terhadap Dollar AS sebagaimana tujuan BRICS.
Ketiga, percepatan kerja sama strategis antara Rusia dan China terhadap Indonesia di bidang luar angkasa dan energi terbarukan nuklir yang sempat tertunda dalam rangka meningkatkan kualitas keterampilan sumber daya manusia di Indonesia.
Keempat, ekonomi Indonesia berpeluang meningkat hingga lebih dari 7%. Sebab, menurut ahli ekonom, salah satu syarat menjadi negara maju yaitu ekonomi suatu negara minimal 7,5%.
Kelima, mewujudkan perdagangan bebas dan perdamaian dunia.
Dengan demikian, kondisi politik luar negeri Indonesia saat ini bukan berarti mengambil sikap ekstrem ke negara-negara blok timur. Namun, politik luar negeri Indonesia tetap bebas aktif, tetapi menentukan sikap lebih condong ke BRICS alias negara-negara blok timur sebagaimana Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Sebab, Indonesia masih menjalin kerja sama internasional dengan baik terhadap negara-negara barat salah satunya Prancis di bidang pendidikan, militer, dan fashion.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News