nelayan lamakera berburu paus biru di ujung timur pulau solor - News | Good News From Indonesia 2024

Nelayan Lamakera Berburu Paus Biru di Ujung Timur Pulau Solor

Nelayan Lamakera Berburu Paus Biru di Ujung Timur Pulau Solor
images info

Lamakera merupakan sebuah perkampungan yang berada di pesisir ujung timur Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dahulu, masyarakatnya hanya bergantung kepada laut karena tiadanya perkebunan.

Berabad-abad lamanya, masyarakat Lamakera dan daerah di sekitarnya berburu berbagai macam hewan besar di lautan, mulai dari paus biru, pesut, ikan hiu, lumba-lumba, hingga pari manta. Namun, setelah larangan dan hukum baru diberlakukan, perburuan tersebut sudah tidak lagi dilanjutkan.

Menurut Seacology, perburuan pari manta di Lamakera adalah salah satu yang terbesar. Sebagai ikan yang bermigrasi, sekitar sepertiga tangkapan pari manta di seluruh dunia berasal dari Lamakera.

Selain ikan pari manta, Lamakera juga dikenal sebagai dengan masyarakat nelayan yang berburu paus biru. Mereka memiliki nelayan yang terkenal sangat tangguh sejak dahulu kala, bahkan sejarawan asal Portugis dan Belanda memberi gelar sebagai nelayan ulung penantang badai. Penangkapan paus telah berlangsung sejak zaman dahulu, bahkan sebelum 1225 Masehi.

Paus biru diyakini merupkan hewan terbesar di dunia yang masih hidup hingga saat ini. Panjangnya bisa mencapai lebih dari 30 meter dengan berat 130 ton atau lebih.

Orang-orang Lamakera biasanya berburu paus pada bulan April-Mei atau September-Oktober. Pada bulan-bulan tersebut, paus seringkali menampakkan diri di perairan selatan Pulau Solor dan Laut Sawu. Lebih baik lagi jika terlihat awan halus seperti perut ikan paus yang putih, itulah waktu yang dianggap paling tepat untuk berburu.

Nelayan Lamakera hanya menangkan dua paus biru dalam setahun. Bagi masyarakat Lamakera, perburuan ikan paus bukanlah untuk tujuan industri, biasanya paus ditangkap untuk kemudian dikonsumsi.

Di seberang Selat Lamakera, terdapat pulau Lembata di mana penghuni desanya, masyarakat Lamalera, juga berburu di Laut Sawu. Masyarakat Lamalera lebih dikenal dengan perburuan paus sperma yang lebih kecil jika dibandingkan tangkapan paus biru masyarakat Lamakera.

Berbeda dengan masyarakat Lamalera dan daerah Flores pada umumnya, masyarakat Lamakera merupakan daerah dengan penduduk mayoritas muslim.

Berburu dengan Tombak Tempuling

Mengutip dari VOA-Islam, cara tradisional penangkapan ikan paus ini disebut dengan Kotoklema. Kotoklema merupakan bahasa Lamakoholot, kotok berarti kepala dan kelema artinya melekung ke dalam. Kotoklema berarti kepala yang melengkung ke dalam.

Memburu ikan paus bukanlah hal mudah. Perburuan menggunakan peledang (perahu) yang dilengkapi dengan alat tikam serupa tombak yang disebut dengan tempuling. Kemudian ditambahkan pula bambu sepanjang 4 meter dan tali panjang dikaitkan kepada mata tombak.

Dalam satu peledang biasanya memiliki 7 kru dan satu orang juru tikam yang disebut balafaing. Juru tikam ini memiliki keahlian khusus dan memegang peranan utama untuk menikam paus. Bahkan, di masa lalu, perburuan paus hanya membutuhkan dua orang.

Laut Sawu, Perlintasan Mamalia Laut Langka

Melansir Mongabay, perairan Laut Sawu merupakan sebaran keragaman aneka ragam hayati spesies sangat tinggi. Disebutkan, bahwa perairan iniĀ termasuk kepada habitat krisis yang menjadi perlintasan 21 jenis ordo Cetacea, termasuk di antaranya dua jenis spesies laut langka, yakni paus biru dan paus sperma.

Selain itu, Laut Sawu juga habitat penting bagi duyung, pari manta, dan penyu. Laut ini juga jalur utama pelayaran di Indonesia. Wilayah ini juga dianggap sebagai instrumen penting dalam mengatasi perubahan iklim, ketahanan pangan, dan pengelolaan laut dalam.

Kini aktivitas berburu paus dan aneka hewan laut yang dilindungi telah berhenti total sejak tahun 2000-an. Para penombak juga beralih pekerjaan dengan menangkap ikan laut yang lebih bergizi dan umum untuk dijual dan dikonsumsi.

Pemerintah telah melarang tegas penangkapan hewan yang dilindungi. Mamalia laut dianggap berperan penting dalam ekosistem biota laut. Penjual insang pari manta juga ditangkap sehingga nelayan berhenti berburu hewan-hewan yang dilindungi tersebut.

Perlindungan mamalia laut telah diatur dalam UU no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP 7 Tahun 1999 mengenai Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Tercantum bahwa menurut Pasal 21 ayat (2), perdagangan satwa dilindungi merupakan tindakan kriminal dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.