Bagus Putra Muljadi adalah akademisi Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sosoknya menarik, karena ia lulus telat waktu dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tidak menembus angka tiga.
Namun, Bagus membuktikan nilai akademik yang kecil bukanlah tolok ukur dalam mengejar kesuksesan. Seusai mendapat gelar sarjana, ia justru lebih tekun belajar dan sanggup menyelesaikan gelar master dan doktornya di bidang mekanika terapan di National Taiwan University (NTU).
Kini Bagus menjadi asisten profesor di Departemen Teknik Lingkungan dan Kimia Universitas Nottingham, Nottingham, Inggris. Tugasnya tidak hanya mengajar, tapi juga menjembatani dosen dan peneliti Indonesia dengan instansi luar negeri.
Bagus yang kini berpredikat akademisi jempolan dalam beberapa tahun terakhir memberi perhatian penuh terhadap dunia pendidikan nasional. Ia pun berharap agar Indonesia kembali ke maruahnya sebagai penyedia laboratorium bagi peneliti dari berbagai penjuru dunia.
Laboratorium Dunia
Indonesia menyimpan fakta menyedihkan dalam sektor edukasi dan riset. Dalam ranking yang dibuat Brand Finance, Indonesia tercatat sebagai negara terendah keterkenalannya dalam sektor tersebut.
Menurut Bagus, alasan inilah yang membuat Indonesia belum memiliki citra positif di mata peneliti dunia. Para akademisi asing belum melihat Indonesia sebagai kolaborator yang baik untuk menggelar penelitian. Padahal, sejak dulu Indonesia sudah menjadi laboratorium dunia karena banyak objek untuk diteliti.
Dalam bidang vulkanologi misalnya. Indonesia yang termasuk dalam kawasan Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) dulunya menjadi perhatian naturalis yang datang dan membuat banyak karya literatur setelah proses pengamatan. Bagus pun meyakini, ilmu bumi dikenal pertama kali di Indonesia.
“Kalau di bidang saya, di ilmu bumi, setidaknya dari abad ke-19 itu ada 7.000 literatur yang membahas tentang geologi Indonesia. Pertama kali orang tahu tentang ilmu bumi itu dari Indonesia,” ucap Bagus kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Bagus menuturkan, proses penelitian terhadap kajian bumi saat itu berhubungan dengan tradisi sajen di tanah Jawa. Beberapa sesajenan yang ditempatkan masyarakat menjadi penanda ada kegiatan tektonik di tempat tersebut.
“Kita bicara tentang data saintifik ya. Seperti data sampel batu-batuan grafimeter di tempat-tempat yang ada sesajennya, karena di tempat-tempat yang ada sesajen itu ada kegiatan tektonik yang masyarakat sudah tahu dari dahulu kala,” ucap Bagus.
Hal tersebut bisa menjadi kebanggaan Indonesia karena pernah menyediakan lapangan studi alam bagi peneliti luar negeri. Namun, jika fokus terhadap kesimpulan ranking yang telah disebutkan, Bagus menyayangkan peneliti internasional tidak memandang Indonesia sebagai partner edukasi dan riset.
“Sangat disayangkan kalau sekarang faktanya adalah ilmuwan luar negeri tidak menganggap orang Indonesia sebagai partner. Padahal, di lepas pantai Pulau Dompu di Sumbawa, di Pulau Satonde misalnya, di situ ada ancient microbes yang 6 juta tahun yang lalu sudah punah dan orang luar negeri datang ke situ tidak berkolaborasi dengan peneliti Indonesia,” kata Bagus lagi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News