Benteng Rotterdam dikenal juga sebagai Benteng Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang. Benteng ini didirikan oleh Kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1545. Benteng yang memiliki nilai Sejarah tinggi ini terletak di Bulo Gading, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Fort Rotterdam adalah kebanggaan Kota Makassar. Mari, kita telusuri sejarah kisah Benteng ini sebagai saksi bisu kejayaan Gowa-Tallo sekaligus pertahanan Kota Makassar.
Kota Makassar di Masa Lampau
Kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan merupakan kerajaan maritim terbesar di Nusantara dengan kekuatan militer yang kuat, memiliki Benteng Ujung Pandang sebagai pusat pertahanan dan simbol kekuatan militer kerajaan. Selain itu, Makassar, ibu kota kerajaan, menjadi pusat jalur perdagangan rempah rempah.
Masyarakat Gowa-Tallo terdiri dari berbagai lapisan sosial termasuk bangsawan, pedagang dan petani. Kerajaan ini juga dikenal dengan sistem Bate Salapang atau Sembilan Bendera, yang berarti Sembilan komunitas dengan masing-masing peran dan tanggung jawab.
Pada awal abad ke-16, Kerajaan Gowa-Tallo menerima dan mengadopsi Islam sebagai agama resmi kerajaan. Dengan demikian sistem kerajaan berganti menjadi kesultanan.
Kesultanan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaannya di masa kepemimpinan Sultan Hassanuddin (1653–1669), yang terkenal dengan julukan Ayam Jantan dari timur.
Pembangunan dan Kepemilikan Awal
Benteng Rotterdam awalnya dibangun di tahun 1545 dengan nama Benteng Ujung Pandang. Raja Gowa X bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng Ulaweng membangun benteng untuk memperkuat pertahanan Kerajaan Gowa-Tallo dari ancaman eksternal. Selain itu, benteng juga berfungsi sebagai pusat adminstrasi dan kontrol perdagangan maritim kerajaan.
Benteng dibangun dekat pantai dengan bentuk seekor penyu. Hal ini sesuai dengan filosofi kerajaan Gowa pada saat itu karena penyu dapat hidup di laut maupun darat. Di mana mengandung arti bahwa kerajaan Gowa berjaya di darat dan di laut. Oleh karena itu, penduduk Makassar menyebutnya benteng panyyua (penyu).
Benteng memiliki lima bastion yang terletak di setiap sudutnya. Bastion merupakan struktur yang lebih tinggi dibandingkan bangunan lainnya di dalam benteng. Dengan demikian, posisinya strategis untuk meriam atau kanon, yang berfungsi sebagai alat pertahanan utama untuk melindungi benteng dari serangan musuh.
Benteng dibangun dengan bentuk segi empat mengadopsi gaya Portugis, dengan bahan dasar berupa campuran batu dan tanah liat yang dibakar. Namun, pada tahun 1634, Sultan Alauddin memerintahkan memperkuat benteng dengan batu padas hitam dari pegunungan Karst daerah Maros. Setahun kemudian, dibangun tembok dinding kedua di dekat pintu gerbang.
Baca juga: Mengagumi Fort Rotterdam, Benteng Berarsitektur Eropa di Garis Pantai Barat Kota Makassar
Perubahan Arsitektur dan Peralihan Fungsi
Kedatangan VOC ingin membuka hubungan dagang, tetapi juga memonopoli komoditi rempah-rempah di Makassar. Hal ini yang mengawali perang Gowa-Tallo dengan VOC. Benteng sempat mengalami kehancuran, akibat penyerbuan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis J. Speelman di tahun 1655—1669.
Dalam kekalahan ini, Sultan Hassanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya dan menyerahkan benteng kepada lawan.
Speelman merenovasi benteng yang hancur dengan gaya arsitektur Eropa dan mengubah namanya menjadi Benteng Fort Rotterdam, sesuai dengan nama kota kelahirannya. Seluruh sisi benteng dihiasi dengan arsitektur bergaya neo-gotik khas Eropa abad pertengahan, dan di bagian tengah benteng dibangun sebuah gereja. Semenjak itu, benteng berfungsi sebagai pusat komando kolonial Belanda di Sulawesi.
Pada masa itu sebagian besar wilayah Nusantara dikuasai VOC yang membawa perubahan tata kota dan struktur fisik bangunan. Jumardi, 2018 menyebutkan bahwa kehadiran benteng di beberapa wilayah di Indonesia, selain sebagai lingkungan perumahan bangsa asing, juga sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan.
Hal yang sama terjadi pada Benteng Fort Vastenburg di Solo, Benteng Vredeburg Yogyakarta, dan Fort Jakarta di Batavia. Bangunan ini menjadi salah satu ciri cikal bakal kota-kota besar di Indonesia masa Kolonial.
Pada tahun 1950, Benteng Rotterdam sempat digunakan sebagai tempat tinggal bagi anggota TNI dan warga sipil. Kemudian, benteng ini berfungsi sebagai pusat pertahanan Tentara Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) untuk menghadapi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada tahun 1970, pemerintah melakukan pemugaran benteng ini dan mengubahnya menjadi area perkantoran. Salah satu bangunan di dalam kompleks benteng tersebut kini menjadi Museum La Galigo, yang merupakan museum provinsi Sulawesi Selatan.
Baca juga: Eksplorasi Sejarah dan Fungsi Benteng Rotterdam dari Masa ke Masa
Benteng Fort Rotterdam dirawat baik oleh pemerintah daerah sebagai cagar budaya hingga saat ini dan menjadi ikon Kota Makasar. Saat ini Kawan bisa mengunjunginya sebagai museum yang menyimpan peninggalan kejayaan Kesultanan Gowa-Tallo di masa lampau.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News