Swasembada pangan telah lama menjadi tujuan strategis bagi banyak negara, termasuk Indonesia.
Dalam hal ini, swasembada tidak hanya berarti mampu memproduksi pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga memastikan kualitas, keberlanjutan, dan keterjangkauan bagi masyarakat.
Dengan proyeksi populasi global yang mencapai 10 miliar pada 2050, kebutuhan akan pangan berkualitas semakin mendesak.
Bagi Indonesia, yang dikenal sebagai negara agraris, pencapaian swasembada pangan memiliki dimensi yang lebih kompleks. Selain memastikan pasokan pangan untuk seluruh penduduk, tantangan seperti perubahan iklim, fluktuasi harga, dan kekurangan gizi masih membayangi.
Sebab, lebih dari 30 persen penduduk Indonesia menghadapi kerawanan pangan, khususnya di daerah pedesaan. Hal ini menunjukkan perlunya strategi yang komprehensif dan terintegrasi.
Tantangan dan Peluang Swasembada Pangan di Indonesia
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan unik dalam memastikan ketahanan pangan.
Produksi pertanian memainkan peran vital dalam stabilitas ekonomi dan mata pencaharian, terutama di wilayah pedesaan. Namun, kesenjangan pembangunan antara perkotaan dan pedesaan masih menjadi hambatan signifikan.
Isu kerawanan pangan tidak hanya berdampak pada kualitas hidup masyarakat, tetapi juga pada keberlanjutan ekonomi nasional.
Dalam kondisi ini, pendekatan swasembada pangan tidak cukup hanya dengan meningkatkan volume produksi. Harus ada pergeseran fokus menuju produk pangan yang aman, sehat, ramah lingkungan, dan memiliki nilai tambah.
Presiden Prabowo Subianto juga secara konsisten menekankan pentingnya swasembada pangan sebagai pilar ketahanan nasional.
Swasembada pangan bukan hanya tentang peningkatan produksi. Indonesia juga perlu berfokus pada kualitas pangan yang memenuhi standar keamanan, kesehatan, dan terjangkau oleh masyarakat.
Strategi BRIN dalam Mencapai Swasembada Pangan
Dalam upaya mendukung swasembada pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merancang berbagai strategi inovatif yang mencakup aspek teknologi, ekonomi, dan kelembagaan.
Melalui Pareto 2024 Simposium Praktisi dan Periset Ekonomi, BRIN mengumpulkan para ahli, akademisi, pemerintah, dan sektor swasta untuk merumuskan langkah-langkah strategis.
Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN, Agus Eko Nugroho, menjelaskan bahwa tantangan swasembada pangan di Indonesia bersifat multidimensi.
"Isu-isu ketahanan pangan seperti kekurangan gizi, fluktuasi harga pangan, dan dampak perubahan iklim masih menjadi tantangan utama yang harus dihadapi,” jelas Agus.
Ia menambahkan bahwa pencapaian swasembada pangan harus difokuskan pada beberapa aspek, yakni peningkatan keterampilan tenaga kerja di sektor pertanian, penguatan pembiayaan dan model bisnis yang berkelanjutan, serta penguatan tata kelola kelembagaan berbasis teknologi digital.
Peningkatan keterampilan tenaga kerja sangat penting karena penggunaan teknologi modern adalah kunci untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Menurut Agus, tenaga kerja yang terampil dan mampu mengadaptasi teknologi akan berperan vital dalam mempercepat pencapaian swasembada pangan.
Di sisi lain, penguatan pembiayaan dan aksesibilitas keuangan bagi petani juga menjadi faktor kunci.
“Skema pembiayaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan sangat diperlukan agar petani dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam memproduksi pangan berkualitas,” tambahnya.
Terakhir, untuk mendukung efisiensi dalam produksi dan distribusi pangan, penerapan teknologi digital di sektor pertanian menjadi langkah yang tidak bisa ditunda.
Dengan penerapan teknologi dalam setiap tahapan rantai pasokan, sistem pangan nasional dapat menjadi lebih efisien dan tangguh terhadap tantangan yang ada.
Simposium ini juga mendorong kolaborasi pentahelix, melibatkan akademisi, bisnis, pemerintah, komunitas, dan media, guna menghasilkan rekomendasi strategis untuk mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan.
Mewujudkan Swasembada Pangan melalui Kolaborasi
Dengan pendekatan kolaboratif, harapannya integrasi sektor-sektor kunci dapat mendorong transformasi sistem pangan nasional.
Hasil dari simposium ini akan menjadi pijakan untuk kebijakan berbasis ilmu pengetahuan yang mengutamakan keberlanjutan, inovasi, dan inklusi.
Melalui strategi ini, Indonesia diharapkan tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan domestik, tetapi juga menciptakan sistem pangan yang tangguh dan adaptif terhadap tantangan global.
Swasembada pangan bukan hanya cita-cita, melainkan langkah konkret menuju ketahanan nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News