Kawan GNFI, Pulau Ambalau yang terletak di Kabupaten Buru Selatan, Maluku, menyimpan sebuah tradisi unik yang sarat dengan nilai budaya dan kearifan lokal. Tradisi ini dikenal dengan nama Timba Laor, sebuah kegiatan menangkap cacing laut atau laor yang hanya muncul pada waktu-waktu tertentu dalam setahun.
Di balik tradisi ini, terdapat semangat kebersamaan, solidaritas, dan ketahanan sosial yang terbangun dalam masyarakat Waelua, salah satu desa di Pulau Ambalau.
Ingin tahu bagaimana tradisi unik Timba Laor menjaga ketahanan sosial masyarakat Waelua? Yuk, simak cerita menariknya dalam artikel ini!
Waelua, Desa di Pesisir Ambalau
Waelua, yang menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Ambalau, terletak di pesisir selatan pulau dan menghadap langsung ke Laut Banda. Kondisi geografis ini menjadikan Waelua sebagai salah satu desa yang kaya akan sumber daya laut, termasuk laor yang menjadi bagian dari tradisi Timba Laor.
Selain kekayaan laut, masyarakat Waelua juga hidup dari hasil pertanian, seperti sagu, cengkeh, dan kelapa, serta menerapkan hukum adat sasi untuk menjaga kelestarian alam.
Dengan kehidupan sosial yang erat, masyarakat Waelua terbiasa dengan gotong royong dalam berbagai kegiatan. Hal ini terlihat dalam pelaksanaan Timba Laor, yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga lansia, dengan semangat kebersamaan yang kental.
Tradisi Timba Laor
Timba Laor adalah kegiatan menangkap cacing laut yang muncul di permukaan air pada saat tertentu, biasanya setelah matahari terbenam hingga bulan purnama tiba. Laor hanya dapat ditemukan pada musim-musim tertentu, terutama di daerah pantai dan terumbu karang di sekitar Pulau Ambalau. Dalam tradisi ini, masyarakat Waelua berbondong-bondong menuju pantai untuk menangkap laor dengan peralatan sederhana seperti jaring, lampu gas, dan keranjang.
Tradisi ini memiliki makna sosial yang mendalam karena bukan hanya sekadar aktivitas menangkap hasil laut. Timba Laor memperkuat solidaritas dan rasa kebersamaan antarwarga, serta menjadi momen di mana masyarakat saling membantu dalam setiap tahap pelaksanaannya.
Tahapan Pelaksanaan Timba Laor
Tradisi Timba Laor tidak hanya melibatkan kegiatan penangkapan laor, tetapi juga persiapan yang matang sebelum pelaksanaannya. Berikut adalah tahapan-tahapan dalam tradisi ini:
1. Membuat garam sebagai pengawet
Sebelum menangkap laor, masyarakat Waelua menyiapkan garam sebagai bahan pengawet alami. Garam ini digunakan untuk mengawetkan laor agar bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Meski saat ini garam sudah mudah diperoleh di pasar, beberapa warga masih melakukan proses pembuatan garam secara tradisional dengan merebus air laut hingga tersisa kristal garam. Proses ini melibatkan kerja sama antara generasi tua dan muda dalam menyiapkan peralatan serta bahan-bahan yang dibutuhkan.
2. Menyiapkan peralatan
Mendekati pelaksanaan Timba Laor, masyarakat mulai menyiapkan peralatan seperti lampu gas, obor dari bambu, serta jaring untuk menangkap laor. Peralatan ini disiapkan bersama-sama, dengan anak-anak muda sering kali mengambil peran dalam mencari bahan-bahan dari hutan, seperti bambu dan kayu.
Kebiasaan bekerja sama ini merupakan cerminan dari rasa kebersamaan dan gotong royong yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Waelua.
3. Pelaksanaan Timba Laor
Ketika malam tiba dan air laut mulai surut, masyarakat berangkat ke pantai, baik dengan berjalan kaki maupun menggunakan perahu motor. Lampu-lampu dinyalakan untuk menerangi area penangkapan, dan seluruh warga mulai menangkap laor yang muncul di sekitar terumbu karang.
Proses ini berlangsung hingga bulan purnama muncul, sekitar pukul 10 malam. Selama kegiatan ini, warga saling membantu dan bekerja sama, terutama dalam membawa peralatan dan hasil tangkapan.
4. Pasca pengambilan laor
Setelah proses penangkapan selesai, peralatan yang digunakan dibersihkan dan disimpan kembali. Anak-anak muda biasanya membantu membersihkan dan memperbaiki peralatan yang rusak. Laor yang telah ditangkap kemudian diawetkan dengan garam atau dimasak langsung sebagai sumber pangan keluarga selama musim paceklik.
Ketahanan Sosial Masyarakat Waelua
Tradisi Timba Laor tidak hanya sekadar menangkap cacing laut, tetapi juga mencerminkan ketahanan sosial masyarakat Waelua. Laor, yang hanya muncul sebelum musim timur (musim hujan), menjadi sumber protein penting ketika aktivitas melaut atau bertani sulit dilakukan akibat cuaca buruk.
Dalam konteks ini, Timba Laor menjadi strategi masyarakat untuk menghadapi masa-masa sulit, khususnya ketika mereka tidak bisa mencari ikan atau hasil hutan.
Menurut penelitian Walid Soulisa dan Ode Zulkarnain Sahji Tihurua, masyarakat Waelua berhasil memanfaatkan sumber daya alam mereka dengan bijak, tidak mengambil laor secara berlebihan sehingga populasi laor tetap terjaga setiap tahunnya.
Hal ini mencerminkan hubungan yang harmonis antara manusia dan alam, di mana alam memberikan tanda-tanda yang dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa merusak keseimbangan ekosistem.
Selain itu, tradisi ini juga menunjukkan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap tantangan alam. Dengan belajar dari pengalaman masa lalu, mereka menciptakan sistem sosial yang mendukung kelangsungan hidup bersama.
Pengaturan peran dalam tradisi ini juga membantu dalam pembagian kerja, di mana semua lapisan masyarakat berkontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Tradisi Timba Laor dan Kearifan Lokal
Tradisi Timba Laor adalah contoh nyata dari kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. Setiap generasi di Waelua belajar tentang cara menangkap dan mengawetkan laor dari orang tua mereka, tanpa memerlukan pendidikan formal.
Pengetahuan ini diturunkan melalui praktik dan pengalaman langsung, menjadikan Timba Laor sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Waelua.
Selain sebagai bentuk ketahanan sosial, tradisi ini juga memiliki nilai-nilai budaya yang kuat. Dalam pelaksanaannya, Timba Laor memperkuat ikatan sosial antarwarga, menumbuhkan rasa solidaritas, dan menjaga kelestarian lingkungan. Ini adalah contoh bagaimana tradisi lokal dapat berfungsi sebagai sistem yang mendukung keberlanjutan hidup masyarakat di tengah perubahan zaman.
Kawan GNFI, Timba Laor adalah salah satu tradisi unik yang tidak hanya menjadi sumber pangan bagi masyarakat Waelua, tetapi juga menjadi simbol ketahanan sosial dan kearifan lokal. Dalam tradisi ini, masyarakat Waelua menunjukkan bagaimana mereka mampu menjaga hubungan harmonis dengan alam dan saling membantu dalam menghadapi tantangan.
Dengan menjaga tradisi ini, mereka tidak hanya melestarikan budaya nenek moyang, tetapi juga memastikan keberlanjutan hidup generasi yang akan datang.
Mari kita belajar dari tradisi Timba Laor tentang pentingnya solidaritas, kebersamaan, dan kecintaan terhadap lingkungan. Tradisi ini mengajarkan bahwa dalam kesederhanaan, terdapat kekuatan besar untuk bertahan dan menghadapi tantangan, baik dari alam maupun kehidupan sehari-hari.
Sumber artikel:
1. Soulisa, W. dan Tihurua, Z. S. (2022). Tradisi Timba Laor & Ketahanan Sosial Masyarakat Waelua. Jurnal Mediasi, Vol. 1, No. 1, Juni 2022, Hal. 44 - 56.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News