Zaman sekarang, kita sering mendengar istilah generasi sandwich. Namun, apakah Kawan GNFI pernah memahami istilah ini lebih dalam?
Generasi sandwich merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi seseorang yang harus menanggung beban dan tanggung jawab untuk menghidupi dua generasi sekaligus, yaitu orang tua dan dirinya sendiri, bahkan anaknya jika memiliki anak.
Posisi mereka dapat diibaratkan seperti isian roti lapis yang harus menopang beban dua lapis "roti", yaitu generasi atas (orang tua) dan generasi bawah (anak).
Istilah ini pertama kali digunakan oleh Dorothy A. Miller, seorang profesor dari University of Kentucky, dalam bukunya Social Work pada tahun 1981.
Mengenal Sandwich Generation, Beban Berat bagi Generasi Muda
Selanjutnya, dalam jurnal The Sandwich Generation: Adult Children of the Aging, istilah ini awalnya digunakan untuk merujuk pada wanita berusia 30–40 tahun yang harus merawat anak-anaknya sekaligus mencukupi kebutuhan orang tua, teman, dan orang lain di sekitarnya.
Kenyataannya, beban ini memang lebih banyak dialami oleh wanita.
Mengutip pernyataan Rebocho (2021), wanita cenderung memberikan perhatian lebih intensif kepada orang tua dibandingkan laki-laki. Namun, tidak jarang pula laki-laki berusia 18–20 tahun menjadi bagian dari generasi sandwich yang memaksa mereka bekerja alih-alih melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah.
Tekanan sosial juga memaksa mereka bekerja lebih keras untuk menghidupi orang tua, anak, dan dirinya sendiri, sehingga menyebabkan beban mental dan fisik yang cukup berat.
Maka dari itu, berikut beberapa tips efektif untuk mengatasi beban sebagai bagian dari Generasi Sandwich:
Mengatur Skala Prioritas
Prioritas terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan dan pekerjaan. Namun, keduanya harus diatur dengan baik. Ketika sedang bertugas menjalankan pekerjaan (on duty), fokuslah pada tanggung jawab pekerjaan dan job desk yang harus diselesaikan.
Sebaliknya, jika sedang berada di kelas, belajar, atau mengerjakan tugas kuliah, hilangkan pikiran tentang pekerjaan dan prioritaskan pendidikan dan pembelajaran.
Menetapkan Target yang Realistis
Setiap fase kehidupan memiliki target sebagai tujuan akhir. Seseorang harus menetapkan target yang realistis berdasarkan kemampuan diri sendiri. Misalnya, seorang siswa SMA yang ingin masuk perguruan tinggi negeri (PTN) harus menyesuaikan targetnya dengan nilai dan kemampuan akademis yang dimiliki.
Simalakama Generasi Sandwich, Pilih Master atau Bantu Keluarga?
Jika target tersebut belum tercapai, jangan menyerah. Tetapkan target baru, seperti mencari pekerjaan yang sesuai kemampuan setelah lulus SMA.
Jangan Lupa Bersyukur
Dengan bersyukur, semangat dalam diri akan meningkat. Hal ini karena kita menyadari bahwa ada banyak orang lain yang mungkin memiliki nasib dan rezeki yang kurang beruntung dibandingkan kita.
Berikan Penghargaan pada Diri Sendiri (Self-Reward)
Memberi penghargaan pada diri sendiri (self-reward) tidak selalu harus berupa barang mahal. Hal sederhana seperti menonton Netflix, menikmati konten YouTube atau TikTok, mengikuti kajian untuk mengisi energi rohani, atau berkumpul dengan teman-teman juga bisa menjadi bentuk self-reward.
Mengubah Pola Pikir (Mindset)
Di balik tantangan menjadi bagian dari generasi sandwich, terdapat banyak dampak positif, seperti belajar bertanggung jawab kepada diri sendiri dan orang lain (termasuk orang tua), hidup menjadi lebih mandiri, dan mampu lebih menghargai hal-hal yang diperoleh.
Sebagai penutup, meskipun menjadi bagian dari generasi sandwich tidak mudah, hal ini juga membawa banyak dampak positif. Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, semoga para generasi sandwich dapat menghadapi bebannya dengan lebih tenang dan semangat.
Ingatlah bahwa setiap tantangan dalam hidup adalah peluang untuk belajar dan menjadi pribadi yang baik.
Referensi:
https://www.jstor.org/stable/23712207
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News