Forum Media ASEAN 2024 di Vientiane, Laos, menjadi wadah bagi para jurnalis dan pemimpin media dari seluruh negara anggota ASEAN untuk membahas isu penting konektivitas dan resiliensi di kawasan. Forum ini menekankan pentingnya peran media dalam meningkatkan pemahaman dan kerja sama di ASEAN, khususnya dalam membentuk masa depan sub-kawasan Mekong.
Sebuah sesi panel mendalam membahas kompleksitas konektivitas di Mekong, menghadirkan perspektif para ahli mengenai sejarah, kemajuan, dan langkah ke depan. Panelis terkemuka yang hadir antara lain:
- Duta Besar Yong Chanthalangsy, Perwakilan AICHR Laos dan Ketua AICHR
- Asisten Profesor Sineenat Sermcheep, Direktur, Pusat Studi ASEAN, Universitas Chulalongkorn, Thailand
- Ibu Azhar Jaimurzina Ducrest, Kepala Bagian Konektivitas Transportasi dan Logistik, ESCAP
- Bapak Shameer Khanal, Pemimpin Bidang Kerja Sama ASEAN, GIZ
Perjalanan dari Perselisihan Menuju Diplomasi
Duta Besar Yong Chanthalangsy memaparkan perjalanan sub-kawasan Mekong dari konflik menuju kerja sama. Beliau menjelaskan masa ketika ketegangan memuncak antar negara, seperti Perang Vietnam dan sengketa perbatasan yang menyebabkan perselisihan. Sebelum ASEAN didirikan pada tahun 1967, ketidakpercayaan dan kekhawatiran menyelimuti kawasan ini.
Namun dengan lahirnya ASEAN, situasi berubah. Dialog menggantikan perselisihan, dan inisiatif kolaboratif mulai berkembang. Komisi Sungai Mekong (MRC), yang menggantikan Komite Mekong pada tahun 1995, dan inisiatif Sub-Kawasan Mekong Raya (GMS) pada tahun 1992 muncul sebagai kerangka kerja sama regional. Kerangka kerja ini, menurut Duta Besar Chanthalangsy, membantu mengubah sub-kawasan Mekong menjadi mitra yang diminati untuk kolaborasi internasional.
Inklusivitas: Kunci Membuka Potensi
Beliau menekankan pentingnya inklusivitas. MRC, yang awalnya terdiri dari Vietnam, Laos, Thailand, dan Kamboja, memperluas cakupannya untuk memasukkan Tiongkok dan Myanmar, mengakui peran penting mereka di basin Sungai Mekong. GMS membawa para pemain kunci ini ke meja perundingan, terutama dalam menangani isu-isu penting pengelolaan air.
Duta Besar Chanthalangsy menyebutkan inisiatif kerja sama di kawasan ini, seperti Kerja Sama Mekong-Gangga dengan India, Jepang-Mekong, Korea Selatan-Mekong, dan berbagai kemitraan lainnya. Inisiatif-inisiatif ini berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan sub-kawasan, terutama di daerah yang kurang berkembang seperti segitiga Laos-Vietnam-Kamboja.
Konektivitas: Membangun Jembatan Melampaui Batas
Beliau menjelaskan pentingnya konektivitas di luar infrastruktur fisik. Beliau memuji kemajuan yang dicapai pada jaringan kereta api Kunming-Singapura, impian ASEAN yang telah lama dipegang, dan perlunya koneksi serat optik dan jaringan listrik untuk meningkatkan integrasi regional. Beliau juga menyebutkan meningkatnya permintaan energi bersih sehubungan dengan arahan uji tuntas Uni Eropa yang akan datang, menyoroti pendekatan proaktif Singapura dalam hal ini.
Mempertahankan Pertumbuhan, Melestarikan Lingkungan
Shameer Khanal, Pemimpin Bidang Kerja Sama ASEAN di GIZ, melanjutkan diskusi tentang konektivitas. Ia menekankan pentingnya konektivitas dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi di Sub-Kawasan Mekong Raya. Ia menyoroti bahwa selama empat dekade terakhir, GMS telah mencapai tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 7%, menunjukkan kerja sama dan integrasi regional.
Namun, beliau mengingatkan bahwa pertumbuhan ini harus dikelola dengan baik untuk memastikan keberlanjutannya. Ia menekankan perlunya menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan perlindungan lingkungan, terutama dalam menghadapi perubahan iklim. "Konektivitas dan pariwisata yang lebih baik merupakan pendorong penting kemakmuran," catatnya, "tetapi kita harus memprioritaskan perlindungan lingkungan untuk memastikan bahwa generasi mendatang mewarisi Mekong yang sehat dan berkembang."
Menavigasi Arus, Menuju Era Baru
Azhar Jaimurzina Ducrest dari ESCAP menjelaskan tentang konektivitas transportasi di kawasan ini. Beliau menyebutkan kemajuan yang telah dicapai dalam pengembangan jalan raya, kereta api, dan jaringan transportasi lintas batas. Namun, beliau juga menekankan perlunya mengatasi hambatan kapasitas untuk mengakomodasi pertumbuhan di masa depan dan pentingnya transportasi multimoda dan perbaikan berkelanjutan.
Asisten Profesor Sineenat Sermcheep kemudian membahas implikasi ekonomi dari konektivitas, menjelaskan pentingnya perdagangan lintas batas dan perlunya fasilitasi yang efisien untuk memaksimalkan manfaat Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA). Ia menekankan bahwa arus barang dan jasa yang lancar akan membuka potensi ekonomi dari kawasan yang terhubung.
Era Baru Sub-Kawasan Mekong
Para panelis optimis tentang masa depan konektivitas Mekong. Mereka menekankan perlunya kolaborasi, inovasi, dan komitmen yang berkelanjutan terhadap pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Sub-kawasan Mekong diproyeksikan akan menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pertukaran budaya yang dinamis, meningkatkan kemakmuran dan stabilitas ASEAN. Era baru ini ditandai dengan:
- Peningkatan konektivitas: Infrastruktur yang terintegrasi dengan baik, memfasilitasi pergerakan barang, jasa, dan manusia.
- Ketahanan terhadap tantangan: Kemampuan menghadapi perubahan iklim, bencana alam, dan gejolak ekonomi global.
- Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan: Menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan.
- Kerja sama yang erat: Kemitraan yang solid antar negara Mekong dan dengan mitra eksternal.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News