ppn naik jadi 12 persen di 2025 apakah kebijakan yang tepat di tengah penurunan daya beli - News | Good News From Indonesia 2024

PPN Naik Jadi 12% di 2025, Apakah Kebijakan yang Tepat di Tengah Penurunan Daya Beli?

PPN Naik Jadi 12% di 2025, Apakah Kebijakan yang Tepat di Tengah Penurunan Daya Beli?
images info

Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Disebutkan bila langkah ini merupakan kelanjutan dari kebijakan harmonisasi perpajakan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Namun, di balik tujuan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan ini menghadirkan tantangan besar, baik bagi masyarakat maupun sektor usaha.

Bagaimana dampak kebijakan ini pada perekonomian? Apakah manfaatnya cukup signifikan untuk mengimbangi konsekuensi yang mungkin timbul? Terlebih lagi daya beli masyarakat terus menurun dan deflasi masih berlangsung.

 

Berdampak besar untuk masyarakat?

PPN adalah salah satu sumber penerimaan negara terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, kontribusi PPN terhadap total penerimaan pajak mencapai lebih dari 40 persen.

Dengan meningkatkan tarif dari 11 persen menjadi 12 persen, pemerintah berharap bisa mendongkrak penerimaan pajak untuk mendanai berbagai program pembangunan.

Namun, kenaikan tarif ini juga tak lepas dari kritik. Ekonom Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyebut bahwa kebijakan ini memiliki risiko yang signifikan.

“Dalam kondisi daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi, kenaikan PPN bisa memperburuk situasi, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah,” jelasnya.

Kenaikan PPN berarti kenaikan harga barang dan jasa. Sebagai ilustrasi, jika sebelumnya konsumen membayar Rp111.000 untuk barang senilai Rp100.000 dengan PPN 11 persen, maka dengan PPN 12 persen, konsumen harus mengeluarkan Rp112.000.

Meskipun kenaikan per transaksi terlihat kecil, dampaknya akan terasa pada pengeluaran bulanan yang lebih besar. Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah menjadi yang paling rentan terdampak.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jika konsumsi melemah, pertumbuhan ekonomi berisiko mengalami perlambatan.

“Kelompok menengah ke bawah akan mengurangi pembelian barang non-esensial, yang dapat memengaruhi industri barang konsumsi secara keseluruhan,” ujar Ronny P. Sasmita, seorang ekonom independen.

 

Tantangan bagi Sektor Bisnis dan UMKM

Selain masyarakat, sektor bisnis juga akan merasakan dampak kenaikan PPN. Pelaku usaha menghadapi dilema antara menaikkan harga jual atau menanggung sendiri tambahan beban pajak.

Kedua opsi ini membawa konsekuensi negatif: menaikkan harga berisiko mengurangi daya saing, sedangkan menanggung pajak berarti margin keuntungan semakin tertekan.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang menyumbang sekitar 61 persen terhadap PDB nasional, menghadapi tantangan besar.

Banyak pelaku UMKM belum memiliki sistem keuangan yang memadai untuk mengelola beban pajak tambahan. Terlebih lagi, hal ini tentu akan menciptakan kenaikan biaya operasional.

Akibatnya harga juga akan semakin naik dan terdapat kemungkinan bila masyarakat akan semakin menahan untuk membeli berbagai barang.

 

Kebijakan yang Sudah Tepat?

Dari sisi pemerintah, kenaikan PPN adalah langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, kebijakan ini akan diuji efektivitasnya, terutama dalam konteks distribusi manfaatnya.

Pengamat pajak Fajry Akbar dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengingatkan bahwa pendapatan tambahan dari PPN harus dialokasikan secara tepat untuk program-program yang mendorong kesejahteraan masyarakat.

“Jika pendapatan dari PPN digunakan untuk subsidi atau program sosial yang menyasar kelompok berpenghasilan rendah, dampak negatifnya bisa diminimalkan,” jelasnya.

Namun, transparansi dan pengelolaan anggaran tetap menjadi tantangan utama. Tanpa pengawasan yang ketat, kepercayaan publik terhadap kebijakan fiskal pemerintah bisa menurun.

Untuk mengatasi dampak kenaikan PPN, masyarakat perlu mulai memprioritaskan kebutuhan pokok dan mengurangi pengeluaran untuk barang atau jasa non-esensial.

Selain itu, memanfaatkan subsidi atau program bantuan pemerintah dapat membantu meringankan beban rumah tangga. Di sisi lain, pelaku usaha perlu mengoptimalkan efisiensi operasional untuk mengurangi biaya tanpa mengorbankan kualitas produk.

Sementara itu, pemerintah dapat memberikan insentif pajak atau bantuan langsung kepada UMKM agar mereka mampu beradaptasi. Transparansi dan komunikasi publik yang lebih baik terkait manfaat kenaikan PPN juga perlu ditingkatkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.

 

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

MF
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.