Paksi Raras Alit adalah budayawan asal Yogyakarta yang sudah tak asing namanya di dunia seni dan kesusastraan. Ia dikenal serba bisa dengan menghasilkan banyak karya yang fokusnya ke arah seni, tradisi, dan budaya Jawa.
Salah satu langkah Paksi dalam melestarikan nilai-nilai kejawaan ialah dengan mendirikan komunitas Jawacana bersama kawan-kawannya di Sastra Jawa Universita Gadjah Mada (UGM). Berbagai program menarik terkait kebudayaan Jawa pun bisa didapatkan dari komunitas tersebut, termasuk memelajari ilmu kejawen.
Di luar dugaan, program itu menarik banyak peminat. Paksi pun menjadi saksi muda-mudi masih ingin mencari tahu akar budaya Jawa yang pelan-pelan tergerus di era modern.
Banjir Peminat
Tradisi dan budaya Jawa beragam. Dari aksara, falsafah, kesenian macapat adalah beberapa bagian yang masih diwariskan, dilestarikan, dan masih ada hingga saat ini.
Di Jawacana, ilmu-ilmu kejawaan atau kejawen itu pun diajarkan ke masyarakat umum. Kelas mingguan berupa diskusi dan workshop digelar dengan gratis yang nantinya peserta bisa belajar bersama pakarnya secara langsung.
“Kelas kami kemarin namanya WRUH!, itu artinya knowledge ya. Kita membagi pengetahuan kejawaan dengan cara yang modern dan juga sebisa mungkin mendekati keilmiahan,” ucap Paksi kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Arus modernisasi rupanya tidak membendung semangat muda-mudi belajar soal kejawaan di Jawacana. Paksi melihat sendiri ada bahwa para peserta masih memiliki rasa penasaran terhadap tradisi dan budaya di tanah leluhur.
“Pesertanya kayak pengajian. Akeh banget, ratusan. Kita sampai bingung parkirnya padat, terus tempat duduknya kurang,” cerita Paksi.
Tradisi dan budaya Jawa dewasa ini mungkin masih diingat generasi penerus, walaupun sayangnya terkontaminasi oleh media seperti film horor yang memunculkan stereotyping buruk. Dari situ, Paksi sadar bahwa lewat Jawacana, pengenalan ilmu-ilmu kejawen yang sebenarnya bisa diajarkan dengan dikemas secara menarik dan nantinya bisa sekaligus menepis stigma yang dilakukan pelaku industri film Indonesia.
“Ini menjadi sesuatu yang menarik dan membuat kami percaya diri untuk melakoni ini. Oh, ternyata ketika pengetahuan kejawaan ini dikemas dengan hal-hal yang modern, yang akrab dengan selera anak-anak generasi hari ini, ternyata menarik juga. Tidak semenyeramkan film horor, tidak semenyeramkan visual tentang dukun dengan keris dan dengan tembang-tembang macapat itu. Nah, itu akhirnya cara-cara seperti itu yang kami lakukan sebagai strategi membumikan sekaligus mempopulerkan di kalangan anak muda tentang pengetahuan-pengetahuan lokal kejawaan,” ucapnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News