mewujudkan ketangguhan bencana di indonesia - News | Good News From Indonesia 2024

Mewujudkan Ketangguhan Bencana di Indonesia

Mewujudkan Ketangguhan Bencana di Indonesia
images info

Indonesia menempati peringkat kedua dalam risiko bencana di dunia, menghadapi tantangan serius dalam mengelola ancaman alam yang terus mengintai. Indeks risiko bencana di Indonesia sebesar 43,50 menempatkan Indonesia tepat di belakang Filipina.

Hampir 53.000 desa di Indonesia terletak di wilayah rawan bencana, dan lebih dari 104 juta orang terpapar bahaya. Dengan latar belakang ini, perlu adanya solusi untuk memperkuat ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana.

Tingginya indeks risiko bencana Indonesia sebesar 43,50 menjadi gambaran dari ancaman yang mengintai. Angka ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia hidup dalam bayang-bayang bencana, baik itu gempa bumi, tsunami, banjir, maupun erupsi gunung berapi.

Kondisi ini bukan hanya mengancam keselamatan jiwa dan harta benda, tetapi juga menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan masyarakat menjadi sebuah keharusan yang mendesak.

Tantangan Mitigasi Bencana di Indonesia

Kerentanan fisik, lingkungan, dan sosial menjadi faktor utama yang memperparah risiko bencana di Indonesia. Tantangan utama yang dihadapi dalam mitigasi bencana adalah pengurangan kerentanan, pemetaan risiko yang akurat, serta peningkatan koordinasi antar-lembaga pemerintah dan masyarakat.

Di berbagai wilayah seperti Sumatra, Jawa, dan Bali, perencanaan wilayah berbasis pengurangan risiko bencana menjadi pendekatan yang sedang dikembangkan untuk menghadapi tantangan ini.

Wilayah-wilayah tersebut dirancang berdasarkan fungsi ekonomi, sosial, dan administratif yang terintegrasi, dengan fokus pada perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan risiko bencana dan daya dukung lingkungan.

Melihat Ketangguhan Hagglund, Kendaraan Andalan Evakuasi Bencana Milik PMI Sejak 2010

Tantangan yang muncul bukan hanya dari ancaman alam seperti banjir dan gempa bumi, melainkan juga dari isu-isu lingkungan seperti penurunan kualitas air dan udara, berkurangnya tutupan hutan, dan meningkatnya pencemaran laut.

Sampah plastik menjadi masalah yang semakin serius di wilayah pesisir, menambah tekanan pada ekosistem dan masyarakat lokal.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengintegrasikan kebijakan pengelolaan lingkungan dan bencana dengan program pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan rendah karbon.

Perencanaan Tata Ruang dan Inovasi Teknologi

Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020—2044 menjadi pedoman nasional yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia yang tangguh menghadapi bencana. Salah satu strategi utama dalam RIPB adalah pengembangan sistem peringatan dini serta pembangunan infrastruktur yang tahan bencana, seperti tembok laut dan greenbelt di kawasan pesisir.

Inovasi teknologi juga memainkan peran penting dalam mendukung pengurangan risiko bencana. Platform Regional Digital Twin (RDT), misalnya, telah diterapkan di Sumatra untuk memantau risiko bencana dengan memadukan data geospasial, informasi lingkungan, dan infrastruktur.

Namun, inovasi ini menghadapi beberapa hambatan, terutama di tingkat daerah. Banyak wilayah di Indonesia yang masih memiliki kapasitas terbatas dalam hal sumber daya manusia dan infrastruktur. Koordinasi lintas sektor penting dilakukan untuk memastikan bahwa langkah yang diambil dalam situasi darurat dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran.

Kolaborasi, Kunci Membangun Masyarakat Tangguh Bencana di Tengah Perubahan Iklim

Pemerintah pusat perlu menyediakan dukungan yang kepada daerah dalam bentuk pelatihan, pendanaan, dan transfer teknologi. Selain itu, perlu dibangun sistem koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta berbagai sektor terkait.

Inovasi teknologi dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana.

Penguatan Peran Masyarakat dalam Pengurangan Risiko Bencana

Salah satu kunci keberhasilan dalam mengurangi risiko bencana di Indonesia adalah keterlibatan masyarakat. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menekankan pentingnya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK).

Dengan melibatkan masyarakat dalam identifikasi risiko, pengambilan keputusan, dan tindakan mitigasi, ketangguhan lokal dapat diperkuat. Pendekatan ini sangat penting terutama di daerah terpencil yang sering kali kekurangan sumber daya dan infrastruktur untuk mengelola risiko bencana secara efektif.

Selain itu, perencanaan tata ruang yang berbasis risiko bencana juga perlu melibatkan masyarakat. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2020 menegaskan bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan dan penyusunan rencana tata ruang.

Dengan informasi yang memadai, masyarakat dapat lebih siap menghadapi bencana dan berpartisipasi aktif dalam upaya mitigasi.

FPRB sebagai forum partisipasi masyarakat dalam pengurangan risiko bencana memiliki peran strategis dalam memfasilitasi komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.

Melalui FPRB, masyarakat dapat menyampaikan aspirasi, kebutuhan, dan pengetahuan lokal terkait risiko bencana. Selain itu, FPRB juga dapat berperan sebagai mitra pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan program pengurangan risiko bencana yang sesuai dengan kondisi lokal.

Masa Depan Pengelolaan Risiko Bencana di Indonesia

Indonesia telah berkomitmen untuk mematuhi Sendai Framework untuk Pengurangan Risiko Bencana (2015—2030) dan Perjanjian Paris sebagai landasan kebijakan nasional. Keduanya menekankan pentingnya investasi dalam pengurangan risiko bencana dan pembangunan yang berkelanjutan.

RIPB 2020—2044 dengan tujuan untuk meningkatkan ketangguhan bencana, tata kelola yang profesional, serta penanganan darurat dan pemulihan yang optimal, menjadi langkah awal menuju Indonesia yang lebih siap menghadapi berbagai ancaman alam.

Tantangan tetap ada. Pemisahan regulasi, kurangnya koordinasi antar-lembaga, serta keterbatasan pendanaan dan infrastruktur masih menjadi hambatan utama. Agar upaya pengurangan risiko bencana bisa berjalan efektif, diperlukan kerja sama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, media, dan masyarakat.

Peningkatan kapasitas pemerintah daerah serta integrasi kebijakan di semua tingkatan harus menjadi prioritas. Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat memperkuat ketangguhan bencananya dan melindungi masyarakat dari ancaman yang terus berkembang di masa depan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.