Beragam info event di Yogyakarta hampir setiap hari bersliweran di media sosial. Mulai dari pameran, festival, hingga konser selalu bertebaran memenuhi beranda. Namun, ada satu event yang kontennya lebih banyak bersliweran dibanding yang lain. Hal itulah yang semakin menarik rasa penasaran untuk mengunjunginya. Pertanyaan-pertanyaan seperti sebagus apa, sih? Seramai apa, sih? Harus segera dijawab rupanya.
Ternyata, pada tanggal 8 hingga 19 Oktober 2024 digelar sebuah pameran yang viral di media sosial itu, yakni pameran Memetri. Pameran yang juga berkolaborasi dengan seniman-seniman Art Jog ini merupakan salah satu rangkaian dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka Hari Habitat Dunia & Hari Kota Dunia 2024.
Dilansir dari akun Instagram resmi @habitat.ina, per tanggal 18 Oktober, total pengunjung pameran ini telah menyentuh angka 20.000. Wah, apakah Kawan GNFI menjadi salah satunya? Namun, ada sebuah stan yang sangat ramai sebab menyajikan karya yang instagramable untuk menjadi spot foto. Karya itu bernama ”Tebar Menyebar”.
Arsip Jaringan Dagang Batik Lasem
Tebar Menyebar merupakan karya dari Divasio Putra Suryawan, seorang seniman asal Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Karya ini menyajikan sebuah bentangan kain mori berwarna merah yang digantung. Bingkainya bermotif batik Lasem, di bagian tengah terdapat peta Lasem dan tulisan-tulisan para koresponden jaringan perdagangan batik di Lasem.
Baca juga: Di Balik Batik Lasem: Kisah Kesetiaan dan Tanda Kepatuhan Seorang Santri
Di bagian samping, terdapat surat-surat kuno yang dipigura. Surat-surat itu adalah arsip jaringan dagang batik Lasem pada awal abad ke-20. Arsip ini adalah koleksi milik Museum Nyah Lasem. Dilansir dari rembangkab.go.id, pada 22 Mei 2024 arsip ini telah resmi ditetapkan sebagai Memori Kolektif Bangsa 2024 oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Seorang peneliti Yayasan Lasem Heritage, Agni Malagina mengungkapkan dalam rembangkab.go.id, arsip tersebut menggambarkan hubungan dagang dan kemanusiaan antar-etnis di Indonesia melalui perdagangan batik Lasem yang tersebar ke berbagai penjuru Nusantara.
Dalam karya Tebar Menyebar, arsip tersebut dilukiskan dalam sebuah kain mori, kain yang digunakan dalam pembuatan batik. Warna yang digunakan adalah merah darah ayam, warna khas batik Lasem. Warna ini menjadi simbol budaya etnis Tionghoa yang berakulturasi dengan etnis Jawa dan muslim (santri). Menurut Mahesti dkk. dalam Catharsis: Journal of Arts Education, warna merah darah ayam ini menjadi ciri khas batik Lasem yang sulit untuk ditiru dalam batik-batik daerah lain. Apabila warna tersebut diproduksi di luar Lasem maka akan menghasilkan warna yang berbeda.
Yang ditulis di bagian tengah ini adalah nama-nama yang ada dalam surat-surat korespondensi tersebut. Selain itu terdapat kata-kata yang menggambarkan nilai-nilai yang terdapat dalam hubungan korespondensi tersebut, termasuk emosi-emosinya.
Adapun kata-kata yang ditulis dengan ukuran lebih besar dibanding dengan kata yang lain affection, helping each other, honesty, trust, dan loyalty. Kata-kata tersebut juga menggambarkan suasana hubungan jaringan perdagangan batik di Lasem dengan berbagai daerah di Nusantara. Nilai-nilai yang menggambarkan proses produksi hingga pendistribusian kepada pelanggan.
Baca juga: Menyusuri Pamor Batik Lasem yang Kejayaannya Berpusar Bersama Waktu
Kota Garam dan Musik Koplo
Di bawah bentangan kain tersebut terdapat sebuah gerabah yang berisi garam krosok. Garam krosok ini merupakan lambang dari julukan Kabupaten Rembang sebagai Kota Garam. Apabila Kawan GNFI melewati jalur pantura di Rembang, pasti akan disuguhi oleh pemandangan tambak garam yang membentang di pesisir pantai.
Dalam wadah tersebut, garam tampak dialiri dengan sebuah cairan yang ditampung dalam botol infus beserta selangnya. Botol infus tersebut berisi cairan merah pekat yang memiliki warna yang sama dengan bentangan kain di atasnya, yakni merah darah ayam.
Berdasarkan interpretasi yang tertulis di dinding stan tersebut, rangkaian karya ini juga menggambarkan dinamika sosial politik yang terjadi dari masa tersebut. Selain itu, dinamika juga terjadi dalam proses penetapan Lasem menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional dengan berbagai tantangan yang dihadapinya.
Baca juga: Berkunjung ke Lasem, Membuat Hati Adem
Menuju ke sudut awal sebelah pigura surat-surat tadi, terdapat tayangan yang disetel di televisi. Tayangan tersebut berisi konser musik dangdut koplo yang menjadi identitas budaya Masyarakat pesisir Rembang. Ini adalah bentuk hiburan rakyat dalam menghadapi dinamika sosial politik yang terjadi tersebut.
Melalui karya Tebar Menyebar, dapat dilihat bahwa pelestarian kebudayaan dapat dilakukan dengan berbagai ekspresi, terutama seni. Seni yang memuat sejarah, dinamika sosial budaya, hingga ekologi yang Lasem sebagai kota pusaka. Jadi, apakah Kawan GNFI tertarik menjelajah Kota Pusaka Lasem?
Referensi:
Mahesti, N. D., Sugiarto, E., & Nugrahani, R. (2023). Symbolic Values and Meanings in Lasem Batik Motives. Catharsis: Journal of Arts and Education, 45-53.
https://rembangkab.go.id/berita/pameran-arsip-jaringan-dagang-batik-lasem-ungkap-sejarah-perdagangan-tempo-dulu/
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News