sejarah kampung arab di negeri nusantara - News | Good News From Indonesia 2024

Sejarah Kampung Arab di Negeri Nusantara

Sejarah Kampung Arab di Negeri Nusantara
images info

Tahukah Kawan GNFI? Bangsa Arab datang ke Negeri Nusantara sudah sejak zaman Kerajaan Hindu-Buddha.

Bukti bangsa Arab pernah berkunjung dan menetap di Negeri Nusantara adalah adanya peninggalan Kesultanan Islam pertama di Aceh namanya, Kesultanan Lamuri berupa benteng, batu nisan berbentuk seperti piramida, dan bekas hunian fragmen keramik.

Kesultanan tersebut sudah berdiri pada abad ke-10 Masehi, sejak zaman Kerajaan Hindu-Buddha di Negeri Nusantara, sebelum berdirinya Kesultanan Samudra Pasai.

Kemudian, bukti lain bangsa Arab pernah menetap di Negeri Nusantara ditemukan makam Fatimah binti Maimun yang menyerupai bentuk candi di Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.

Fatimah binti Maimun merupakan seorang perempuan yang berasal dari orang tua bernama Maimun (keturunan Timur Tengah atau Arab yang masih memiliki garis keturunan dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW) dan Siti Aminah (keturunan Aceh).

Fatimah binti Maimun adalah seorang wanita yang ikut berjuang dalam rangka dakwah agama Islam di tanah Jawa atas perintah dari Sheikh Maulana Malik Ibrahim. Beliau menginjakkan kaki di Pulau Jawa sekitar tahun 1081 Masehi. Pada saat itu, Kerajaan Majapahit masih berkuasa di Pulau Jawa.

Bangsa Arab yang datang ke Negeri Nusantara berasal dari berbagai macam negara termasuk Yaman, Mesir, dan Arab Saudi. Namun, mayoritas penduduk Arab yang datang ke Nusantara berasal dari Negeri Yaman.

Sebagian besar dari mereka berasal dari daerah Hadramaut, Yaman yang merupakan daerah lembah yang tandus. Oleh karena itu, banyak orang dari daerah tersebut merantau ke berbagai negara dengan menggunakan kapal laut termasuk pesisir Afrika Timur, India, Sri Lanka, Malaysia, dan Indonesia untuk mencari kehidupan yang lebih baik lagi.

Oleh karena itu, mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam dengan mazhab Syafi’i.

Tujuan bangsa Arab datang ke Negeri Nusantara adalah dalam rangka berdagang rempah-rempah, karpet, kain, parfum, kuliner khas Timur Tengah, sekaligus menyebarkan agama Islam.

Baca juga: Lipa Saqbe, Wastra Khas Orang Mandar yang Dibawa Pedagang Arab dan India

Karena mereka betah dengan kondisi lingkungan dan iklim di Negeri Nusantara, akhirnya mereka berbaur, menikah, hingga menghasilkan keturunan dengan penduduk lokal Nusantara. Di situlah menjadi cikal bakal munculnya kampung Arab dan masuknya agama Islam di berbagai daerah Nusantara.

Kampung Arab di Negeri Nusantara mencakup daerah Jakarta (Pekojan dan Condet), Cirebon (Panjunan), Surabaya (Ampel), dan lain-lain.

Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh sebagian besar orang Arab di Negeri Nusantara melalui beberapa cara, yaitu perdagangan, pernikahan, pembentukan kesultanan/pemerintahan, akulturasi budaya, dan dakwah secara door to door.

Salah satu akulturasi antara budaya Islam dan budaya lokal yang sangat terlihat di Nusantara adalah Masjid Menara Kudus. Ide pembangunan masjid tersebut berasal dari Sunan Kudus yang memiliki keturunan Arab. Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa dengan pendekatan budaya.

Baca juga: Mengenal Masjid Menara Kudus: Sejarah, Keunikan, dan Tradisinya

Apabila Kawan GNFI melihat Masjid Menara Kudus secara sepintas, maka tentu terlihat seperti cand-candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Masjid tersebut dibangun dengan akulturasi budaya sebagai simbol toleransi antar umat beragama antara Islam dan Hindu-Buddha.

Selain itu, bentuk akulturasi antara budaya Arab dan Nusantara yaitu nasi kebuli. Makanan ini mirip dengan nasi goreng. Namun, perbedaannya adalah nasi kebuli menggunakan banyak rempah-rempah (cengkih, pala, kayu manis, dan jinten), kismis, daging kambing, dan acar.

Pada zaman Pemerintahan Kolonial Belanda, orang yang memiliki keturunan Arab termasuk tingkatan kelas menengah yaitu golongan Timur Asing sebagaimana yang diatur dalam Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling).

Ketentuan tersebut mengatur bahwa orang yang memiliki keturunan Arab bisa tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda atau Burgerlijk Wetboek, kecuali mengenai hukum keluarga (pernikahan) dan waris tanpa wasiat diberlakukan hukum adat Arab.

Oleh karena itu, orang yang memiliki keturunan Arab pada zaman Pemerintahan Kolonial Belanda memiliki derajat hukum yang setara dengan golongan Eropa.

Alasan Pemerintah Kolonial Belanda menetapkan golongan Timur Asing Arab bisa tunduk pada hukum perdata Belanda karena hubungan perdagangan internasional antara Arab dan Belanda cukup dekat.

Setelah Indonesia merdeka dari Kolonialisme, sistem kasta yang diterapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda tersebut resmi dihapus oleh Pemerintah Republik Indonesia karena hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. 

Saat ini, orang yang memiliki keturunan Arab tidak hanya bekerja sebagai pedagang dan pendakwah, tetapi ada juga yang bekerja di pemerintahan, jurnalis, pengacara, dan dokter. Salah satu jurnalis yang memiliki keturunan Arab di Indonesia adalah Najwa Shihab.

Baca juga: Menjelajah Kampung Arab, Ragam Memori Bersejarah dari Wilayah Surabaya

Sumber: 

  • https://historia.id/kuno/articles/benarkah-samudera-pasai-kerajaan-islam-pertama-di-nusantara-P0Ko1/page/1
  • https://kumparan.com/beritaanaksurabaya/kisah-siti-fatimah-binti-maimun-pendakwah-islam-di-jawa-abad-ke-11-m-1rD0a30opdK/full
  • https://www.nu.or.id/fragmen/jejak-hadirnya-islam-di-nusantara-UHTRD
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5550941/kisah-wali-songo-sunan-kudus-dakwah-dengan-cara-jalan-damai#:~:text=Sunan%20Kudus%20memiliki%20nama%20asli,ibunya%20merupakan%20putri%20Sunan%20Ampel
  • https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3678984/begini-kisah-kampung-arab-di-cirebon
  • https://megapolitan.kompas.com/read/2019/11/13/19275621/asal-mula-warga-turunan-arab-penuhi-kawasan-condet
  • Natasha, Shela. 2018. Penghapusan Pasal Penggolongan Penduduk dan Aturan Hukum dalam Rangka Mewujudkan Unifikasi Hukum (Abolition of Population and Legal Rules Classification Article to Create Unification in Law). Majalah Hukum Nasional, 48(2), 167-192.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AG
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.