Kisah Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India memikat masyarakat dari berbagai bangsa, tidak terkecuali leluhur bangsa Indonesia. Mereka mengadaptasi kisah asing tersebut dengan menambah nilai lokal, menciptakan bentuk kebudayan baru seperti wayang yang kini dianggap sebagai identitas bangsa.
Jika dalam kasus tersebut bangsa kita mengadaptasi budaya yang berasal dari luar maka dalam kasus Panji adalah kebalikanya. Kisah Panji yang berasal dan berlatar dari Jawa Timur pada masa kerajaan Hindu-Buddha menyebar ke berbagai kebudayaan di Asia Tenggara. Ia tampil dalam sastra dan seni pertunjukan yang disampaikan melalui bahasa setempat.
Kepopuleran Panji yang masih eksis di negara-negara Asia Tenggara, kini disatukan melalui organisasi ASEAN. Ini menambah bukti kedekatan budaya bagi masyarakat di wilayah tersebut sekaligus membuka pintu pada beragam kerja sama budaya.
Mengenal Panji, Kisah Petualangan Demi Cinta asal Jawa
Kisah Panji seperti namanya berpusat pada sosok Panji Inu Kertapati, seorang pangeran dari Kerajaan Kahuripan atau juga dikenal dengan Jenggala. Untuk mendamaikan Kahuripan dengan Daha, dua kerajaan yang sejatinya merupakan satu, Panji akan dinikahkan dengan putri Daha bernama Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana.
Panji dan Sekartaji akan menjadi pasangan yang serasi, keduanya disebut-sebut sempurna baik dalam penampilan maupun karakter. Namun kecemburuan terhadap Sekartaji membuat sang putri terbuang dari istana.
Sementara Sekartaji alih-alih tak berdaya malah mahir bertahan hidup di luar istana dengan menyamar sebagai laki-laki.
Karena saling menyamar, keduanya pun tidak mengenal ketika saling berjumpa dalam petualangan mereka. Namun dengan segala lika-liku, kisah yang memiliki beragam versi ini selalu ditutup dengan indah lewat bersatunya kedua insan.
Menurut berbagai ahli termasuk ‘Bapak Sejarah’ Poerbatjaraka yang banyak meneliti tentang Panji, kisah ini mulai diceritakan sejak era Kerajaan Majapahit (Nurcahyo, 2021).
Pengaruh Majapahit serta migrasi orang Jawa membantu penyebaran Panji, tidak hanya ke berbagai daerah di Nusantara. Namun, juga kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara. Keluarga kerajaan pun memiliki peran dalam mempopulerkan Panji.
Dongeng Romansa Panji yang Terekam dalam Relief Candi Panataran
Ragam Kisah dan Nama Panji di ASEAN
Di Thailand, dua putri dari Kerajaan Ayuthhaya membuat dua teks drama tari berdasarkan kisah Panji yang dikenal sebagai Dalang dan Inao. Teks ini kemudian dikembangkan oleh Raja Rama II dari Dinasti Chakri, dinasti yang masih memerintah Thailand hingga kini (Suthiwan, 2020).
Nama ‘dalang’ merupakan serapan dari kata Jawa untuk pemain wayang sementara Inao adalah nama Thailand untuk karakter Panji, diambil dari Panji ‘Inu’ Kertapati. Di Negeri Gajah Putih, pasangan Inao adalah Bossaba yang berasal kata ‘puspa’ atau sekar (Jawa:bunga)-- merujuk ke Sekartaji.
Kisah Inao telah dibumbui dengan muatan lokal dari bangsa Thai. Namun, tetap menyisakan komponen dari daerah asalnya. Ini bisa dilihat kebiasaan karakter yang menonton wayang, menggunakan keris, serta penggunaan istilah-istilah dari bahasa Jawa. Inao juga digunakan dalam ‘lakhon nai’ yaitu drama tari dari istana yang dimainkan oleh aktor perempuan. Kata lakhon sendiri berasal dari kata jawa ‘lakon’ yang berarti cerita (Nurcahyo, 2021).
Kamboja yang memiliki drama Panji dalam bahasa Khmer menyebut Panji dan Sekartaji sebagai Inao atau Eynao dan Bossaba. Myanmar kisah memiliki karakter utama bernama E-Naong dan Busba, sementara di Laos terdapat manuskrip Panji yang diterjemahkan ke bahasa Lao.
Di Malaysia, Panji disampaikan dalam berbagai teks bahasa Melayu yang disebut dengan hikayat seperti Hikayat Panji Semirang. Hikayat Hang Tuah yang begitu penting bagi masyarakat Negeri Jiran juga menyinggung akan kecantikan putri Daha bernama Galuh Candera Kirana (Puteri, 2018).
Kesenian wayang kulit di negara bagian Kelantan yang diperkenalkan oleh pendatang dari Jawa juga mengangkat lakon tentang Panji.
Orang Jawa tidak sepenuhnya berperan dalam menyebarkan Panji. Etnis dan kerajaan lain di Asia Tenggara juga saling mengenalkan Panji melalui naskah atau tradisi lisan dengan bahasa mereka. Contohnya, diriwayatkan bahwa kedua putri Ayutthaya mengenal Panji melalui pelayan mereka yang beasal dari Pattani, wilayah Thailand dengan masyarakat beretnis Melayu.
Salah satu faktor yang ditengarai membuat kisah Panji dapat diterima oleh berbagai kebudayaan adalah karena unsur kisah cinta merupakan nilai universal, menurut peneliti Panji asal Malaysia, Nooriah Mohamed (Fanani, 2017).
Kisah Panji juga dekat dengan nilai egaliter. Sebab, meskipun berpusat pada karakter berkedudukan tinggi seperti pangeran dan putri, para tokoh dikisahkan hidup membaur sebagai rakyat dalam perjalanan cerita.
Festival Panji Diikuti oleh Negara ASEAN
Panji, Penghubung Budaya Masyarakat ASEAN
Kesamaan budaya masyarakat Asia Tenggara yang sama-sama memiliki kisah Panji sesuai versinya membuat Panji menjadi komponen penting sebagai jembatan dalam pemahaman antarbudaya, dahulu maupun sekarang.
Berbagai inisiatif bermunculan untuk mengadakan seminar serta pertunjukan budaya terkait Panji yang diikuti oleh panelis dan penampil dari negara-negara ASEAN. Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Archeology and Fine Arts atau SEAMEO-SPAFA, organisasi pendidikan dan kebudayaan beranggotakan negara ASEAN, pernah mengadakan seminar dan pertunjukan Panji/Inao internasional di Bangkok pada tahun 2013.
Pemerintah Indonesia sebagai negara asal Panji juga menjadi aktor yang paling aktif mengangkat narasi Panji. Ada International Panji/Inao Festival (2018) serta ASEAN Panji Festival (2023) yang menghadirkan kolaborasi seniman antarnegara ASEAN dengan berlokasi di berbagai kota Indonesia.
Lembaga pendidikan seperti Chulalongkorn University di Bangkok juga mengadakan seminar internasional bertema Panji/Inao di ibu kota Thailand yang mengundang narasumber serta penampilan kelompok seni dari Indonesia. Sebagai acara yang menggaet kerja sama dari Kebudataan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok tersebut, Panji menjadi perekat hubungan Thailand dan Indonesia.
Pengaruh lintas negara dari Panji juga membuatnya telah terdaftar sejak Oktober 2017 sebagai Ingatan Kolektif Dunia (Memory of the World (MoW)), sebuah program dari UNESCO untuk menjaga dokumen yang berharga bagi dunia. Pengajuannya dilakukan oleh perpustakaan dan lembaga pendidikan dari berbagai negara yang memiliki naskah Panji, yaitu Indonesia, Belanda, Kamboja, dan Malaysia.
Dalam berbagai kasus, adanya kesamaan budaya di negara-negara ASEAN memicu perdebatan dalam masyarakat akan negara mana yang paling berhak mengaku sebagai pemilik budaya tersebut. Padahal, kontak antarmasyarakat Asia Tenggara yang juga membawa pertukaran budaya di dalamnya telah lama terjalin, jauh sebelum batas-batas negara yang kini diakui terbentuk.
Wajar jika terdapat budaya bersama seperti kisah Panji yang tidak lagi eksklusif dimiliki oleh satu negara. Sama seperti kisah Mahabharata dan Ramayana yang telah menjadi bagian dari identitas budaya Indonesia meskipun berakar dari negeri lain.
Epos Panji yang kini telah berusia tujuh abad dapat digunakan sebagai media dalam menguatkan hubungan budaya masyarakat ASEAN, kelompok negara yang baru terbentuk 1967. Panji juga menunjukan bagaimana budaya dapat menjadi warisan bersama yang juga diikuti dengan tanggung jawab bersama untuk menjaganya.
Manfaat Diselenggarakan ASEAN Festival Panji 2023 Sebagai Wadah Pelestarian Budaya
Sumber:
Bramantyo, T., & Hung, S. (2017). The Javanese Panji Story: Its Transformation and Dissemination into the Performing Arts in Southeast Asia. Harmonia: Journal of Arts Research and Education, 17, 113–119.
Fanani, A. K. (2017, August 9). “Cerita Panji”, Sastra Yang merekatkan ASEAN. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/645755/cerita-panji-sastra-yang-merekatkan-asean
Nurcahyo, H. (2021, Juli). Cerita Panji yang Melintasi Negeri. Intisari, 706, 8–19.
Putri, R. H. (2018, July 18). Kisah Panji di Negeri Jiran. Historia. https://historia.id/kuno/articles/kisah-panji-di-negeri-jiran-6jJrL/page/1
Suthiwan, T. (2020). Mangummangaaraa; The search of Inao’s origin in Thailand. Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia, 21(2), 235–267.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News