Ketika ke Yogyakarta, pernahkan Kawan GNFI berkunjung ke Keraton Yogyakarta Hadiningrat? Keraton Yogyakarta menyimpan banyaak benda pusaka yang sakral. Salah satunya adalah gamelan.
Pernahkah Kawan GNFI menyaksikan pertunjukan di keraton atau bahkan pernah mengikuti upacara adat keraton seperti Sekaten? Ternyata, setiap upacara menggunakan jenis gamelan yang berbeda-beda, loh!
Namun, sebelum mengetahui macam-macam gamelan tersebut, apa, sih gamelan itu? Dilansir dari kratonjogja.id, gamelan merupakan ansambel tradisional Jawa, yang memiliki tangga nada pentatonis dalam sistem tangga nada slendro dan pelog. Gamelan ini oleh masyarakat Jawa disebut dengan gangsa, akronim dari tiga sedasa (tiga dan sepuluh).
Tiga sedasa ini merujuk pada elemen-elemen yang menciptakan gamelan. Perpaduan antara tiga bagian tembaga dengan sepuluh bagian timah. Dari perpaduan ini, terciptalah perunggu, yang menjadi bahan baku terbaik gamelan.
Baca juga: Menyelami Kesenian Gamelan Banjar: Tradisi yang Harus Dilestarikan
Berbagai instrumen tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam ansambel karawitan. Hampir semua instrumen gamelan dimainkan dengan cara yang sama, yakni dipukul menggunakan alat pemukul yang sesuai. Namun, berikut adalah instrumen yang dimainkan dengan cara selain dipukul.
- Rebab, dimainkan dengan cara digesek seperti biola.
- Siter, dimainkan dengan cara dipetik seperti gitar.
- Suling, dimainkan dengan cara ditiup
Terdapat sekitar 21 perangkat gamelan yang dimiliki oleh Keraton Jogja, yang berikutnya dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu yakni Gangsa Pakurmatan dan Gangsa Ageng. Maing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Gangsa Pakurmatan dimainkan ketika pelaksanaan Hajad Dalem atau upacara adat keraton. Adapun Gangsa Ageng dimainkan ketika ada pergelaran seni budaya keraton.
1. Gangsa Pakurmatan
, via Wikimedia Commons" alt="">
- Kanjeng Kiai Guntur Laut atau disebut juga Gangsa Monggang dimainkan ketika Jumenengan (upacara penobatan) Sultan, menyambut tamu yang sangat terhormat di keraton, pernikahan kerajaan, dan Garebeg.
- Kanjeng Kiai Kebo Ganggang atau Gamelan Kodhok Ngorek juga dimainkan ketika Jumenengan Sultan dan Garebeg.
- Kanjeng Kiai Sekati, sebagaimana namanya yang hanya dimainkan ketika perayaan Sekaten. Gamelan ini memiliki dua perangkat lagi, yakni Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nagawilaga.
- Gangsa Carabalen, berguna dalam penyambutan kedatangan tamu keraton, mengiringi latihan baris-berbaris prajurit putri, dan Garebeg.
Baca juga: Mengenal Perajin Gamelan Desa Wirun: Pusat Kerajinan Gamelan Dunia
2. Gangsa Ageng
- Kanjeng Kiai Surak, digunakan untuk menggugah semangat prajurit dalam berjuang melawan penjajah, sekarang digunakan untuk mengiringi Ngabekten dan adu banteng melawan macan.
- Kanjeng Kiai Kancil Belik, digunakan untuk mengiringi kedatangan Sultan saat upacara Ngabekten, mengiringi Krama Dalem (pernikahan Sultan), dan Supitan atau khitanan putra mahkota.
- Kanjeng Kiai Guntur Sari, digunakan untuk mengiringi tari Beksan Trunajaya, upacara adat Supitan dan Tetesan, pengiring Prajurit Langenastra saat Garebeg Mulud, dan digunakan ketika latihan acara Sekaten.
- Kanjeng Kiai Marikangen, digunakan untuk mengiringi prajurit putri Langenkusuma menuju alun-alun untuk berlatih perang. Selain itu, pada masa kepemimpinan Sri Sultan HB VI dan Sri Sultan HB VII, gamelan ini digunakan untuk mengiringi tari bedhaya, wayang orang, dan wayang kulit.
- Kanjeng Kiai Panji dan Kanjeng Kiai Pusparana yang menjadi peninggalan Sri Sultan HB V.
- Kanjeng Kiai Madukintir dan Kanjeng Kiai Siratmadu. Keduanya digunakan untuk mengiringi wayang orang, tarian, dan uyon-uyon (karawitan).
- Kanjeng Kiai Medharsihdan Kanjeng Kiai Mikatsih. Keduanya digunakan untuk mengiringi tarian, uyon-uyon, dan pertunjukan serupa.
- Kanjeng Kiai Harjanagara dan Kanjeng Kiai Harjamulya. Digunakan untuk mengiringi wayang orang dan uyon-uyon.
- Kanjeng Kiai Madumurti dan Kanjeng Kiai Madu Kusumo merupakan pemberian seorang warga Yogyakarta beretnis Tionghoa, Li Jing Kim kepada Sri Sultan HB VIII pada tahun 1930. Adapun fungsinya sebagai pengiring wayang orang dan uyon-uyon.
- Kanjeng Kiai Sangumulya dan Kanjeng Kiai Sangumukti
Keduanya digunakan untuk mengiringi tarian, wayang kulit, wayang golek, dan uyon-uyon. Terdapat cerita di balik kedua nama gamelan ini. Saat itu, Sri Sultan HB IX bertanya kepada putranya ketika hendak naik takhta menjadi Sri Sultan HB X. Pertanyaan tersebut adalah manakah yang ia inginkan, hidup mukti atau hidup mulya.
Wah, ternyata gamelan di keraton tidak hanya satu jenis dan masing-masing punya cerita, ya! Jadi, apakah Kawan GNFI makin penasaran dengan pertunjukan yang menampilkan alat musik tersebut?
Sumber:
https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/16-mengenal-gamelan-keraton-yogyakarta/
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News