Judi online saat ini menjadi masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini karena perjudian banyak dilakukan oleh kalangan menengah bawah. Bahkan uang yang dihabiskan bisa mencapai triliunan rupiah.
Perbuatan judi sangat dilarang secara agama juga kebudayaan. Bahkan larangan berjudi telah diabadikan oleh leluhur Ciamis dalam sebuah prasasti beberapa abad lalu pada masa Kerajaan Galuh.
Kerajaan Kendan, Kerajaan yang Terletak di Desa Nagreg Kendan
Pepatah larangan berjudi ini tertulis dalam sebuah prasasti ke VI yang ada di Situs Astana Gede Kawaii. Pada prasasti ini tertulis dalam bahasa Sunda kuno yang berbunyi “ini petinggal nu atisti ayama nu ngisi daeyeuh ieu ulah botoh bisi kokoro”
“Artinya peninggalan dari yang astiti dari rasa yang ada, yang menghuni kota ini jangan berjudi bisa sengsara”
Larangan berjudi
Budayawan Kawali, Enno menerangkan prasasti VI Kawali merupakan prasasti yang ditemukan pada tahun 1995 oleh juru pelihara waktu itu. Batu prasasti yang berbentuk andesit ini memuat dua poin penting.
Poin pertama menginformasikan adanya simbol kembang Cakra. Simbol itu yang digunakan oleh para ASN Pemkab Ciamis. Pada prasasti ini pagaran kembang Cakra sudah sangat rapi dan jelas.
Sementara itu poin kedua adalah tulisan mengenai larangan berjudi dari Raja Galuh, Prabu Niskala Wastu Kancana pada tahun 1371. Pada prasasti itu, Prabu Niskala Wastu Kancana menekankan dalam aturannya masyarakat Sunda dilarang untuk berjudi.
Menyoroti Sifat Raja Sunda Tarusbawa
“Kalimat ini petinggal ulah botoh bisi kolor. Ini peninggalan dari para leluhur yang punya pengetahuan tinggi bijak. Jadi siapapun menghuni negeri ini Galuh jangan berjudi bisa sengsara,” ungkapnya yang dimuat Detik.
Peristiwa sabung ayam
Enno mengungkapkan penekanan botoh dalam prasasti itu sebenarnya berarti keserakahan. Tetapi bila melihat kondisi yang ada di Kerajaan Galuh ketika itu, botoh dianggapnya memang mengarah kepada perjudian.
Hal ini karena terjadinya peristiwa yang membuat Kerajaan Galuh trauma. Pasalnya, pada zaman Ciung Wanara, di Kerajaan Galuh terjadi peperangan saudara yang hampir membuat Galuh mengalami krisis.
Mengenal Lembaga Pendidikan Sunda
“Terjadi perang saudara karena adanya judi sabung ayam, karena yang dipertaruhkan itu kerajaan, tidak tanggung-tanggung,” ungkapnya.
Karena itulah, Prabu Niskala Wastu Kancana tidak ingin peristiwa ini kembali terjadi. Dirinya kemudian membuat tulisan dalam prasasti untuk menekankan larangan berjudi atau keserakahan pada masyarakat Sunda.
“Leluhur kita, leluhur Galuh sudah mencontohkan dan sudah tahu namanya botoh atau judi ini pasti terus terjadi. Masyarakat Sunda diingatkan untuk tidak melakukan itu. Dicontohkan dengan legenda Ciung Wanara, yang seorang raja pun tidak ikut (dengan judi),” pungkasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News