Apakah Kawan GNFI familiar dengan motif batik yang menyerupai huruf ‘S’? Pernah lihat tapi ga, tahu namanya?
Batik dengan motif unik tersebut dikenal sebagai batik parang. Motif ini merupakan salah satu yang tertua dan sudah ada sejak zaman Keraton Mataram. Dulu, membatik merupakan tradisi turun menurun yang menghasilkan motif dan dapat membedakan status seseorang.
Keberadaan batik yang sudah ada sejak lama menunjukkan batik telah menjadi warisan berupa karya dari nenek moyang kita dan bentuk identitas dari masyarakat yang mempunyai nilai seni dan filosofi yang tinggi.
Mengutip dari Kristie et al. (2019), motif batik selalu memiliki makna simbolis berdasarkan falsafah Jawa seperti kedudukan seseorang dalam lingkungan sosial masyarakat dalam penggunaan batik dan makna yang terkandung pada motifnya, di mana kedua aspek tersebut saling berkaitan dalam hidup.
Batik parang juga punya makna filosofis tersendiri loh! Yuk, baca artikel ini sampai akhir biar Kawan GNFI semakin mengenal motif batik yang satu ini!
Apa itu Batik Parang?
Batik dibagi menjadi dua jenis yaitu batik pesisir dan batik keraton (Supriono, Primus, 2016). Batik pesisir dikenal sebagai batik yang ada di daerah pesisir utara pulau Jawa dengan warna cenderung cerah dan motif yang beraneka ragam akibat paparan budaya luar dari India, Tiongkok, Belanda, dan lain lain.
Sementara itu, batik keraton dikenal dengan pola yang tradisional dan berkembang di keraton Jawa. Batik Parang termasuk ke dalam jenis batik keraton karena penggunaan yang terbatas pada kalangan bangsawan di lingkungan kerjaan dan tidak boleh digunakan oleh rakyat jelata.
Kata parang berasal dari Bahasa Jawa yaitu pereng yang disimbolkan dengan garis lengkug menyerupai ombak di laut. Susunan motif yang sekilas seperti huruf ‘S’, melambangkan sebuah kesinambungan.
Hal ini juga menggambarkan kekuatan, kekuasan, dan semangat yang tinggi. Motif ini juga dapat diartikan sebagai kekuasan dan pertumbuhan dari seorang raja (Eliot, 2004). Oleh karena itu, batik parang juga disebut dengan batik larangan karena tidak boleh digunakan rakyat biasa.
Motif ini memiliki beberapa jenis seperti parang barong, parang rusak, parang curigo, parang kusumo, dan lainnya. Tiap corak memiliki bentuk dan makna yang berbesa, serta penggunaan yang membedakan status pemakainya dan dimana motif tersebut dipakai.
Baca juga: Member EXO mengenakan Batik Parang saat perform
Asal Usul Batik Parang
Batik parang dapat ditemui di daerah Yogyakarta dan Solo. Kedua memiliki perbedaan pada bentuknya. Batik parang Yogyakarta mempunyai bentuk diagonal yang mengarah dari kanan atas ke kiri bawah dengan warna yang didominasi putih dan hitam pada dasar batik.
Sedangkan, bentuk batik parang Solo mempunyai pola dari kiri atas ke kanan bawah dengan warna yang dominan coklat soga (Kristie et al., 2019).
Kedua batik parang ini memiliki arti yang sama karena dibuat oleh pendiri keraton Mataram Kartasura, yang kemudian terpecah menjadi Kasultanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Batik Yogyakarta memiliki ciri khas yang berbeda dari daerah lain, dengan motif yang tegas dan lugas.
Menurut Didik Wibowo dari Museum Batik Yogyakarta, batik parang dahulu adalah motif terlarang bagi masyarakat luar keraton Mataram karena penggunaan yang diatur oleh penguasa.
Saat itu, para saudagar mengkombinasikan motif parang dengan motif lain, seperti parang grompol yang melambangkan rezeki melimpah, dan prabu anom parang tuding yang melambangkan kedudukan baik dan awet muda. Setelah Mataram bergabung dengan NKRI, larangan ini hanya berlaku di dalam lingkungan keraton.
Baca juga: Memahami Filosofi Batik Parang di Balik Larangan Penggunaannya di Pernikahan Kaesang-Erina
Memiliki Makna Keseimbangan
Batik parang kusumo adalah salah satu motif parang yang memiliki sejarah panjang dan erat kaitannya dengan orang Jawa, terutama di lingkungan keraton. Pada awalnya, motif ini hanya dipakai oleh keluarga kerajaan dan memiliki fungsi sakral dalam upacara-upacara penting, seperti pernikahan atau ritual adat lainnya.
Parang kusumo berasal dari kata "parang" yang berarti tebing atau karang, dan "kusumo" disamakan seperti bunga yang harum. Berarti pentingnya membangun pribadi yang baik dengan menjunjung tinggi norma dan nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga diharapkan dapat mencapai keseimbang, baik secara lahir maupun batin, melalui kerja keras dan perilaku yang terpuji.
Motif ini menekankan pada keharuman pribadi, yang didasarkan pada pencapaian keseimbangan lahir dan batin. Motif ini sering digunakan sebagai kain saat upacara tukar cincin dalam pernikahan, dengan harapan agar pasangan mencapai kehidupan yang harmonis dan sempurna dalam pernikahan mereka, baik secara lahir maupun batin.
Selain itu, batik parang kusumo juga melambangkan hubungan antar manusia yang tak terputus dan selalu terjalin secara berkesinambungan. Makna ini mencerminkan ikatan erat, terutama dalam hubungan keluarga.
Nilai-nilai keseimbangan dan keanggunan yang terkandung dalam batik parang kusumo menjadikannya simbol kekuatan batin dan keselarasan hidup yang diinginkan banyak orang.
Jadi, sudah semakin mengenal batik parang kan, Kawan GNFI? Motif yang kaya akan sejarah ini tidak hanya indah, tetapi juga penuh makna tentang kehidupan.
Mari lestarikan warisan budaya dengan berpakaian batik di berbagai kesempatan! Karena dalam setiap motif batik punya cerita unik yang bisa menginspirasi kehidupan kita.
Sumber:
- Elliot, Inger McCabe. 2004. BATIK: FABLED CLOTH OF JAVA. Singapore: Periplus Edition.
- Kristie, S., Darmayanti, T. E., & Kirana, S. M. (2019). MAKNA MOTIF BATIK PARANG SEBAGAI IDE DALAM PERANCANGAN INTERIOR. AKSEN, 3(2), 57–69.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News