Kawan GNFI, belakangan ini sangat marak berita di berbagai media yang mewartakan berbagai kasus bullying atau perundungan yang terjadi di sekolah maupun di kampus. Sebut saja kasus di sekolah hingga tingkat perkuliahan. Bullying dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah merundung, yang memiliki akar kata rundung.
Definisi Bullying atau Merundung
Menurut KBBI VI, merundung memiliki arti sebagai mengganggu; mengusik terus-menerus; menyusahkan. Makna lainnya adalah menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis, dalam bentuk kekerasan verbal, sosial, atau fisik berulang kali dan dari waktu ke waktu, seperti memanggil nama seseorang dengan julukan yang tidak disukai, memukul, mendorong, menyebarkan rumor, mengancam, atau merongrong.
Dampak perundungan bukan saja hanya menyasar pada si korban, tetapi juga bagi si pelaku dan juga pihak pihak yang mengetahui aksi ini. Bagi si pelaku, keberhasilan melakukan perundungan akan membuatnya merasa superior dan semakin agresif untuk terus melakukannya.
Adapun untuk yang mengetahui aksi ini dan mendiamkannya, bukan tidak mungkin lambat laun akan menjadikan mereka sebagai pelaku. Karena itu, jika rantai ini tidak diputus, berpotensi menjadi “budaya” turun temurun dalam konteks tertentu.
Sementara itu, bagi korban, sudah tentu akan memberikan pengaruh buruk pada kesehatan fisik dan mental yang dapat berdampak secara jangka panjang, seperti kecemasan, rasa penghargaan diri yang rendah dan depresi.
TelePontren, Layanan Baru Kemenag untuk Cegah Perundungan Anak
Merundung karena Kurang Rasa Empati
Berdasarkan beberapa penelitian, ditemukan keterhubungan positif antara perilaku merundung dengan rendahnya kemampuan empati (Özkan & Cifci, 2009). Riset menunjukkan peningkatan kemampuan empati dapat menurunkan perilaku bullying.
Pada penelitian lain, Ballard, dkk (dalam Papalia, 2001) dikatakan bahwa perisak memiliki karakteristik dominan yang menguasai orang lain melalui kekerasan. Mereka menunjukkan sedikit atau ketiadaan rasa empati pada korban mereka.
Apakah empati itu? Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Jadi orang yang memiliki empati akan sulit untuk menyakiti orang lain.
Nah, makin maraknya kasus perundungan dalam masyarakat kita, bisa saja menunjukkan bahwa kita telah mulai kehilangan rasa empati kita terhadap sesama. Sedih bukan?
Kawan, jika masalah perundungan ini dibiarkan, tentunya dapat mengganggu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025—2045 dalam mendukung pelaksanaan Visi Indonesia Emas 2045.
Alih-alih mewujudkan Generasi Emas di tahun 2045, mungkin saja yang terjadi malah Generasi Cemas.
Nilai Luhur untuk Tingkatkan Rasa Empati
Kita sebenarnya memiliki banyak aset nilai-nilai luhur (moral values) yang dapat menjadi penangkal ampuh untuk menghentikan maraknya budaya merundung. Kehidupan komunal dan penuh empati yang dijalani para leluhur kita, kini sepertinya telah semakin pudar.
Ada beberapa nilai nilai luhur nenek moyang kita, yang dapat menutun kita untuk kembali memiliki empati kepada orang lain, misalnya:
1. Tepo Seliro, yaitu rasa kepedulian untuk merasakan dan membantu semampunya kesulitan yang sedang dialami orang lain. Tepo seliro juga dapat dimaknai sebagai kemampuan mengendalikan diri dan menghadirkan rasa dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Cegah Perundungan di Sekolah, 104.870 Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Dibentuk
2. Gotong Royong, yaitu saling membantu dan melakukan pekerjaan untuk kepentingan bersama tanpa adanya imbalan.
Implementasi gotong royong dapat dilihat dalam kegiatan rewang (membantu tanpa pamrih) ketika ada tetangga yang punya hajatan/kesusahan.
3. Sambatan adalah kegiatan seseorang untuk membantu orang lain yang memiliki keperluan atau acara (Koentjaraningrat, 2000).
4.Welas Asih adalah suatu perilaku dimana seseorang mampu merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain (Endraswara, 2013a)
Kawan GNFI, ayo bersama sama kita hidupkan kembali nilai nilai baik diatas, sehingga nantinya mampu mengikis perilaku nir-empati yang kini makin marak.
Jika Kawan cinta Indonesia, mulailah dengan menghidupkan kembali nilai nilai luhur bangsa ini dan menyebarkannya. Kita songsong Generasi Emas 2045 dengan hidupkan nilai nilai luhur bangsa.
Harmonisasi Bahasa Madura dan Permainan Tradisional untuk Mencegah Perundungan Anak
Referensi :
- https://www.apa.org/topics/bullying#:~:text=Bullying%20is%20a%20form%20of,words%2C%20or%20more%20subtle%20actions.
- https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/empati
- https://journals.ums.ac.id/index.php/indigenous/article/download/3129/2390
- https://www.crslearn.org/publication/the-power-of-empathy/preventing-bullying-using-empathy/
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News