peta buta dulu namanya sekarang berubah menjadi peta daring bertajuk google maps - News | Good News From Indonesia 2024

Dahulu namanya Peta Buta, Kini Berubah jadi Peta Daring Google Maps

Dahulu namanya Peta Buta, Kini Berubah jadi Peta Daring Google Maps
images info

Tiga hingga empat dekade silam adalah masa ketika kita masih hidup di era 1980 hingga 1990-an, ketika pola hidup masih serba konvensional. Ya, dahulu di bangku sekolah dasar, kita diajarkan untuk memahami apa, bagaimana dan di mana itu Republik Indonesia.

Biasanya melalui buku Atlas yang memuat pelbagai peta dengan varian indikator spesifik seperti topografi, demografi, dan lanskap masing-masing. Kita juga bisa melihat peta di beberapa edisi buku yang cukup legend, yaitu Buku RPUL alias Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap.

Suatu buku wajib dan harus dimiliki kala itu. Kita juga mengenal koleksi globe yang tak lain adalah miniatur bola bumi berbentuk bulat. Globe ini menggambarkan bentuk, ukuran, dan area tanah serta air di bumi dengan skala tertentu. Dalam beberapa kesempatan, globe juga bisa disebut sebagai bola dunia.

Cara Mengetahui Koordinat Lokasi Absolut di Google Maps

Dengan mengoleksi globe pada kamar atau beranda ruang tamu di rumah, seolah kita sudah menjelajahi bumi secara imajinatif. Paling tidak ada gambaran di kepala, bagaimana bentuk, dan apa isi dari peta bumi pada tataran alam semesta. Melintasi pulau, negara, benua, hingga lautan samudera.

Terkhusus bagi para pelaku dan pehobi tamasya ketika itu di wilayah tanah air. Bekal wajib mereka (selain uang, kesehatan dan alat transportasi serta perlengkapan lain) tentunya adalah peta. Entah peta buta, peta wisata perjalanan, peta obyek wisata, hingga Atlas.

Atlas itu merupakan buku yang berisi halaman peta, baik itu peta Indonesia maupun peta dunia. Buku ini sangat membantu mereka yang biasa melakukan perjalanan entah dari Jakarta ke Sumatra, Pulau Jawa hingga Bali sesuai selera, keinginan dan keperluan mereka.

Entah naik bus malam, kereta api antarkota, motor, mobil pribadi hingga pesawat terbang, dengan "bekal" buku peta di tas atau saku mereka, seolah mereka sudah punya "senjata" tersendiri tanpa takut tersesat nantinya. Mau ke Jogjakarta, Bali atau ke Malang, asal ada peta di saku, semua bisa diatur, jangan khawatir.

Dengan peta dengan skala dimensi dan jarak tertentu, para pelaku perjalanan juga bisa memprediksi kapan mereka tiba di lokasi yang diinginkan. Skala pada peta atau Atlas sangat bervariasi, mulai 1:25.000 hingga 1:5.000.000. Jadi, jarak 1 sentimeter yang terlihat pada peta berskala 1 : 25.000, artinya berjarak 25.000 sentimeter atau sejauh 250 meter pada kenyataan faktualnya.

Sebagai ilustrasi, pada peta pulau jawa yang berskala 1:3.000.000, kita dapat mengukur suatu jarak. Misal dari Kota Jakarta menuju Pulau Madura, tertera jarak 30 sentimeter yang kita ukurkan dengan mistar pada peta.

Artinya, bisa langsung kita tahu jarak Jakarta - Madura di pada kenyataan faktualnya yaitu sejauh kurang lebih 900 kilometer. Sehingga kita dapat mengatur ritme perjalanan, di mana beristirahat, lokasi menginap, dan pukul berapa tiba di lokasi. Peta Atlas tentu membantu apa kepentingan dan tujuan kita semua di kala itu.

Namun itu dahulu. Lain dahulu, lain sekarang. Coba saja, mari tengok dan lirik langsung lingkungan sekeliling kita. Para pelaku tamasya, entah dari kalangan kolonial hingga milenial bahkan generasi Z, sebagian sudah familiar dengan gadget telepon pintar mereka, yaitu aplikasi Google Maps.

Indonesia Jadi Negara Terbesar Kelima Dunia Kontributor Google Maps

Google Maps adalah suatu aplikasi audio-visual yang didesain khusus pada telepon pintar sebagai peta pedoman penunjuk arah yang bersifat daring atau online. Ini biasa disebut juga sebagai audio visual. Sebab, Maps tidak hanya menyajikan gambar, bentuk dan warna, tetapi juga suara. Suara khas wanita yang dipakai menjadi suara platform Maps yang tentu sudah akrab di telinga.

Tak hanya bagi pelaku tamasya dan pehobi jalan-jalan, bahkan pelaku profesional perjalanan dinas baik pemerintah atau swasta, juga tidak asing dengan Google Maps. "Nggak ada Google Maps zaman sekarang serasa buta di perjalanan," seloroh salah seorang pemakai rutin Google Maps kepada penulis belum lama ini.

Tentu, aplikasi peta daring Google Maps bukan Tuhan atau malaikat bagi manusia. Namanya aplikasi buatan manusia, tetap saja saja bisa salah.

Tidak jarang kita dengar pemberitaan di televisi atau pada media konvensional, ada pemakai Google Maps tersasar. Entah di pegunungan, sawah, lembah maupun di gang jalan buntu. Namun, apa sesudah dikecewakan, mereka menghapus aplikasi peta Maps pada telepon pintarnya? Belum tentu.

Sebagai saran atau masukan bagi kawan GNFI, bahwasanya boleh saja mengandalkan aplikasi peta Google Maps, terutama di perjalanan jauh. Namun, aplikasi jangan dipercayai mutlak 100% karena tetap saja potensial menyimpan kesalahan. Seperti aplikasi yang belum dilakukan tindakan pemutakhiran data, informasi, gambar dan lain sebagainya.

Sebagai ilustrasi, pada suatu titik di peta daring tergambar bendungan atau lahan hijau persawahan. Namun, setelah didatangi ternyata sudah berubah menjadi kompleks properti perumahan, lapangan, dan lain-lain. Lumrah terjadi.

Foto Udara Milik Pemkot Surabaya Lebih Baik Dibanding Google Maps

Kita bisa perlakukan peta daring Google Maps jangan hanya sebagai single data atau data tunggal dalam tujuan mengunjungi suatu titik. Melainkan kita pula harus memakai data sekunder atau data pendukung lain untuk melokalisir suatu titik destinasi. Seperti keterangan warga setempat, papan penunjuk jalan resmi pemerintah, informasi lokal dan lain seterusnya.

Dengan kita menggunakan peta daring dan didukung data sekunder, maka potensi kita tersesat atau gagal melokalisir titik menjadi lebih kecil atau lebih nihil.

Sejatinya bagi kita, untuk bisa mengetahui karakteristik bangsa dan negara Indonesia dan juga negara-negara lain di dunia, kita bisa memahami dan memulainya dengan mempelajari peta. Bahkan, kita kenal ada sesi peta buta untuk memahami lebih detail.

Dengan metode seperti itu, kita dapat lebih meningkatkan wawasan nusantara serta lebih cinta tanah air lebih dalam.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.