Indonesia kaya akan cerita rakyat yang turun-temurun diceritakan dari generasi ke generasi. Cerita-cerita ini tak hanya seru didengar, tetapi juga sarat makna dan pelajaran berharga.
Pada artikel ini, Kawan GNFI akan mengetahui 10 cerita rakyat pendek yang paling populer di Indonesia, mulai dari kisah Malin Kundang yang berubah menjadi hingga legenda Sangkuriang. Siap-siap terhanyut dalam cerita-cerita penuh pesan moral ini, ya!
Baca Juga: Cerita Rakyat dari Sumatera Barat: Malin Kundang Si Anak Durhaka
Kumpulan Cerita Rakyat Pendek dari Berbagai Daerah di Indonesia
Cerita Rakyat 1: Malin Kundang - Sumatera Barat
Pada suatu masa, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai Sumatera. Ayahnya sudah lama pergi meninggalkan sang ibu dan anak tunggal mereka, Malin Kundang. Malin adalah anak yang pintar dan pemberani, namun sedikit nakal.
Ketika dewasa, Malin memutuskan untuk merantau ke negeri seberang demi mencari penghidupan yang lebih baik, dengan harapan kelak kembali ke kampung halamannya sebagai orang kaya. Keinginannya ini didorong oleh ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulu miskin, tetapi kini sudah kaya raya.
Awalnya, sang ibu tidak setuju dengan rencana Malin. Namun, karena Malin terus mendesak, akhirnya ibunya merelakan kepergiannya. "Nak, jika kamu sudah sukses dan hidup berkecukupan, jangan lupakan ibumu dan kampung halaman ini," pesan ibunya.
Seminggu kemudian, Malin pun pergi meninggalkan kampung halamannya. Di kapal, Malin banyak belajar tentang ilmu pelayaran. Setelah bertahun-tahun bekerja keras, Malin berhasil menjadi orang kaya dengan banyak kapal dagang.
Kabar kesuksesan Malin Kundang yang telah menikah pun sampai ke telinga ibunya. Sang ibu merasa bersyukur dan sangat bahagia mendengar anaknya berhasil. Sejak saat itu, ia setiap hari pergi ke dermaga, berharap bisa bertemu kembali dengan Malin yang pulang ke kampung.
Suatu hari, Malin bersama istrinya berlayar menuju kampung halamannya. Sang ibu yang berada di dermaga melihat dua orang berdiri di atas geladak kapal besar. Ia yakin bahwa itu adalah Malin Kundang dan istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal dan disambut oleh ibunya. "Malin Kundang, anakku, kenapa kau pergi begitu lama tanpa memberi kabar?" tanya ibunya sambil memeluk Malin Kundang. Namun, apa yang terjadi? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga jatuh.
"Perempuan tidak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku," kata Malin Kundang. Malin pura-pura tidak mengenali ibunya karena malu melihat penampilan ibunya yang sudah tua dan berpakaian compang-camping. "Apakah wanita itu ibumu?" tanya istri Malin Kundang. "Bukan, dia hanya seorang pengemis yang berpura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan hartaku," jawab Malin.
Mendengar ucapan dan perlakuan kasar anaknya sendiri, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menyangka anaknya bisa menjadi begitu durhaka. Dalam kemarahannya, ia mengangkat tangannya ke langit dan berdoa, "Ya Tuhan, jika dia benar anakku, aku sumpahi dia menjadi batu."
Seketika, langit menjadi gelap, angin bertiup kencang, dan badai melanda. Tiba-tiba, kapal milik Malin Kundang tersambar petir besar hingga hancur dan tenggelam di lautan. Tak lama kemudian, tubuh Malin Kundang menjadi kaku dan akhirnya berubah menjadi sebuah batu karang.
Cerita Rakyat 2: Asal Mula Danau Toba - Sumatera Utara
Dahulu kala, di sebuah desa di Sumatera Utara, hiduplah seorang petani bernama Toba. Ia hidup seorang diri, tanpa keluarga. Setiap harinya, Toba bekerja di ladang dan memancing ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Suatu hari, Toba pergi ke sungai dekat rumahnya untuk mencari ikan sebagai lauk makan hari itu. Dengan membawa kail, umpan, dan wadah ikan, ia segera menuju sungai. Sesampainya di sana, Toba langsung melemparkan kailnya ke air.
Sambil menunggu ikan menyambar umpannya, Toba berdoa, "Ya Allah, semoga hari ini aku mendapat banyak ikan." Tak lama kemudian, kailnya terlihat bergerak. Toba segera menariknya dan merasa sangat gembira karena ikan yang didapatnya kali ini berukuran sangat besar.
Namun, betapa terkejutnya Toba ketika menyadari bahwa ikan yang ditangkapnya bisa berbicara! "Tolong, jangan makan aku, Pak. Biarkan aku hidup," kata ikan itu. Tanpa berpikir panjang, Toba melepaskan ikan tersebut kembali ke sungai.
Beberapa saat kemudian, Toba kembali terkejut karena ikan itu berubah menjadi seorang wanita cantik. "Jangan takut, Pak. Aku tidak akan menyakitimu," ujar wanita itu. "Siapa kamu? Bukankah tadi kamu seekor ikan?" tanya Toba. "Aku adalah seorang putri yang dikutuk karena melanggar aturan kerajaan," jawab wanita itu. "Terima kasih telah membebaskan aku dari kutukan itu. Sebagai tanda terima kasih, aku bersedia menjadi istrimu," lanjutnya.
Toba pun menyetujui tawaran tersebut, namun wanita itu meminta satu syarat, "Kamu harus berjanji untuk tidak pernah menceritakan asal-usulku yang berasal dari seekor ikan. Jika janji ini dilanggar, niscaya bencana besar akan terjadi," katanya dengan tegas.
Setelah beberapa bulan menikah, kebahagiaan Toba semakin bertambah karena istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Samosir. Samosir tumbuh menjadi anak yang tampan dan kuat, namun ia memiliki kebiasaan yang membuat orang-orang heran.
Samosir selalu merasa lapar dan tidak pernah kenyang. Suatu hari, ibunya memintanya untuk mengantarkan makanan dan minuman ke sawah tempat ayahnya bekerja. Namun, Samosir malah memakan semua makanan itu sendiri dan tertidur di sebuah gubuk. Sementara itu, Pak Toba yang sudah tidak tahan menahan lapar, memutuskan untuk pulang ke rumah. Di perjalanan, ia melihat anaknya sedang tidur di gubuk dan langsung membangunkannya. "Samosir, bangun!" teriaknya.
Setelah terbangun, Pak Toba langsung menanyakan makanannya. "Mana makanan untuk Ayah?" tanya Pak Toba. "Sudah habis kumakan," jawab Samosir. Mendengar hal itu, Pak Toba sangat marah dan memarahi anaknya, "Anak tidak tahu diri! Dasar anak ikan!" ujar Pak Toba tanpa sadar telah melanggar janjinya kepada istrinya.
Begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya, seketika Samosir dan ibunya hilang. Dari bekas injakan kaki mereka, tiba-tiba muncul air yang deras disertai hujan lebat dan petir. Air tersebut meluap hingga membentuk sebuah danau yang kemudian dikenal sebagai Danau Toba.
Cerita Rakyat 3: Si Pitung - Jakarta
Pada masa penjajahan Belanda, di daerah Rawa Belong, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, hiduplah sebuah keluarga sederhana yang terdiri dari Piun, istrinya, dan anak laki-laki mereka, Pitung. Ayah Pitung bekerja sebagai petani dan juga beternak kambing.
Sejak kecil, Pitung sudah dikenal sebagai anak yang suka membantu orang lain, terutama mereka yang lemah. Ia juga rajin berlatih silat dan tak pernah melupakan kewajibannya dalam beribadah. Sifat dermawannya membuatnya disukai banyak orang. Pitung menjadi murid dari Haji Napin, seorang tokoh dari Rawa Belong yang mengajarkannya ilmu agama dan bela diri. Pitung pun menjadi salah satu murid Haji Napin yang paling cerdas dalam kedua bidang tersebut.
Suatu hari, ayah Pitung merasa kurang sehat dan meminta Pitung untuk menjual kambing ke Pasar Tanah Abang. "Pitung, Babeh lagi kurang enak badan. Tolong lo jualin kambing-kambing ini ke pasar ya?" kata ayahnya. "Siap, Beh," jawab Pitung.
Tanpa menunggu lama, kedua kambing tersebut berhasil dijual dengan cepat. Namun, dalam perjalanan pulang, Pitung dihadang oleh segerombolan preman. "Hei, mau ke mana lo?" tanya salah satu preman sambil menggeledah kantong Pitung. "Mau pulang, Bang!" jawab Pitung dengan tenang.
Tanpa disadari, uang hasil penjualan kambingnya diambil oleh para preman tersebut. Saat hampir tiba di rumah, Pitung baru menyadari bahwa uangnya telah dicuri. Ia pun segera kembali ke tempat di mana ia bertemu para preman tadi. Dalam waktu singkat, Pitung berhasil mengalahkan mereka dan mendapatkan kembali uangnya.
Pitung memiliki dua sahabat dekat, Jiih dan Rais, yang selalu siap membantunya dalam situasi apapun. Pada masa itu, kondisi ekonomi sangat sulit, dan banyak masyarakat yang menjadi korban penindasan oleh tuan tanah, centeng, dan penjajah.
Melihat penderitaan yang dialami oleh rakyat, Pitung merasa iba dan bertekad untuk membantu mereka. "Gue punya ide buat bantu orang-orang yang lagi susah," kata Pitung kepada teman-temannya. "Kita ambil harta orang kaya dan kasih ke mereka yang butuh," jelasnya. Kedua temannya setuju dengan rencana tersebut.
Mereka sering melakukan aksi pencurian terhadap harta para tuan tanah dan orang kaya di Jakarta pada malam hari. Hasil dari aksi tersebut dibagikan kepada masyarakat kecil dan miskin.
Namun, pada suatu hari, saat sedang beraksi, Pitung tertangkap dan dipenjara. Meski begitu, ia berhasil melarikan diri dengan memanjat atap penjara. Untuk menangkap Pitung, polisi Belanda menangkap dan menyiksa orang tua serta gurunya. Dengan informasi dari mata-mata, mereka mengetahui bahwa Pitung bersembunyi di daerah Pondok Bambu.
Tak tega melihat keluarganya disiksa, Pitung akhirnya memutuskan untuk menyerahkan diri kepada polisi. Pitung pun meninggal setelah ditembak oleh polisi Belanda. Kepergian Si Pitung meninggalkan kesedihan mendalam bagi masyarakat miskin yang selama ini merasa terlindungi oleh keberaniannya.
Cerita Rakyat 4: Sangkuriang - Jawa Barat
Dahulu kala, hiduplah seorang putri raja yang cantik jelita bernama Dayang Sumbi. Karena merasa jenuh dengan kehidupan di istana, ia memutuskan untuk mengasingkan diri ke hutan. Di sana, Dayang Sumbi ditemani oleh seekor anjing bernama Tumang, yang sebenarnya adalah titisan dewa sekaligus suaminya.
Setelah beberapa waktu, Dayang Sumbi melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tidak mengetahui bahwa Tumang, anjing yang selalu bersamanya, adalah ayah kandungnya.
Suatu hari, Sangkuriang pergi berburu bersama Tumang. Dia memerintahkan Tumang untuk mengejar seekor rusa. "Ayo Tumang, kejar rusa itu!" katanya. Namun, karena Tumang tidak mampu menangkap rusa tersebut, Sangkuriang menjadi sangat kecewa. "Anjing tua, ternyata kau sudah lemah dan tidak bisa berburu lagi, menjauhlah dariku!"
Ketika tiba di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. "Anjing kita sudah terlalu tua, Bu. Karena dia, aku gagal mendapatkan buruan hari ini!" Dayang Sumbi bertanya, "Lalu di mana Tumang sekarang?"
"Sudah kuusir! Untuk apa kita memeliharanya lagi? Dia sudah tua dan tidak berguna." Mendengar hal itu, Dayang Sumbi sangat marah. Tanpa berpikir panjang, ia melemparkan gayung yang dipegangnya ke kepala Sangkuriang hingga melukainya. Merasa sakit hati atas perlakuan ibunya, Sangkuriang pun pergi meninggalkan rumah tanpa kembali.
Tahun demi tahun berlalu, Sangkuriang kini telah dewasa. Selama kepergiannya, ia mengembara ke berbagai tempat. Suatu hari, tanpa sadar ia kembali ke kampung halamannya. Ketika melewati pasar, ia melihat seorang wanita yang sangat cantik. "Wanita ini cantik sekali," gumamnya. Sangkuriang tidak menyadari bahwa wanita itu adalah Dayang Sumbi, ibunya sendiri. Sangkuriang mendekatinya dan berkenalan, hingga akhirnya mereka saling jatuh cinta dan sepakat untuk menikah.
Menjelang hari pernikahan, Dayang Sumbi secara tidak sengaja melihat bekas luka di kepala Sangkuriang. Ia pun menyadari bahwa pria yang ia cintai adalah anak kandungnya sendiri.
Untuk menggagalkan pernikahan tersebut, Dayang Sumbi memberikan syarat kepada Sangkuriang: ia harus membendung Sungai Citarum dan membuat sebuah perahu besar dalam waktu satu malam. Dengan penuh keyakinan, Sangkuriang menerima tantangan itu. Ia pun bertapa dan meminta bantuan makhluk gaib untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan cepat. Melihat Sangkuriang hampir menyelesaikan tugasnya, Dayang Sumbi panik dan memohon kepada para dewa agar matahari terbit lebih cepat. Akhirnya, fajar pun menyingsing sebelum waktunya, dan ayam-ayam mulai berkokok. Sangkuriang gagal menyelesaikan pekerjaannya.
Merasa kecewa dan marah, Sangkuriang berteriak, "Aku telah gagal!" Dengan amarah yang meluap, ia menghancurkan bendungan yang telah dibuatnya, menyebabkan banjir besar yang melanda seluruh desa. Selain itu, perahu besar yang hampir selesai ia tendang hingga terbalik. Konon, perahu yang terbalik itu menjadi sebuah gunung yang kini dikenal sebagai Gunung Tangkuban Perahu, yang berarti "perahu yang terbalik."
Cerita Rakyat 5: Timun Mas - Jawa Tengah
Dahulu kala, di sebuah desa dekat hutan, hiduplah sepasang petani yang sudah lama mendambakan seorang anak. Setiap hari mereka berdoa kepada Tuhan agar diberi keturunan. Suatu hari, doa mereka didengar oleh seorang raksasa. Raksasa tersebut menawarkan bantuan kepada sepasang petani itu, dengan janji bahwa mereka akan mendapatkan seorang anak dari buah timun yang mereka tanam di ladang. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi: ketika anak itu berusia 17 tahun, mereka harus menyerahkannya kepada sang raksasa.
Tanpa berpikir panjang, pasangan petani itu menyetujui tawaran sang raksasa. Anak yang lahir dari buah timun itu kemudian diberi nama Timun Mas. Mereka hidup bahagia hingga tiba waktunya Timun Mas berusia 17 tahun. Sesuai janjinya, sang raksasa datang untuk menagih haknya. Namun, pasangan petani itu lupa akan janji mereka dan menjadi ketakutan. Mereka kemudian menyuruh Timun Mas melarikan diri dengan membawa empat benda ajaib: biji timun, jarum, garam, dan terasi.
Ketika sang raksasa mulai mengejar, Timun Mas menaburkan biji timun, yang segera berubah menjadi ladang timun. Sang raksasa berhenti sejenak untuk memakan timun-timun tersebut, karena itu adalah makanan kesukaannya.
Setelah kenyang, raksasa itu melanjutkan pengejarannya. Ketika ia semakin dekat, Timun Mas menaburkan jarum, yang kemudian berubah menjadi hutan bambu berduri yang lebat. Sang raksasa terhalang, tetapi terus berusaha mengejar. Saat hampir tertangkap, Timun Mas menaburkan garam, yang segera berubah menjadi lautan luas. Namun, sang raksasa bisa berenang dan tetap mengejar Timun Mas. Akhirnya, Timun Mas menaburkan terasi, yang kemudian berubah menjadi lautan lumpur. Raksasa yang sudah kelelahan tenggelam ke dalam lumpur tersebut, dan Timun Mas pun selamat.
Cerita Rakyat 6: Bawang Merah dan Bawang Putih - Jawa Tengah
Pada zaman dahulu, hiduplah sebuah keluarga yang memiliki seorang anak perempuan bernama Bawang Putih. Suatu hari, ibunda Bawang Putih jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Ayah Bawang Putih, yang merupakan seorang pedagang dan sering bepergian jauh, merasa tidak tega meninggalkan Bawang Putih sendirian di rumah. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda yang sudah memiliki seorang anak perempuan bernama Bawang Merah.
Bawang Merah dan ibunya memiliki sifat yang jahat. Ketika ayahnya pergi berdagang, mereka sering memaksa Bawang Putih untuk melakukan semua pekerjaan rumah, seperti seorang pembantu. "Bawang Putih, segera bersihkan kamar dan dapur kita!" perintah ibunya setiap pagi dan sore. Hidup Bawang Putih menjadi sangat malang. Beberapa waktu kemudian, ayah Bawang Putih jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Kini, di rumah tersebut hanya tinggal ibu tiri, Bawang Merah, dan Bawang Putih.
Suatu hari, saat sedang mencuci, Bawang Putih yang kelelahan tanpa sengaja menghanyutkan salah satu selendang milik Bawang Merah ke sungai. Ketika Bawang Merah menyadari bahwa selendangnya hilang, ia marah besar dan memaki serta memukul Bawang Putih. Ibunya juga mengusir Bawang Putih dan melarangnya pulang sebelum menemukan selendang tersebut. "Cepat temukan selendangku!" hardik Bawang Merah. Dengan menangis, Bawang Putih menyusuri sungai dan bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya, namun tidak ada yang melihat selendang itu.
Tiba-tiba, Bawang Putih melihat seorang kakek yang sedang kesulitan membawa banyak labu. Merasa kasihan, Bawang Putih segera membantunya. Setelah sampai di gubuk sang kakek, ia bertanya, "Mengapa wajahmu begitu sedih, wahai gadis cantik?"
Bawang Putih kemudian menceritakan tentang selendang Bawang Merah yang hilang. Ternyata, tanpa diduga, kakek tersebut telah menemukan selendang yang dicari oleh Bawang Putih. Sebagai tanda terima kasih karena telah membantu membawa labunya, kakek itu memberikan sebuah labu kepada Bawang Putih. "Bawalah labu ini pulang dan berikan kepada kakak dan ibumu," kata sang kakek.
Setelah mengucapkan terima kasih, Bawang Putih segera membawa labu besar itu dan berlari pulang. Sesampainya di rumah, ia memberikan selendang tersebut kepada Bawang Merah dan labu kepada ibunya. Ketika mereka membelah labu itu, keluarlah berbagai macam emas dan permata yang sangat indah dan berharga. Bawang Merah dan ibunya yang serakah merasa sangat senang. Mereka segera bertanya kepada Bawang Putih, "Siapa yang memberimu labu ini?" tanya mereka. Dengan polos, Bawang Putih menceritakan semuanya.
Setelah mendengar cerita tersebut, Bawang Merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama, kali ini dengan Bawang Merah yang melakukannya. Singkat cerita, Bawang Merah sampai di gubuk milik kakek yang berada di tepi sungai.
"Kakek, aku kakaknya Bawang Putih yang tadi diberi labu, aku juga ingin labu!" kata Bawang Merah dengan nada memaksa. Sang kakek lalu mempersilakan Bawang Merah memilih satu dari dua labu yang tersisa. Tanpa berpikir panjang, Bawang Merah langsung mengambil labu yang paling besar dan berat. Tanpa mengucapkan terima kasih, ia segera pergi.
Sesampainya di rumah, Bawang Merah langsung menemui ibunya dan menunjukkan labu yang dibawanya. Namun, ketika mereka membelah labu tersebut, yang keluar bukanlah emas dan permata, melainkan binatang berbisa seperti ular dan kalajengking. Ketakutan melanda mereka berdua. Akhirnya, ibu tiri dan Bawang Merah menyadari sifat buruk dan keserakahan mereka. Mereka menyesal telah memperlakukan Bawang Putih dengan buruk dan memohon maaf. Bawang Putih yang baik hati pun memaafkan mereka.
Baca Juga: Cerita Rakyat dari Riau: Bawang Merah dan Bawang Putih
Cerita Rakyat 7: Candi Prambanan - Daerah Istimewa Yogyakarta
Di Keraton Boko, terdapat seorang putri bernama Roro Jonggrang yang dikenal karena kecantikannya yang luar biasa. Tidak ada yang bisa menyaingi keelokannya. Kulitnya begitu cerah, rambutnya tebal dan hitam legam, matanya bersinar lembut, serta alisnya melengkung tebal seperti bulan sabit.
Setiap pria yang melihat Roro Jonggrang pasti langsung jatuh cinta. Mereka semua berusaha menarik perhatian dan melamarnya, termasuk Bandung Bondowoso, putra mahkota dari Kerajaan Pengging. Dikatakan bahwa Bandung Bondowoso ingin membuktikan sendiri cerita tentang kecantikan Roro Jonggrang. Dengan menyamar sebagai pengawal Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso akhirnya melihat sendiri betapa cantiknya sang putri, dan ia pun jatuh cinta.
Sepulangnya ke kerajaan, Bandung Bondowoso segera meminta ayahnya, Prabu Damar Moyo, untuk melamar Roro Jonggrang. Namun, sang ayah menolak karena mereka memiliki masalah dengan Keraton Boko di masa lalu. Prabu Damar Moyo justru menyarankan agar Bandung Bondowoso menaklukkan Keraton Boko terlebih dahulu.
Setelah mempertimbangkan saran ayahnya, Bandung Bondowoso akhirnya setuju. Ia mengumpulkan pasukannya dan mengumumkan perang. Pertempuran pun terjadi antara Kerajaan Pengging yang dipimpin oleh ayah Bandung Bondowoso dan Keraton Boko yang dipimpin oleh ayah Roro Jonggrang.
Dalam pertempuran tersebut, Prabu Boko, ayah Roro Jonggrang, tewas. Dalam keadaan berduka, Roro Jonggrang dibawa oleh Bandung Bondowoso dengan tujuan menikahinya. Namun, Roro Jonggrang yang tidak mencintai Bandung Bondowoso, mengajukan beberapa syarat sebelum pernikahan. Salah satunya adalah permintaan agar Bandung Bondowoso membangun 1.000 candi dalam semalam. Jika syarat tersebut terpenuhi, Roro Jonggrang berjanji akan menikahi Bandung Bondowoso.
Pada malam hari, Bandung Bondowoso memanggil pasukan jin untuk membantunya. Gempa bumi besar terjadi ketika ribuan jin datang untuk membantu membangun candi sesuai permintaan Roro Jonggrang.
Melihat betapa cepatnya pekerjaan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang merasa cemas. Ia segera memerintahkan para gadis di kerajaannya untuk menabuh alu dan membakar jerami di bukit. Suara alu dan api yang menyala di bukit membangunkan ayam jantan yang mengira fajar telah tiba, sehingga mereka mulai berkokok.
Mendengar suara kokokan ayam, para jin yang sedang bekerja satu per satu menghilang kembali ke alam mereka. Tak lama kemudian, matahari terbit. Roro Jonggrang bersama para gadis datang untuk menghitung jumlah candi yang berhasil dibuat. Ternyata, hanya ada 999 candi yang telah selesai. Dengan perasaan lega, Roro Jonggrang menolak untuk menikahi Bandung Bondowoso.
Merasa sangat marah, Bandung Bondowoso menyadari bahwa Roro Jonggrang telah sengaja menggagalkan upayanya menyelesaikan candi. Dengan marah, ia mengutuk Roro Jonggrang menjadi candi yang ke-1.000. "Roro Jonggrang, untuk melengkapi menjadi seribu candi, engkaulah yang paling pantas!" Dengan kekuatan kutukannya, Roro Jonggrang berubah menjadi sebuah arca atau patung batu. Arca tersebut kini berada di sebuah candi yang dikenal sebagai Candi Prambanan, yang berarti candi perpisahan.
Konon, ada kepercayaan bahwa sepasang kekasih tidak disarankan untuk berkunjung ke Candi Prambanan. Menurut cerita, perasaan sakit hati yang ditinggalkan oleh Bandung Bondowoso akan membawa kutukan yang menyebabkan sepasang kekasih yang berkunjung ke sana berpisah.
Cerita Rakyat 8: Joko Kendil - Jawa Tengah
Dahulu kala, ada seorang permaisuri yang diusir oleh raja karena melahirkan seorang anak laki-laki yang berbentuk seperti kendil (panci masak dari tanah liat). Meski harus hidup dalam kemiskinan dengan seorang anak yang memiliki wujud aneh, permaisuri ini tak pernah mengeluh.
Ia sangat menyayangi anaknya yang diberi julukan Joko Kendil. Joko Kendil tumbuh dengan bahagia seperti anak laki-laki lainnya. Ia sering menyelinap ke acara selamatan atau pesta desa, lalu duduk sejajar dengan kendil-kendil yang ada. Tubuhnya yang menyerupai kendil sering kali mengecoh para tukang masak sehingga mereka tanpa sengaja memasukkan makanan ke dalam tubuh Joko Kendil.
Setelah itu, makanan yang diterima Joko Kendil akan dibagikan kepada teman-temannya dan ibunya. "Hai teman-teman, aku bawa makanan, ayo kita makan bersama," ajak Joko kepada kawan-kawannya. Karena sifatnya yang jenaka dan dermawan, Joko Kendil memiliki banyak teman.
Tahun demi tahun berlalu, Joko Kendil tumbuh menjadi seorang pemuda. Suatu hari, Joko Kendil meminta ibunya untuk melamarkan salah satu putri raja. Meskipun ibunya berusaha membujuk agar Joko mengurungkan niatnya, Joko Kendil tetap bersikeras ingin menikahi seorang putri raja yang terkenal dengan kecantikannya. Akhirnya, ibunya memberanikan diri untuk menemui raja dan melamar salah satu putrinya.
Saat pertemuan berlangsung, putri-putri raja tertawa terbahak-bahak melihat bentuk tubuh Joko Kendil yang lucu. Hinaan dan penolakan langsung dilontarkan. Namun, ketika raja bertanya kepada putri bungsunya, Dewi Melati, gadis ini merasa tidak tega untuk menolak. Dengan senyum lembut, ia mengangguk setuju. Meskipun berat hati, raja akhirnya menyetujui pernikahan mereka. Sejak itu, Joko Kendil tinggal di istana, dan Dewi Melati dengan penuh kasih sayang menerima Joko Kendil yang lucu ini.
Suatu hari, raja mengadakan pertandingan bela diri dan mengundang para pangeran dari berbagai kerajaan. Banyak pangeran dan kesatria gagah yang hadir. Dewi Melati mengajak Joko Kendil untuk menonton, tetapi Joko Kendil menolak. Akhirnya, Dewi Melati menonton pertandingan bersama saudara-saudaranya.
Saat menyaksikan seorang kesatria yang tampan, saudara-saudara Dewi Melati mengejeknya karena terlalu cepat menerima lamaran Joko Kendil. Melihat ketampanan dan ketangkasannya, saudara-saudara Dewi Melati langsung jatuh cinta. Keesokan harinya, Dewi Melati kembali meminta Joko Kendil untuk menemaninya menonton, tetapi Joko Kendil sekali lagi menolak dengan alasan sedang sakit. Melihat ketidakhadiran Joko Kendil, saudara-saudara Dewi Melati kembali mengejeknya.
Merasa bersalah karena telah meninggalkan suaminya yang sedang sakit, Dewi Melati segera pulang sebelum pertandingan selesai. Namun, saat tiba di rumah, ia tidak menemukan Joko Kendil. Dewi Melati menjadi sangat kesal dan marah. Ia pun mengambil sebuah kendi dan membantingnya ke dinding hingga pecah berkeping-keping. Tiba-tiba, Dewi Melati teringat bahwa kendi itu adalah wujud Joko Kendil. Ia pun langsung menangis tersedu-sedu.
Tiba-tiba terdengar suara lembut yang menyapanya, "Mengapa engkau menangis, wahai istriku?" Ketika Dewi Melati menoleh, ia terkejut melihat seorang kesatria tampan yang sebelumnya ia lihat dalam pertandingan. Ternyata, kesatria itu adalah wujud asli Joko Kendil.
Joko Kendil hanya bisa berubah menjadi pemuda gagah jika ada seorang gadis yang lembut hati menerima lamarannya. Dewi Melati sangat bahagia mengetahui suaminya masih hidup. Ketika Joko Kendil memperlihatkan wujud aslinya, saudara-saudara Dewi Melati sangat menyesal. Sementara itu, Dewi Melati hidup bahagia bersama suaminya yang tampan dan penuh cinta.
Cerita Rakyat 9: Batu Menangis - Kalimantan Barat
Di sebuah desa di Kalimantan Barat, hiduplah seorang janda miskin bersama seorang putri yang sangat cantik. Sang ibu sangat menyayangi putrinya, namun sayangnya, anak perempuannya memiliki sifat yang buruk.
Putri tersebut sangat sombong dan tidak pernah menghargai ibunya. Ia selalu merasa malu dengan kondisi ibunya yang miskin dan berpenampilan sederhana.
Suatu hari, si anak meminta ibunya untuk mengantarkannya ke pasar. Sang ibu dengan senang hati menyetujui permintaan itu. Mereka pun berjalan bersama, namun di tengah perjalanan, putrinya merasa malu berjalan bersama ibunya yang berpakaian lusuh.
Ia lantas meminta ibunya untuk berjalan di belakangnya. Sepanjang perjalanan menuju pasar, mereka bertemu dengan banyak orang. Setiap kali ada orang yang bertanya siapa wanita yang berjalan di belakangnya, anak perempuan itu selalu menjawab dengan sombong bahwa wanita tua itu adalah pembantunya.
Sang ibu merasa sangat sedih mendengar perkataan putrinya, tetapi ia tetap diam dan mengikuti permintaan anaknya. Setelah beberapa kali mendengar jawaban yang sama dari putrinya, hati sang ibu tak lagi mampu menahan kesedihannya.
Dengan penuh kesedihan, ia berdoa kepada Tuhan, memohon agar Tuhan memberikan balasan yang setimpal kepada anaknya. Tak lama setelah doa itu dipanjatkan, langit tiba-tiba menjadi gelap dan petir menyambar.
Tanah di bawah putrinya mulai retak dan mengeluarkan air. Putri itu merasa ketakutan dan mencoba meminta maaf kepada ibunya, tetapi sudah terlambat. Tubuhnya perlahan-lahan berubah menjadi batu.
Sang ibu hanya bisa menangis melihat putrinya berubah menjadi batu. Batu itu kemudian dikenal sebagai Batu Menangis karena diyakini air mata sang ibu menetes ke batu tersebut.
Legenda Batu Menangis diwariskan secara turun-temurun di Kalimantan Barat dan berbagai daerah lainnya di Indonesia, sebagai pengingat akan pentingnya berbakti kepada orang tua dan menjauhi sifat sombong.
Cerita Rakyat 10: Lutung Kasarung - Jawa Barat
Pada zaman dahulu, ada dua putri cantik dari Kerajaan Pasundan bernama Purbararang dan Purbasari. Meskipun mereka bersaudara, sikap mereka sangat berbeda.
Purbararang adalah putri yang sombong dan malas, sementara Purbasari adalah sosok yang ramah, rajin, dan tidak pernah menganggap dirinya sebagai seorang putri raja.
Menjelang akhir hayatnya, ayah mereka, Prabu Tapa Agung, memilih Purbasari sebagai penerus tahta kerajaan. Mendengar keputusan itu, Purbararang marah dan menolak adiknya menjadi ratu.
Purbararang lalu pergi ke seorang penyihir untuk mengutuk Purbasari dengan penyakit kulit. Dalam sekejap, kulit Purbasari dipenuhi bercak-bercak hitam yang menjijikkan.
Akibat penyakit itu, Purbasari terpaksa meninggalkan istana dan diasingkan ke hutan. Pada saat yang sama, di khayangan, Pangeran Guruminda tidak mau menikah kecuali dengan wanita yang secantik ibunya.
Ia diberitahu bahwa wanita yang secantik ibunya hanya ada di bumi. Dengan kekuatannya, Pangeran Guruminda turun ke bumi dan sampai di hutan tempat Purbasari diasingkan. Namun, ia tidak turun sebagai pangeran, melainkan dalam wujud seekor kera hitam, yang dikenal sebagai Lutung Kasarung. Di hutan, Purbasari dan Lutung Kasarung menjadi teman akrab yang saling memahami.
Suatu hari, Lutung Kasarung meminta Purbasari untuk mandi di sebuah telaga. Secara ajaib, kulit Purbasari kembali bersih dan kecantikannya pun pulih.
Mendengar kabar tentang perubahan pada Purbasari, Purbararang merasa khawatir dan tidak percaya. Ia juga menolak mengizinkan adiknya kembali ke istana dengan berbagai alasan, hingga mengajukan beberapa syarat.
Pertama, rambut Purbasari harus lebih panjang dari rambutnya. Dalam hal ini, Purbasari menang karena rambutnya sampai ke tumit, sementara Purbararang hanya sampai ke betis. Tidak mau kalah, Purbararang memberikan syarat berikutnya: tunangan Purbasari harus lebih tampan dari tunangannya. Mendengar syarat ini, Purbasari merasa kesulitan untuk memenuhinya.
Namun, saat Purbasari memegang tangan Lutung Kasarung, yang dianggap Purbararang sebagai seekor kera, tiba-tiba Lutung Kasarung berubah menjadi Pangeran Guruminda yang sangat tampan dan gagah, bahkan mengalahkan ketampanan tunangan Purbararang.
Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan memohon ampun kepada adiknya. Dengan hati yang besar, Purbasari memaafkan Purbararang dan mengizinkannya tinggal di istana. Sementara itu, Purbasari dan Lutung Kasarung pun hidup bahagia bersama.
Baca Juga: Legenda Putri Pukes dan Danau Laut Tawar, Cerita Rakyat dari Tanah Gayo Aceh
Itulah kumpulan cerita rakyat pendek dari Indonesia. Semoga menghibur, ya, Kawan!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News