Regina Safri adalah fotografer alam liar Indonesia yang sudah dikenal akan banyak karya fotografinya. Karena objek fotonya alam liar, berbagai satwa liar yang hidup di rimba
Kepedulian Regina terhadap satwa liar tinggi. Ia merasa harus berbuat sesuatu setelah melihat pembantaian orangutan yang terjadi pada 2011 lalu.
Pengalaman Regina memotret berbagai kondisi satwa liar lantas terkumpul dalam sejumlah buku salah satunya Hope yang baru dirilis belum lama ini. Di dalam buku itu pun terdapat cerita menarik ketika ia terjun langsung melihat kondisi induk orangutan yang ditembak manusia.
Ditembak 74 Peluru
Buku Hope tercipta dari kesadaran Regina akan nasib satwa liar di rimba Indonesia. Sebelum dibukukan, ia memang sudah menuliskannya dalam bentuk tesis dengan objek penelitian orangutan.
Kasus penembakan orangutan memang kerap terjadi dari dulu hingga kini. Regina sendiri menemukan kasus itu di Aceh dan dituliskan dalam buku Hope tersebut. Mirisnya, sebanyak 74 peluru ditembakkan ke indukan orangutan yang membuatnya buta permanen.
“Dia nembak orangutan tuh 74 peluru hingga buta permanen induknya, bayinya langsung mati, jadi sampai sekarang masih stres banget,” ucap Regina kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Trauma mendalam dialami orangutan tersebut. Bahkan menurut penuturan Regina, sang induk orangutan sampai histeris jika mendengar suara manusia.
“Kalau dengar suara manusia dia histeris gitu sampai detik ini padahal udah dari 2019, sudah berapa tahun berlalu masih stres. Kamu bayangin aja, orangutan kan DNA-nya hampir sama dengan manusia, sekitar 95 persen mungkin. Kamu bayangin seorang ibu-ibu lagi gendong anaknya baru lahir terus tiba-tiba diberondong peluru dan langsung buta, langsung enggak bisa lihat bayinya mati lagi,” kata Regina.
Sang induk yang dalam keadaan buta pun tidak bisa memberi air asi kepada bayinya. Hasilnya adalah kesedihan, karena sang bayi menjadi malnutrisi dan mati. Induk orangutan yang kemudian diberi nama Hope itu pun menginspirasi Regina untuk memberi judul ke bukunya tersebut.
“Makanya judulnya Hope karena akhirnya si induk yang buta itu dinamain Hope,” ucap Regina.
Sebelum menulis Hope, Regina sudah menulis buku Orangutan: Rhyme & Blues (2012) dan Before Too Late: Sumatera Forest Expedition (2019). Kekuatan yang menonjol dari ketiga buku itu sama, yakni menampilkan beragam foto kehidupan satwa liar di Indonesia. Adapun buku-buku tersebut bisa didapatkan langsung dengan mengontak langsung Regina via media sosialnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News