Tak dapat dipungkiri bahwa hampir semua istana kepresidenan Indonesia kental dengan bau kolonial. Sebab, istana-istana ini menempati bangunan-bangunan bekas kolonial Belanda.
Namun, ada salah satu istana kepresidenan yang bebas dari bau kolonial. Istana ini menjadi yang pertama kali dibangun oleh putra bangsa Indonesia. Yuk, Kawan GNFI, mari kita berkenalan dengan Istana Tampak Siring.
Lokasi dan Sejarah Istana
Istana Tampak Siring bertempat di Desa Tampak Siring, sebuah desa di Gianyar yang berjarak sekitar 40 km dari Denpasar, ibu kota Bali. Istana ini didirikan di atas lahan bekas pesanggrahan milik Raja Gianyar yang diserahkan kepada negara.
Istana ini mulai dibangun pada tahun 1957 dan rampung pada tahun 1960. Pembangunannya diserahkan kepada Jawatan Pekerjaan Umum dan diarsiteki R.M. Soedarsono yang juga bekerja di jawatan tersebut.
Asal-Usul Nama Istana
Nama istana ini diambil dari tempatnya berdiri, Desa Tampak Siring. Dalam bahasa Bali, tampak berarti telapak dan siring berarti miring. Menurut legenda Bali, daerah ini merupakan bekas tapak kaki Raja Mayadenawa.
Raja Mayadenawa adalah raja yang pandai lagi sakti tapi bengis lagi tamak. Ia bahkan mendaku dirinya sebagai dewa yang harus disembah rakyatnya. Kekejamannya ini membuatnya diburu Batara Indra dan pasukannya.
Dari hasil perburuan itu, Raja Mayadenawa berhasil ditangkap. Sebelum tertangkap, Sang Raja sempat berusaha mengecoh pasukan Batara Indra dengan kabur sambil memiringkan langkah kakinya. Daerah yang ditapakinya ini kemudian dikenal dengan nama Tampak Siring.
Baca Juga: Mengintip Beda Istana Negara dengan Istana Merdeka sebagai Istana Kepresidenan Indonesia
Pemandangan Sekitar Istana
Istana Tampak Siring dibangun di atas perbukitan dengan ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut. Karena berada di lokasi yang tinggi, istana ini diselimuti udara sejuk yang membuat para tamu merasa nyaman selama berada di sini.
Selain itu, istana ini juga dikelilingi pemandangan alam yang memanjakan mata. Jauh di utara dan selatan istana, tampak Gunung Batur dan Agung yang berdiri kokoh. Di sekeliling istana, terdapat perkampungan Bali dan undakan sawah yang asri.
Bagian-Bagian Istana
Berbeda dengan semua istana kepresidenan lainnya, bau kolonial tak terasa di Istana Tampak Siring. Sebaliknya, istana ini kental dengan nuansa Bali. Hal ini tampak dari gaya arsitektur lokal yang digunakan dan ornamen-ornamen khas Bali yang menghiasi tempat ini.
Istana Tampak Siring memiliki empat wisma. Keempat wisma ini adalah Wisma Merdeka, Wisma Negara, Wisma Yudhistira, dan Wisma Bima.
Wisma Merdeka berfungsi sebagai tempat menginap presiden Indonesia beserta keluarganya. Sementara itu, Wisma Negara berfungsi sebagai tempat menginap tamu negara. Keduanya dihubungkan sebuah jembatan sepanjang 40 meter yang dinamakan Jembatan Persahabatan.
Wisma Yudhistira dan Bima merupakan dua wisma dengan luas terbesar di Istana Tampak Siring. Keduanya diperuntukkan sebagai tempat istirahat rombongan dan pengawal presiden Indonesia atau tamu negara.
Di Istana Tampak Siring, terdapat juga Pendopo atau Balai Wantilan yang dibangun dengan atap dari ilalang dan tiang-tiang dari batang kelapa dengan ukiran khas Bali. Pendopo ini digunakan untuk menggelar pertunjukan kesenian.
Graha Bung Karno merupakan gedung yang paling baru berdiri di Istana Tampak Siring. Gedung ini adalah gedung konferensi yang dibangun dalam rangka penyelenggaraan KTT ASEAN 2003.
Fungsi Istana
Sejak awal, Istana Tampak Siring dibangun sebagai tempat peristirahatan bagi presiden Indonesia dan keluarganya. Presiden Soekarno sering tinggal di istana ini untuk menyusun naskah-naskah pidato kenegaraannya.
Selain itu, istana ini juga digunakan sebagai tempat para tamu negara menginap selama berada di Bali. Banyak kepala negara sudah pernah beristirahat di istana ini, seperti Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard dari Belanda serta Putra Mahkota Akihito dan Putri Michiko dari Jepang.
Terkadang, istana ini juga digunakan untuk mengadakan pertemuan politik bersifat informal yang membuahkan suatu keputusan. Salah satunya adalah perundingan antara Presiden Ne Win dari Burma (Myanmar) dan Presiden Soeharto pada tahun 1982.
Baca Juga: Mengenal Sejarah Istana Bogor, Istana Kepresidenan Indonesia
Penyambutan dan Pelayanan Tamu Istana
Di Istana Tampak Siring, para tamu akan mendapat sambutan yang berbeda dengan istana-istana kepresidenan lainnya. Alih-alih disambut dengan upacara militer, para tamu akan disambut dengan upacara tradisional Bali dan taburan bunga.
Seluruh kebutuhan tamu di Istana Tampak Siring dilayani oleh Sekretariat Presiden. Badan ini bertanggung jawab untuk menjamin kepuasan tamu selama berada di istana. Untuk menunjang hal tersebut, istana ini dilengkapi dengan fasilitas dapur dan laundry setara hotel bintang lima.
Kawan GNFI, demikian penjelasan singkat tentang Istana Tampak Siring. Istana kepresidenan ini adalah hasil karya bangsa Indonesia yang dibuat dengan mengangkat kearifan lokal.
Oh, ya, istana ini terbuka untuk umum pada waktu-waktu tertentu. Bagi Kawan GNFI yang sedang berada di Bali, jangan lewatkan kesempatan untuk berkunjung ke istana ini saat dibuka untuk umum, ya!
Sumber:
- https://www.setneg.go.id/baca/index/istana_tampak_siring
- https://www.setneg.go.id/baca/index/serba_serbi_istana_tampak_siring
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News