nilai keterhubungan sebagai tujuan utama kemanusiaan solusi untuk tindak kekerasan terhadap perempuan dan ana - News | Good News From Indonesia 2024

Nilai Keterhubungan sebagai Tujuan Utama Kemanusiaan, Solusi Tindak Kekerasan pada Perempuan dan Anak

Nilai Keterhubungan sebagai Tujuan Utama Kemanusiaan, Solusi Tindak Kekerasan pada Perempuan dan Anak
images info

Melinda Gates dalam bukunya "The Moment of Lift" menuliskan bahwa kesataraan dapat memberdayakan perempuan dan perempuan yang berdaya akan mengubah dunia. Masih di tulisan yang sama, dia menegaskan bahwa kesetaraan bukan puncaknya, karena tujuan utama kemanusiaan adalah keterhubungan bukan kesetaraan.

Kata terhubung yang dimaksud Melinda adalah tentang bagaimana orang-orang berperan dengan mengikat diri antara satu sama lain, baik perempuan dengan perempuan, dan dengan laki-laki dalam konteks sebagai pasangan hidup dan kehidupan sosial. Tujuannya untuk meyudahi dorongan mengesampingkan orang lain.

Jadi semua orang bukan harus “setara” ya, tapi manusia harusnya saling terhubung. Sehingga dalam kehidupan sosial manusia bisa saling merasa cocok dan semua orang merasa dicintai. Indah bangetya, maknanya Kawan GNFI?

Dalam bukunya, Melinda menceritakan kisah perempuan-perempuan yang berjuang dengan hidup yang tidak ideal di lingkungan keluarga, pendidikan, dunia kerja dan kehidupan sosial masyarakat.

Salah satu contohnya adalah dalam pernikahan akan ada kondisi yang membuat perempuan bertaruh nyawa untuk melahirkan dan membesarkan anak terutama disebabkan oleh persoalan finansial.

Belum lagi tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi bagaimana perencanaan keluarga. Lanjut, pihak laki-laki yang juga tidak membangun komunikasi yang baik satu sama lain.

Kemiskinan menumbuhkan mental bertahan hidup yang mendorong manusia untuk bekerja apa saja sehingga bekerja dianggap jadi lebih penting ketimbang pendidikan yang dampaknya tidak bisa langsung dirasakan.

Melinda menyebutkan dalam kondisi kemiskinan terparah setiap anggota keluarga tidak diperkenanakan ada yang menganggur, semua harus bisa menghasilkan.

Lalu persoalan di lingkungan sosial, perempuan dianggap tidak membutuhkan pendidikan untuk menjalankan peran yang dipersiapkan masyarakat tradisional. Seorang perempuan yang akan menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) tidak perlu menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi.

Padahal, belajar pada institusi adalah salah satu cara perempuan mampu menjadi Ibu yang menjalakan perannya sebagai madrastul ula (madrasah pertama) bagi generasi berikutnya.

Lalu bagaimana dengan dunia kerja? Ternyata, usaha perempuan juga harus makin besar. Salah satu yang diceritakan tentang seorang perempuan melindungi dirinya dari ancaman kekerasan seksual dengan memberanikan diri untuk menyuarakan hal itu sampai ke The New Yorks Time. Aksi ini kemudianmengarus kepada perempuan lainnya untuk berani menyuarakan hak mereka sebagai manusia yang merdeka. Tagar #MeeToo menjadi buktinya.

Menariknya, Indonesia, dilihat dari data yang dihimpun oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa) menunjukkan peningkatan. Namun, juga ada masa penuruan pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Data yang terus berkembang ini menunjukkan belum dapat dipastikan data yang sebenarnya karena tentu tidak semua atau belum semua korban mengadukan soalan tersebut. 

Namun demikian, kejadian-kejadian yang viral di media tentu telah mempengaruhi gerakan positif dalam masyarakat. Masyarakat terutama pengguna internet jadi lebih perduli tentang pentingnya bersuara untuk mengungkapkan kebenaran.

Istilah the power of netizen akhir-akhir ini berhasil mengungkap sederet kasus dan diproses secara hukum.

Polres Jabar misalnya, dalam kasus KDRT yang dialami selebgram baru-baru ini telah berhasil merespons informasi yang disebarkan melalui postingan Instagram dengan tanggap dan cepat.

Di hari yang sama dengan kejadian kekerasan, Polres Jabar telah membekuk si terduga pelaku dan Kemenppa juga bergerak cepat mendampingi korban. 

Tentu saja lagi-lagi belum semua kasus terjamah dengan sigap dan cepatnya respon pihak berwajib dan berwenang. Hal ini menjadi peluang untuk Indonesia terus berkembang termasuk dalam fokus perencanaan pengawasan terhadap perlindungan perempuan dan anak.

Sehingga fokus pada rencana preventif juga harus menjadi perhatian khusus. Oleh karena itu, mengelola nilai-nilai yang harus diajarkan kepada generasi muda harus sesuai kebutuhan dan kepentingan terciptanya masyarakat yang sejahtera dan rukun. Salah satunya adalah bagaimana manusia saling berempati dan merasa terhubung satu sama lain.

Dari buku “The Moment of Lift” kita diingatkan jika perempuan itu perlu diberdayakan, dalam artian bukan hanya dengan memberikan kecukupan finansial saja. Lebih dari itu, yang mereka butuhkan adalah skill, terutama kemampuan untuk berani dan bertahan di tengah-tengah masyarakat.

 

Sumber:

https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan

https://www.nytimes.com/series/metoo-moment

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.