Suku Besemah merupakan salah satu suku asli yang mendiami wilayah Sumatera Selatan, khususnya di daerah Pagar Alam, Lahat, dan sekitarnya. Nama Besemah sendiri berasal dari nama jenis ikan mas yang banyak ditemukan di sepanjang aliran sungai yang ada di Pagar Alam, yaitu ikan semah.
Dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisinya yang masih lestari hingga kini. Salah satu aspek budaya yang menarik untuk dicermati adalah tradisi pantauan. Pantauan adalah sebuah tradisi yang biasa dilakukan masyarakat desa saat ada acara pernikahan guna mempererat ikatan sosial antarmasyarakat.
Apa Itu Pantauan?
Pantauan berasal dari kata mantau dalam bahasa Besemah dengan penambahan imbuhan –an yang memiliki arti panggil atau undang. Pantauan dalam konteks budaya Besemah merujuk pada kegiatan berkunjung ke rumah sanak saudara dan tetangga di sekitar rumah dengan tujuan mengenalkan pengantin baru dan keluarganya kepada kerabat.
Pada prosesi ini kita tidak hanya datang dan bertamu, tetapi diharuskan mencicipi hidangan yang disuguhkan oleh tuan rumah sebagai bentuk penghormatan.
Selama prosesi pantauan, sepasang pengantin atau bunting akan ditemani oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang biasa disebut “bujang ngantat” dan “gadis ngantat”.
Dalam bahasa Besemah, ngantat artinya mengantar, sehingga tugas dari bujang ngantat dan gadis ngantat ini adalah mengantar kedua mempelai ke tiap-tiap rumah warga yang telah memanggil pasagan tersebut untuk berkunjung ke rumahnya.
Selain itu, mereka juga bertugas untuk mendampingi kedua mempelai mulai dari lamaran hingga selesainya resepsi pernikahan. Yang menjadi bujang ngantat dan gadis ngantat haruslah seseorang yang belum menikah.
Baca juga: Menapaki Wilayah Besemah, Tanah Leluhur bagi Masyarakat Sulsel
Prosesi Pantauan
Tradisi pantauan diawali dengan kegiatan yang dinamakan ngundang atau besuare. Tuan rumah mengundang masyarakat sekitar untuk datang ke rumahnya dua hingga tiga minggu sebelum acara pernikahan berlangsung.
Hal ini dilakukan untuk memberitahu bahwa mereka akan melangsungkan pernikahan. Dengan demikian kerabat lainnya dapat mempersiapkan segala kebutuhan pantauan dari jauh hari.
Sehari sebelum pantauan dilaksanakan, biasanya masyarakat sudah menyiapkan makanannya secara bertahap. Bahkan, ada yang mulai bemasak seminggu sebelum pantauan dimulai.
Makanan yang biasa dihidangkan ketika pantauan adalah makanan khas suku Besemah seperti dodol, lemang, pepes ikan, dan juga daging untuk kerabat dekat. Selain nasi dan lauk-pauk, beberapa rumah juga ada yang menyediakan tekwan, kue basah, dan kue kering khas Sumatera Selatan.
Prosesi mantau bunting atau pemanggilan pengantin dimulai setelah kedua pasangan melangsungkan akad nikah. Pelaksanaan pantauan yang dilakukan oleh pengantin biasanya tidak cukup dalam satu hari, maka dilanjutkan keesokan harinya sesuai dengan kesepakatan dengan kerabat lainnya.
Pantauan harus diawali oleh pasangan pengantin terlebih dahulu, baru dapat dilanjutkan oleh kerabat dan tamu undangan.
Mantau simah atau undangan kepada pihak besan yang hadir saat acara resepsi untuk datang ke rumah dan dikenalkan dengan keluarga terdekat, dimulai dari rumah utama kemudian dilanjutkan ke rumah kerabat dekat lainnya. Hal ini dilakukan guna menghormati dan menyambut pihak besan yang kini sudah menjadi satu keluarga besar.
Tradisi pantauan biasanya juga diikuti oleh kerabat dan tamu undangan yang datang ke pesta pernikahan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga silaturahmi dengan tetangga dan kerabat yang berkunjung. Berakhirnya pantauan ditandai dengan berakhirnya perayaan pernikahan dengan pembubaran panitia acara pernikahan.
Dalam pelaksanaannya, tradisi pantauan ini menggunakan sistem timbal balik. Apabila di suatu rumah akan melangsungkan acara pernikahan dan memutuskan untuk mengadakan pantauan, maka kerabat lainnya akan menyelenggarakan pantauan juga apabila kelak di rumahnya akan ada yang menikah.
Sebaliknya, apabila tuan rumah memutuskan untuk tidak mengadakan pantauan maka kerabat lainnya juga tidak akan ikut merayakan.
Baca juga: Rejungan: Melukis Perjalanan Hidup dengan Kata-kata dan Gitar Tunggal di Tanah Besemah
Budaya pantauan Suku Besemah adalah contoh menarik dari kearifan lokal yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam masyarakat. Di tengah perkembangan zaman dan globalisasi, tradisi pantauan akan menghadapi tantangan, seperti perubahan dalam cara hidup atau tekanan dari modernisasi.
Namun, dengan banyaknya masyarakat Besemah yang tetap berkomitmen untuk melestarikannya, tradisi ini tak akan lekang oleh waktu. Pelestarian tradisi ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat Besemah, tetapi juga merupakan bagian dari upaya kita semua untuk melestarikan warisan budaya yang berharga.
Sumber:
https://journals.ums.ac.id/index.php/fg/article/view/19494/8943
https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/sitakara/article/view/7469/pdf_17
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News